Penyaluran KUR diproyeksikan tak sesuai target akibat masalah administrasi yang terlambat. Kendati demikain, pemerintah optimistis untuk menaikkan target penyaluran KUR tahun depan.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·4 menit baca
DOKUMENTASI KEMENKOP UKM
Para pembicara dalam Seminar Nasional Hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) Pelaksanaan KUR Tahun 2023, di Kemenkop dan UKM, Jakarta, Selasa (21/11/2023). Dari kiri, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, Kepala UKM Centre Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Zahra Kemala Nindita Murad, Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Agus Eko Nugroho, Asisten Deputi Pembiayaan Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Irene Swa Suryani, Kepala Keasistenan Utama IV Ombudsman RI Dahlena, serta Ketua Tim Kebijakan Peningkatan Kapasitas dan Ekonomi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Raden Muhammad Purnagunawan (paling kanan).
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR pada 2023 diperkirakan tidak mencapai target sebesar Rp 297 triliun. Di sisi lain, terdapat sejumlah penyalahgunaan KUR, baik oleh penerima pinjaman maupun lembaga penyalur pinjaman.
Mengutip data Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Kementerian Keuangan, realisasi penyaluran KUR hingga 20 November 2023 mencapai Rp 218,4 triliun atau 73,54 persen dari target yang ditetapkan. Padahal, target realisasi KUR tahun ini lebih kecil dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 373,17 triliun dengan capaian realisasi 97,95 persen.
Deputi Bidang Usaha Mikro, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Yulius memperkirakan, penyaluran KUR hingga akhir tahun ini mencapai 80 persen dari target atau sekitar Rp 237 triliun. Kendati demikian, dalam jangka waktu kurang dari dua bulan, pihaknya tetap mendorong penyaluran KUR dengan optimal.
”Masalahnya terkait kita mendiskusikan berapa subsidi bunga yang akan diberikan. Diskusinya cukup lama sehingga agak terlambat,” katanya dalam jumpa pers Seminar Nasional Hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) Pelaksanaan KUR Tahun 2023, di Kemenkop dan UKM, Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Sebagaimana diketahui, ketentuan besaran subsidi KUR tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 371 Tahun 2023 tentang Besaran Subsidi Bunga/Subsidi Marjin KUR yang dirilis per September 2023. Salah satu ketentuan tersebut mengatur suku bunga KUR supermikro sebesar 3 persen per tahun atau turun dibandingkan dengan regulasi sebelumnya yang sebesar 6 persen dengan plafon pinjaman maksimal Rp 10 juta.
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi penyaluran KUR oleh Kemenkop dan UKM terhadap 1.047 responden, ditemukan beberapa realisasi KUR yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ketentuan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No 1/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No 1/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR.
DOKUMENTASI KEMENKOP UKM
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Yulius dalam Seminar Nasional Hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) Pelaksanaan KUR Tahun 2023, di Kemenkop dan UKM, Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Beberapa temuan tersebut, antara lain, debitor KUR Mikro dan KUR Super Mikro dengan plafon hingga Rp 100 juta yang dikenakan agunan tambahan dan pengenaan agunan tidak wajar atau melebihi jumlah akad yang diterima oleh debitor KUR Kecil dengan plafon Rp 100 juta-Rp 500 juta. Selain itu, penyalahgunaan KUR, seperti merenovasi rumah, membeli kendaraan, dan meminjamkan kembali kredit yang diterima.
Lebih lanjut, Kemenkop dan UKM juga menemukan pengendapan dana KUR oleh beberapa bank dengan cara diblokir atau ditahan selama beberapa bulan sebagai jaminan. Lalu, ditemukan juga debitor KUR yang pada saat menerima kredit pernah atau sedang menerima kredit lain.
”Oleh sebab itu, administrasi akan kami perbaiki dan sosialisasi semakin kami dorong karena ternyata masih ada masyarakat yang belum paham betul mengenai KUR,” ujarnya.
Cerita-cerita UMKM yang naik kelas ini dapat menjadi pembelajaran bagi para pelaku UMKM lain. Di sisi lain, perlu juga penguatan layanan pengaduan bagi para pemangku kepentingan untuk memperkuat pengawasan dan evaluasi.
Dari hasil temuan tersebut, Kemenkop dan UKM memberikan sejumlah rekomendasi kepada penyalur KUR, salah satunya penguatan mekanisme internal lembaga penyalur KUR dalam memastikan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku serta mekanisme perbaikan jika terdapat ketidaksesuaian dalam pelaksanaannya. Penguatan sistem pengawasan pelaksanaan KUR juga perlu diperkuat untuk memastikan kesesuaian pelaksanaan pedoman penyaluran KUR.
Ketua Tim Kebijakan Peningkatan Kapasitas dan Ekonomi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Raden Muhammad Purnagunawan menambahkan, sistem pengawasan dan evaluasi penyaluran KUR tersebut perlu diperkuat. Salah satunya terkait skema pelaporan rutin yang disampaikan oleh setiap lembaga penyalur KUR kepada Kemenkop dan UKM terkait pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang naik kelas.
”Cerita-cerita UMKM yang naik kelas ini dapat menjadi pembelajaran bagi para pelaku UMKM lain. Di sisi lain, perlu juga penguatan layanan pengaduan bagi para pemangku kepentingan untuk memperkuat pengawasan dan evaluasi,” ucapnya.
Selain itu, evaluasi pelaksanaan program penyaluran KUR tersebut dapat ditinjau lebih lanjut lagi dengan melihat dampaknya terhadap peningkatan kesejahteraan dan produktivitas UMKM. Sebagai informasi, TNP2K diberi mandat untuk bekerja bersama dengan Kemenkop dan UKM dalam penguatan kebijakan terkait UMKM sebagai salah satu strategi peningkatan pendapatan masyarakat miskin dan rentan.
Tak realistis
Kendati capaian penyaluran kredit pada 2023 diperkirakan tidak mencapai target, pemerintah berencana untuk meningkatkan target pada tahun berikutnya. Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, target tersebut tidaklah realistis.
Pada periode selanjutnya, Tauhid memperkirakan, permintaan kredit tidak akan terakselerasi atau tumbuh di bawah 10 persen lantaran proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stagnan berkisar 5-5,1 persen. Apalagi, pada periode mendatang akan terjadi transisi dalam momentum tahun politik.
”Memang dalam menentukan target itu cenderung lebih tinggi daripada realisasi. Ada dua hal yang membuat target tidak tercapai, yakni target terlalu tinggi dan kinerja yang lemah. Tentu saja target harus dibuat serealistis mungkin dengan menghitung seberapa jauh kemampuan sumber daya untuk mencapai, anggaran, dukungan kelembagaan, atau inovasi dalam desain program,” ujarnya saat ditemui di Kemenkop dan UKM.
Menurut dia, tidak tercapainya target penyaluran KUR dapat dilihat dari kacamata fenomena ekonomi. Hal ini utamanya dipengaruhi oleh faktor menurunnya daya beli masyarakat sehingga mengakibatkan permintaan kredit UMKM makanan-minuman dan perdagangan menurun.
Faktor lain yang juga menjadi pemicu penurunan permintaan kredit tersebut ialah kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia beberapa waktu lalu. Selain itu, tren belanja masyarakat yang kini semakin marak menggunakan platform digital, seperti lokapasar, turut memperketat persaingan usaha sekaligus menekan sektor usaha.
”Di sisi lain, eskalasi kenaikan sektor bisnis pengguna KUR di supermikro relatif tertahan karena market terbatas dan mereka tidak mau naik kelas. Sebab, ada kecenderungan merasa cukup untuk mendapatkan uang tambahan dalam memenuhi kebutuhan dan tidak ada keinginan untuk memperbesar bisnis. Ini terlihat dari profil usia pelaku usaha yang mayoritas di atas 40 tahun. Eskalasi bisnis cenderung ke generasi muda,” ujarnya.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Produk aksesori ditawarkan dalam pameran produk karya anak bangsa di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengoptimalkan berbagai kebijakan insentif sebagai stimulus permintaan kredit KUR, seperti keringanan pajak, pembinaan gratis, serta insentif ekspor produk buatan UMKM. Terlebih, pemerintah memiliki insentif pajak terhadap industri yang terlibat program vokasi (super tax deduction) yang belum dioptimalkan dengan baik dan dapat dimanfaatkan untuk melatih para pelaku UMKM.
Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Agus Eko Nugroho menambahkan, pemberian subsidi KUR secara terus-menerus berpotensi menimbulkan ambiguitas terhadap risiko finansial UMKM. Sebab, hal ini dapat mengakibatkan para pelaku UMKM tidak dapat merefleksikan risiko bisnis yang sebenarnya.
”Selain itu, SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) juga tidak menggambarkan profil risiko UMKM yang sangat besar. Saat terjadi kredit macet, ada berbagai faktor eksternal yang tidak terekam melalui SLIK, seperti bencana alam, kematian, kesehatan keluarga, dan sebagainya,” tuturnya.