Mangkrak 17 Tahun, Proyek Pipa Gas Cirebon-Semarang Mulai Operasi Separuh Jalan
Mangkrak belasan tahun, proyek pipa transmisi gas Cirebon-Semarang mulai mengalirkan gas ke Kawasan Industri Kendal.
Sempat mangkrak selama 17 tahun, proyek pipa gas Cirebon-Semarang akhirnya mengalirkan gas ke Kawasan Industri Kendal (KIK) di Kendal, Jawa Tengah. Operasional tahap I ini berlaku untuk ruas Semarang-Batang. Selain pemanfaatan untuk industri, pipa gas Cirebon-Semarang juga untuk peningkatan jaringan gas rumah tangga serta menekan impor elpiji.
Mulai dikerjakan pada 2022 dengan menggunakan dana APBN, pembangunan pipa transmisi gas Cirebon-Semarang (Cisem) dikebut guna mengisi kebutuhan gas industri di Pulau Jawa dan Sumatera. Tahap I Cisem, Semarang-Batang (60 kilometer), selesai pada 2023 kemudian akan dilanjutkan pembangunan tahap II, yakni Batang-Cirebon (240 km).
Pengaliran gas bumi (gas-in) pipa transmisi Cisem-1 ke Kawasan Industri Kendal (KIK) dilaksanakan pada Jumat (17/11/2023). Pengaliran gas itu menjadi penanda dimulainya distribusi gas melalui pipa transmisi tersebut. Proyek Cisem ditujukan untuk mendorong pertumbuhan dan nilai tambah perekonomian nasional.
Baca juga: Seimbangkan Kepentingan Hulu-Hilir Gas Bumi
Setelah gas-in ke KIK, pipa Cisem-1 akan dikelola oleh Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (BBPMGB) Lemigas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bekerja sama dengan PT Pertamina Gas (Pertagas). Adapun penetapan tarif penyaluran gas (toll fee) akan dilakukan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menuturkan, dengan adanya peran langsung pemerintah dalam proyek Cisem, toll fee dapat ditekan. Hal itu diyakini dapat berdampak positif karena industri bisa mendapat harga gas yang relatif rendah. Dengan demikian, produktivitas dan daya saing industri bisa meningkat.
Selain itu, diharapkan ada peningkatan investasi dan penyerapan tenaga kerja. ”Pengaliran gas di Kawasan Industri Kendal masih permulaan untuk lima industri dan akan terus meningkat,” kata Tutuka, dikutip dari siaran pers, Jumat.
40 industri
Menurut data Kementerian ESDM, ada sekitar 40 industri yang berpotensi menggunakan gas dari pipa Cisem-1 di Kendal dan Batang. Di samping keuntungan bagi industri-industri, pipa gas Cisem juga akan memberikan nilai tambah bagi masyarakat melalui jaringan gas untuk rumah tangga (jargas).
”Setelah selesainya Pipa Cisem tahap II, diharapkan terdapat potensi gas untuk jargas minimal 5 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari) atau sekitar 300.000 rumah tangga. Khusus untuk Kendal, terdapat potensi jargas sekitar 10.000 rumah tangga,” ujar Tutuka.
Pipa gas itu memiliki diameter 20 inci dan panjang 60 kilometer.
Direktur Infrastruktur dan Teknologi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), subholding gas Pertamina, Harry Sidharta, mensyukuri terselesaikannya proyek pembangunan pipa Cisem tahap I. Guna mendukung pengaliran gas pipa Cisem-1, PGN membangun pipa distribusi yang mengalirkan gas dari Pipa Cisem-1 ke KIK, sepanjang 8 km.
”PGN berhasil menyelesaikan pembangunan pipa distribusi dari pipa Cisem menuju Kawasan Industri Kendal dan gas sudah dapat mengalir. Kami menaruh perhatian besar terhadap penyelesaian jaringan pipa ini karena dapat memenuhi kebutuhan energi gas bumi yang andal bagi penggunanya di KIK,” ujar Harry.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Laode Sulaeman menjelaskan, pekerjaan konstruksi terintegrasi rancang bangun pipa transmisi gas bumi Cisem-1 dilaksanakan berdasarkan anggaran tahun jamak, yakni 2022-2023. Pipa gas itu memiliki diameter 20 inci dan panjang 60 km.
Sempat mangkrak
Berdasarkan catatan Kompas, lelang proyek pipa transmisi gas Cisem dilakukan pada 2006 dan dimenangkan oleh PT Rekayasa Industri (Rekind). Lama mangkrak, peletakan batu pertama (groundbreaking) baru dilakukan pada Februari 2020. Namun, setelah itu masih menggantung. Pada Agustus 2020, di Semarang, BPH Migas menagih dan berharap Rekind segera mewujudkan proyek itu.
Kala itu, Rekind telah melaksanakan sejumlah tahapan teknis, termasuk detailed engineering design (DED), tetapi masih menunggu kepastian sumber gas dan badan usaha yang menjadi pengirim (gas shipper). Sementara pihak PGN siap menjadi gasshipper, tetapi terkendala pada kepastian permintaan (demand) akan gas (Kompas.id, 11/8/2020).
Beberapa bulan kemudian, Rekind memastikan mundur dari proyek Cisem. Sempat terjadi diskusi yang alot terkait siapa yang akan menggantikan Rekind, pemerintah melalui Kementerian ESDM pada 2021 memutuskan menggunakan dana APBN, mulai tahun anggaran (TA) 2022 dengan pelaksanaan tahun jamak.
Baca juga: Pipa Gas Cisem Tahap I Capai 96 Persen, Infrastruktur Lain Terus Dipacu
Di sisi lain, Proyek Strategis nasional Lapangan Unitisasi Jambaran Tiung Biru (JTB) di Bojonegoro, Jatim, juga selesai pada 2022 sehingga sumber gas akan melimpah untuk dimanfaatkan industri-industri, seperti KIK dan Kawasan Industri Terpadu Batang. Selama ini, sebelum Cisem dibangun, pipa gas dari Jatim baru tersambung sampai Semarang.
Selain proyek Cisem, Kementerian ESDM juga berencana membangun pipa transmisi ruas Sei Mangkei (Sumatera Utara)-Dumai (Riau) sepanjang sekitar 400 km. Di wilayah itu, selain terdapat kawasan industri, juga akan ada produksi baru gas bumi dari Blok Andaman di bagian utara Sumatera. Nantinya diharapkan akan tersambung pipa gas dari Aceh hingga Jatim.
Intervensi pemerintah
Pakar migas yang juga Guru Besar Bidang Perminyakan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Topan Herianto, yang dihubungi, Senin (20/11/2023), menuturkan, jika pemerintah tidak mengintervensi, proyek pipanisasi Cisem akan sulit direalisasikan. Sebab, akan saling tunggu dalam kepastian permintaan gas hingga tercapainya keekonomian.
”Kalau dibangun oleh pemerintah, toll fee bisa rendah sehingga akan masuk untuk bisnis. Namun, harapannya, tidak berhenti di situ. Beberapa lapangan gas di pantura Jawa, seperti Lapangan Mangkang (Semarang) milik Pertamina, juga mesti turut dikembangkan. Begitu juga dengan potensi shallow gas (gas dangkal) di Brebes,” ujar Topan.
Kalau dibangun oleh pemerintah, toll fee bisa rendah sehingga akan masuk untuk bisnis.
Lebih penting, kata Topan, yakni pengembangan jargas yang perlu semakin dipacu dengan tersambungnya pipa gas Cisem-1 atau dari Semarang ke Batang. Proyek itu mesti menjadi jawaban bagi kebutuhan mendasar masyarakat karena harga gas yang relatif terjangkau. Itu juga membantu pemerintah dalam mengurangi subsidi gas elpiji 3 kilogram.
”Kalau bisa, daerah-daerah yang dilewati pipa tersebut, seperti Semarang, Kendal, Batang, Pekalongan, jargasnya terus dikembangkan untuk masyarakat,” ujar Topan.
Bagaimanapun, menurut Topan, intervensi pemerintah melalui APBN menjadi kebijakan krusial untuk mengoptimalkan gas bumi agar dapat dimanfaatkan industri dan masyarakat. Yang utama, pipa gas dan pipa jargas tersambung dulu. Nantinya baru dikelola badan usaha yang berorientasi profit sehingga nantinya akan terus berkembang.
Cadangan melimpah
Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, menuturkan, Indonesia sejatinya memiliki cadangan gas melimpah. Namun, keterbatasan infrastruktur, yakni berupa pipa, menghambat perkembangan penyaluran gas alam.
”Tidak dibangunnya pipa-pipa gas membuat kita sangat tertinggal. Maka, upaya untuk melanjutkannya sekarang jadi hal positif, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan sumber gas,” kata Fahmy.
Ia menambahkan, tidak hanya untuk industri, pemerintah juga mesti mengembangkan jargas secara masif agar dapat dinikmati masyarakat. Kendati tak mudah, pengembangan jargas diharapkan bisa mengurangi ketergantungan pada elpiji, yang selama ini kebutuhan nasional mayoritas dipenuhi dengan impor.
Setelah pantura (Jawa), pembangunan pipa gas mesti terus dilanjutkan hingga kecukupan infrastrukturnya tersedia.
”Setelah pantura (Jawa), pembangunan pipa gas mesti terus dilanjutkan hingga kecukupan infrastrukturnya tersedia. Dengan demikian, harapannya semakin banyak masyarakat yang bisa mengakses lewat jargas,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, terdapat 871.645 rumah tangga yang tersambung jargas pada 2022. Dari data kumulatif ini, 72.000 rumah tangga adalah sambungan yang baru terpasang pada tahun tersebut. Sementara pada 2023, ditargetkan ada tambahan 400.000 sambungan sehingga kumulatif akan mencapai 1,3 juta sambungan rumah.
Gas bumi yang dihasilkan di Indonesia memiliki kandungan mayoritas metana (CH4), yakni 80-95 persen, lalu etana (C2H6) 5-15 persen. Sementara propana (C3H8) dan butana (C4H10) kurang dari 5 persen.
Adapun gas alam cair (liquified natural gas/LNG) ialah gas metana dengan komposisi 90 persen metana yang dicairkan pada tekanan atmosferik dan suhu -163 derajat celsius. Berbeda dengan elpiji (liquified petroleum gas/LPG) dengan komponen utama propana dan butana. Hal itu juga yang membuat mayoritas kebutuhan elpiji di Indonesia dipenuhi dengan impor.