Perangkat Kebijakan Diperlukan untuk Monetisasi Injeksi Karbon
Berdasarkan data studi kolaboratif SKK Migas, potensi kapasitas penyimpanan karbon dioksida di Indonesia sekitar 2 gigaton pada sumur migas yang tak lagi berproduksi dan 10 gigaton pada ”saline aquifer”.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah perangkat kebijakan, seperti regulasi dan sertifikasi karbon kredit, diperlukan untuk mengoptimalkan implementasi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon atau CCS/CCUS. Sementara itu, PT Pertamina (Persero) melakukan uji coba injeksi karbon ke sumur minyak bumi guna meningkatkan produksi.
Carbon capture and storage (CCS) ialah teknologi penangkapan dan penyimpanan emisi karbon. Karbon dioksida (CO2) dari industri migas atau lainnya ditangkap untuk disuntikkan ke reservoir atau saline aquifer (reservoir air bersalinitas tinggi) sehingga CO2 larut atau tersimpan permanen. Sementara pada carbon capture, utilization and storage (CCUS), karbon juga dimanfaatkan untuk peningkatan produksi migas.
Berdasarkan data studi kolaboratif Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), potensi kapasitas penyimpanan karbon dioksida di Indonesia sekitar 2 gigaton pada sumur migas yang tak lagi berproduksi dan 10 gigaton pada saline aquifer. Itu tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia.
Manajer Institut Teknologi Bandung (ITB) Centre of Exellence for CCS/CCUS Muhammad Rachmat Sule, yang dihubungi pada Jumat (8/12/2023), mengatakan, CCS/CCUS yang coba dikejar adalah komersialisasi penuh. Proyek CCS/CCUS komersial terdepan di Indonesia rencananya oleh bp melalui CCUS Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat, yang ditargetkan pada 2027.
”Yang perlu disiapkan ialah sejumlah perangkat untuk monetisasi injeksi CO2. Untuk regulasi, peraturan menteri sudah keluar dan sekarang menunggu peraturan presiden terbit. Bursa karbon juga sudah ada. Yang juga diperlukan adalah mekanisme untuk sertifikasi karbon kredit,” kata Rachmat.
Adapun pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan CCS dan CCUS pada Kegiatan Usaha Hulu Migas. Peraturan tersebut untuk memenuhi kebutuhan emisi, untuk ditangkap dan diinjeksikan dalam mendukung produksi migas serta pengurangan emisi karbon dioksida.
Sementara itu, peraturan presiden mengenai CCS/CCUS tengah disusun. Regulasi itu, salah satunya, akan memuat tentang perdagangan karbon lintas batas (cross border). Artinya, karbon yang dihasilkan di negara lain bisa diinjeksikan di sumur-sumur migas di Indonesia yang sudah tak produksi, disertai biaya penyimpanan (storage fee) dan biaya injeksi (injection fee).
Di samping proyek-proyek besar CCS/CCUS yang direncanakan di Indonesia, perusahaan migas, seperti Pertamina, sedang menguji coba penyuntikan CO2 khusus untuk sumur minyak bumi. Hal tersebut, kata Rachmat, baru sekadar uji coba untuk melihat performa setelah sumur diinjeksikan CO2. Apalagi, ada target capaian produksi minyak bumi 1 juta barel per hari pada 2030.
Sebelumnya, Pertamina melakukan injeksi perdana CO2 di Lapangan Pertamina EP Sukowati, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (7/12/2023). Sebanyak 500 ton CO2 diinjeksikan ke sumur Sukowati-18 (SKW-18) selama tujuh hari. Injeksi tersebut bagian dari penerapan pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR) yang bertujuan meningkatkan produksi minyak.
SVP Research and Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza, menuturkan, implementasi Injeksi CO2 di Lapangan Sukowati itu bertujuan mengkaji efek CO2 EOR dan penyimpanan CO2 dalam formasi bawah permukaan untuk lapangan migas. Hal itu akan memberikan konfirmasi dan validasi mengenai teknologi EOR secara spesifik. Sebelumnya, injeksi CO2 telah dilakukan di Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat.
”Hasil kajian ini diharapkan dapat diterapkan di lapangan-lapangan Pertamina lainnya yang sedang aktif melakukan kegiatan studi CO2-EOR. (Itu) juga akan mendukung capaian target (nasional) 1 juta barel minyak per hari pada 2030,” kata Oki melalui siaran pers.
Direktur Pengembangan & Produksi PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Awang Lazuardi menambahkan, saat implementasi sudah dilakukan secara penuh, CCUS di Lapangan Sukowati akan menggunakan CO2 yang bersumber dari Lapangan Unitisasi Jambaran Tiung Biru. Produksi migas di Sukowati pun nantinya diharapkan terus meningkat.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyebut Indonesia memiliki potensi besar di bidang CCUS. ”Lapangan Sukowati akan jadi contoh di masa depan dengan kapasitas CO2 yang besar. Kami berharap ini menjadi pembelajaran dalam pengembangan CCUS di lapangan lainnya,” ucapnya.
Adapun CCUS di Sukowati merupakan hasil studi bersama antara Pertamina, Japan Organization for Metals and Energy Security (JOGMEC) dan Japan Petroleum Exploration Company Limited (JAPEX). Pertamina juga melakukan studi dan pengembangan CCS/CCUS di Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Asri Basin, Jatibarang, Gundih, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah.