Tingkatkan Daya Saing, PTPN Bentuk ”Subholding” Sawit dan Aset
PTPN Group meresmikan dua ”subholding” PalmCo dan SupportingCo. untuk meningkatkan produksi perkebunan dan daya saing,
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan produksi perkebunan menjadi tujuan Holding Perkebunan Nusantara menginisiasi pembentukan dan mengintegrasikan tiga subholding yang bergerak di sektor gula, sawit, dan optimalisasi aset. Pembentukan subholding dilakukan untuk mengakselerasi sinergi, mengoptimalisasi sumber daya, dan memperkuat daya saing PTPN sebagai instrumen negara.
Holding Perkebunan Nusantara atau PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero) pada Jumat pekan lalu meresmikan pembentukan subholding PalmCo yang bergerak di sektor hilirasi produk sawit dan SupportingCo yang bergerak mengoptimalisasi aset perkebunan milik PTPN Group.
Subholding PalmCo dibentuk melalui penggabungan anak usaha PTPN Group, yakni PTPN V, VI dan XIII, ke dalam PTPN IV sebagai entitas yang bertahan (surviving entity). Adapun subholding SupportingCo dibentuk melalui penggabungan anak usaha PTPN Group, yakni PTPN II, VII, VIII, IX, X, XI, XII, dan XIV, ke dalam PTPN I.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, aksi korporasi yang dilakukan PTPN Group lewat pembentukan dan integrasi subholding merupakan bentuk dukungan BUMN dalam memperkuat ketahanan ekonomi untuk melalui hilirisasi sektor pangan.
”Tujuan lainnya tentu untuk efisiensi dan peningkatan berbagai indikator keuangan serta operasional perseroan. Akan ada integrasi sistem, sumber daya manusia, operasional, keuangan, dan sebagainya, yang kami usahakan bisa selesai dalam waktu enam bulan,” ujar Kartika, Minggu (3/12/2023).
Pada 2026, PalmCo digadang-gadang bisa menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia dengan lahan seluas 700.000 hektar (ha) serta menghasilkan 3,3 juta ton CPO per tahun, 1,8 juta ton minyak goreng per tahun, dan 433.000 ton biodiesel per tahun. Minyak goreng yang dihasilkan diharapkan dapat memenuhi sekitar 30 persen dari total konsumsi minyak goreng di dalam negeri.
Sementara itu, SupportingCo akan menjadi perusahaan pengelola aset perkebunan yang mencakup kegiatan pemanfaatan aset perkebunan melalui optimalisasi dan divestasi aset, pengelolaan tanaman perkebunan, diversifikasi usaha lainnya, serta green business yang mampu memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Sebelumnya pada Agustus 2021, PTPN Group telah meleburkan 35 pabrik gula yang dikelola anak usaha PTPN Group ke dalam entitas PT Sinergi Gula Nusantara atau SugarCo. SugarCo ditargetkan bisa mendongkrak produksi gula kristal putih PTPN dari 786.000 ton menjadi 2,1 juta ton pada 2026.
Minyak goreng yang dihasilkan diharapkan dapat memenuhi sekitar 30 persen dari total konsumsi minyak goreng di dalam negeri.
Melalui siaran pers, Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III Muhammad Abdul Ghani menyampaikan, aksi korporasi pembentukan subholding PalmCo dan SupportingCo, menyusul kehadiran SugarCo, merupakan upaya perseroan untuk berkembang menghadapi persaingan global.
”Integrasi PTPN Group lewat SugarCo, PalmCo, dan SupportingCo memperkuat posisi perusahaan karena memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, di mana perusahaan didukung dengan pemanfaatan sumber daya lahan, sumber daya manusia, inovasi teknologi, serta digitalisasi yang unggul,” kata Ghani.
Sebagai salah satu upaya meraih peningkatan ekuitas, ketiga subholding akan berkomitmen untuk mengimplementasikan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam seluruh operasionalisasi bisnis. Hal ini dianggap penting untuk menjaga nilai-nilai yang selama ini dianut Holding Perkebunan Nusantara.
Dalam laporan agensi ESG internasional, Sustainalytics, yang dipublikasikan pada awal Juli 2023, PTPN III mendapat ESG Risk Rating sebesar 17,1, yang menempatkan perusahaan pada risiko rendah terkait dampak finansial yang signifikan dari faktor-faktor ESG.
Ghani menyampaikan bahwa transformasi yang dilakukan PTPN Group selama tiga tahun terakhir, yang berdampak signifikan pada peningkatan kinerja operasional dan finansial, tidak terlepas dari inisiatif-inisiatif ESG yang diterapkan.
”Dalam menjalankan seluruh bisnis dan aktivitas operasionalnya, perseroan senantiasa memastikan produk yang dihasilkan tidak hanya memberikan dampak ekonomi, tetapi juga memiliki dampak terhadap sosial dan lingkungan,” katanya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, meningkatnya produksi minyak goreng tidak menutup kemungkinan akan ancaman kelangkaan minyak goreng dan produk turunannya di pasar dalam negeri.
”Walaupun produksi CPO Indonesia tinggi, pengalaman lalu Indonesia pernah mengalami kelangkaan minyak goreng. Ini terjadi karena harga CPO mahal di luar negeri sehingga lebih menguntungkan untuk diekspor ke luar negeri. Akibatnya, CPO di dalam negeri langka,” ujarnya.
Selama ini jalur penjualan sawit petani mayoritas ke perusahaan swasta. Hal ini karena perusahaan swasta memiliki rantai pasok dan pengolahan sawit jadi CPO dan produk turunannya untuk kemudian diekspor. Oleh karena itu, kehadiran PalmCo dinilai bisa membantu meningkatkan kesejahteraan petani sekaligus memprioritaskan kebutuhan konsumsi dalam negeri.
Di sisi lain, kehadiran SupportingCo sebagai perusahaan khusus pengelola aset diharapkan dapat membuat lahan-lahan PTPN yang selama ini belum termanfaatkan akibat kendala modal bisa dioptimalkan untuk menopang kinerja PTPN Group.