Di tengah perkembangan industri asuransi, aspek perlindungan konsumen menjadi hal yang krusial.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aspek perlindungan konsumen menjadi hal utama untuk mengembangkan industri asuransi syariah. Dalam menjalankan bisnisnya, nilai-nilai syariah diharapkan dapat terus dipegang teguh sehingga industri asuransi syariah memiliki keunggulan kompetitif dan dapat berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam Grand Launching Allianz Syariah, di Jakarta, Kamis (16/11/2023). Turut hadir dalam acara tersebut, antara lain, Direktur Utama PT Allianz Life Syariah Indonesia (Allianz Syariah) Achmad Kusna Permana, Country Manager dan Direktur Utama Asuransi Allianz Life Indonesia Alexander Grenz, Regional Chief Executive Officer Allianz Asia Pacific Anusha Thavarajah, dan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono.
Wakil Presiden mengatakan, tantangan ke depan bagi industri asuransi semakin kompleks, terutama terkait pengelolaan risiko. Oleh sebab itu, industri asuransi syariah perlu menerapkan tata kelola yang baik, prinsip kehati-hatian dalam mengelola risiko, serta memegang teguh nilai-nilai syariah agar dapat memenuhi ekspektasi dan menjaga kepercayaan publik.
”Pastikan tata kelola industri dan perusahaan asuransi tetap dalam koridor regulasi otoritas yang berlaku. Inovasi produk-produk baru asuransi perlu didorong, tetapi tetap dilaporkan dan berizin resmi dari otoritas. Aspek kejujuran, keterbukaan, akuntabilitas, dan perlindungan nasabah juga merupakan prinsip-prinsip yang senantiasa harus dikedepankan,” katanya dalam sambutan.
Lalu, prinsip kehati-hatian dalam mengelola risiko investasi perlu dilakukan mengingat perekonomian global masih tidak menentu. Kesehatan keuangan perusahaan asuransi perlu dilakukan melalui pengelolaan keuangan secara efisien dan saksama serta tetap lincah dan adaptif terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat.
Secara khusus, Wapres turut menekankan aspek perlindungan data pribadi nasabah. Sebab, data Dana Moneter Internasional (IMF) pada 2020 menunjukkan, kerugian rata-rata tahunan akibat serangan siber yang dialami sektor keuangan global lebih dari Rp 1.400 triliun.
Selain itu, penerapan prinsip syariah dalam seluruh produk dan layanan kepada masyarakat juga perlu diperhatikan guna menjamin keamanan dan kenyamanan nasabah. Prinsip keadilan, keberlanjutan, serta distribusi risiko dan keuntungan yang relatif berimbang menjadi keunggulan kompetitif asuransi syariah yang harus ditonjolkan.
Asuransi syariah diharapkan bukan semata untuk memenuhi tuntunan agama, melainkan dapat dilihat dari keunggulan produk dan layanannya.
”Sebagai bagian dari industri asuransi, asuransi syariah membawa kemaslahatan besar bagi umat karena pengelolaan risikonya dibangun di atas prinsip kebersamaan sesuai dengan nilai-nilai syariah,” lanjut Wapres.
Dengan demikian, asuransi syariah diharapkan bukan semata untuk memenuhi tuntunan agama, melainkan dapat dilihat dari keunggulan produk dan layanannya. Di sisi lain, pemerintah bersama otoritas terkait mendukung pengembangan ekosistem keuangan syariah sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional, salah satunya melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Data OJK menunjukkan, total aset industri keuangan nonbank (IKNB) syariah pada tahun 2022 telah mencapai Rp 146,12 triliun atau tumbuh 20,88 persen secara tahunan. Dari sisi pangsa pasar, asuransi jiwa syariah hanya tercatat sebesar 5,62 persen sehingga menyisakan peluang potensi pasar yang besar.
Salah satu aturan turunan dalam UU P2SK tersebut mengamanatkan pemisahan atau spin-off unit usaha syariah (UUS) di industri perasuransian. Peraturan OJK No 11/2023 mengatur, pemisahan unit syariah dari perusahaan asuransi paling lambat 31 Desember 2026. Terkait mekanisme dan tata cara pemisahan, perubahan Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah (RKPUS) dilakukan paling lambat 31 Desember 2023.
”Berdirinya PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia sebagai hasil spin-off unit usaha syariah adalah bagian dari langkah panjang kita untuk memajukan dan memperkuat struktur ketahanan dan daya saing industri asuransi nasional. Harapannya, proses spin-off ini akan segera diikuti oleh perusahaan asuransi syariah lainnya yang telah memenuhi ketentuan OJK,” imbuh Ma’ruf Amin.
Sebelum memisahkan diri, Allianz Syariah mencatatkan pertumbuhan premi asuransi (annualized premium equivalent/APE) sebesar 47 persen secara tahunan dengan pangsa pasar mencapai 22,8 persen pada kuartal III-2023. Pada periode yang sama, total santunan asuransi (klaim) dan pembayaran manfaat tercatat Rp 890 miliar dengan 61 persennya merupakan klaim asuransi.
Direktur Utama Allianz Life Syariah Achmad K Permana menambahkan, pemisahan UUS dari Allianz Life tersebut merupakan komitmen perusahaan untuk menggarap lini syariah dengan lebih serius. Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan keunggulan perusahaan, meliputi aspek infrastruktur, permodalan, sumber daya, dan teknologi.
”Kan 2026 itu adalah batas akhir, antara mau spin-off atau portofolionya harus dilepaskan. Nah, kita ingin menunjukkan duluan bahwa tanpa ada itu (batas waktu) pun kita sudah serius melakukan spin-off. Yang kedua, dengan kita melakukan spin-off dari grup (Allianz Life) juga melihat ini sudah satu entitas dan harus dibesarkan,” ujarnya.
Menurut Achmad, Allianz Syariah akan tetap mampu mencatatkan pertumbuhan positif sebesar dua digit di atas rata-rata industri pada tahun depan kendati tidak sebesar pertumbuhan tahun ini. Dengan adanya pemisahan UUS tersebut, perusahaan diharapkan lebih lincah dalam mengembangkan potensi pasar.
Terkait dengan produk asuransi, Allianz Syariah akan mengeluarkan produk yang menyasar mulai dari sektor premium, menengah, hingga mikro. Kendati preminya tidak terlalu besar dibandingkan sektor premium, sektor mikro menjadi salah satu target pemasaran sebagai upaya untuk penetrasi pasar.
Saat ini, penerima manfaat Allianz Syariah tercatat lebih dari 120.000 peserta individu dan 9 juta peserta asuransi mikro yang total preminya mencapai sekitar Rp 6 miliar. ”Jadi, premium, menengah sampai ke mikro, kita akan garap. Melalui syariah, kita bekerja sama dengan beberapa bank yang masuk ke mikro karena salah satu misi kita juga untuk berikan perlindungan di semua segmen,” imbuhnya.
Salah satu upaya untuk menjangkau seluruh segmen tersebut, Allianz Syariah mencanangkan Gerakan Mengasuransikan 10.000 masyarakat Indonesia. Program tersebut menjadi bagian dari gerakan literasi asuransi syariah di Indonesia.
Berdasarkan Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022 yang dilakukan oleh OJK, tingkat literasi keuangan syariah baru mencapai 9,14 persen dengan inklusi keuangan sebesar 12,2 persen. Jumlah tersebut jauh di bawah tingkat indeks literasi keuangan nasional sebesar 49,68 persen dan inklusi keuangan nasional sebesar 85,10 persen.