Aksi Solidaritas untuk Palestina di Pusaran Kontak Dagang Indonesia-Israel
Di tengah gemuruh gerakan solidaritas untuk masyarakat Palestina, kontak dagang antara Indonesia dan Israel tidak bisa dicegah karena kedua negara sama-sama menganut sistem perdagangan terbuka.
JAKARTA, KOMPAS — Perang antara Hamas dan Israel yang memicu bencana kemanusiaan di wilayah Gaza dan sekitarnya telah memantik gerakan solidaritas. Aksi memboikot produk Israel hingga donasi untuk warga Palestina marak dilakukan kalangan warga Indonesia.
Di tengah gencarnya aksi solidaritas berupa penggalangan donasi untuk Palestina hingga boikot produk yang disinyalir terafiliasi dengan Israel di dalam negeri beberapa waktu terakhir, aktivitas perdagangan, baik ekspor maupun impor, antara Israel dan Indonesia tetap menggeliat.
Kondisi tersebut sulit dielakkan karena globalisasi ekonomi menyebabkan peningkatan integrasi dan saling ketergantungan secara ekonomi di antara sesama negara penganut sistem perekonomian terbuka.
Meski Indonesia dan Israel tidak menjalin hubungan diplomatik, ekonom dan peneliti industri, perdagangan, dan investasi Institute for Development and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan, Indonesia tak bisa membatasi kemitraan dagang dengan negara mana pun.
”Dengan tidak memiliki hubungan diplomatik, bukan berarti secara ekonomi Indonesia dan Israel tidak boleh melakukan kontak dagang. Hal ini sifatnya business to business, jadi semua negara dianggap sebagai mitra dagang,” ujarnya di Jakarta, Kamis (16/11/2023)
Dari sisi ekspor, kemitraan dagang dengan negara lain diperlukan untuk memperluas basis pasar dari produk-produk yang diproduksi di dalam negeri. Sementara dari sisi impor, Indonesia membutuhkan mitra dagang untuk memenuhi pasokan produk atau bahan baku yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
Dalam konteks hubungan dagang dengan Israel, pasar Indonesia menyerap produk teknologi dan perkakas yang diproduksi atau dikirim dari Israel. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor produk Israel yang masuk ke Indonesia selama Januari hingga Oktober 2023 mencapai 16,97 juta dollar AS atau kira-kira Rp 264,34 miliar. Komoditas impor didominasi oleh mesin dan pesawat mekanik, peralatan listrik, serta perkakas dan perangkat potong.
Dibanding nilai impor, nilai ekspor Indonesia ke Israel pada periode yang sama jauh lebih tinggi atau mencapai 140,57 juta dollar AS (Rp 2,18 triliun). Komoditas yang paling banyak diekspor Indonesia ke Israel pada periode ini adalah minyak hewan atau nabati, alas kaki, serta perlengkapan elektrik dan bagiannya.
Berdasarkan nilainya, Heri menyimpulkan bahwa hubungan dagang Indonesia dan Israel tidak signifikan dalam mengangkat perekonomian kedua negara. Nilai surplus perdagangan Indonesia ke Israel hanya mencapai 3 persen dari surplus neraca perdagangan pada Oktober 2023 sebesar 3,48 miliar dollar.
Lebih jauh, Heri menjelaskan bahwa aktivitas dagang yang dilakukan antara Indonesia dan Israel bukanlah sebuah kemitraan yang terikat. Seandainya boikot dilakukan pada produk-produk impor yang memang secara langsung didatangkan dari Israel, negara tersebut akan dengan mudah mencari negara subtitusi untuk menyerap ekspor mereka.
”Artinya kalaupun nilai perdagangan antara Indonesia-Israel menjadi nol sekalipun, itu tidak akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan kedua negara,” kata ujarnya.
Dengan tidak memiliki hubungan diplomatik, bukan berarti secara ekonomi Indonesia dan Israel tidak boleh melakukan kontak dagang (Ahmad Heri Firdaus).
Jika hubungan perdagangan antara Indonesia dan Israel merenggang, pasar Indonesia dapat dengan mudah mencari produk subtitusi dari komoditas impor dari Israel, baik itu diproduksi dari dalam negeri maupun mencari penggantinya dari negara lain, seperti China.
Baca juga: Boikot Produk Israel: Antara Solidaritas Kemanusiaan dan Dampak Ekonomi Lokal
Adapun di sisi ekspor, Indonesia dapat menggarap potensi pasar di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara dengan mencari negara subtitusi tujuan ekspor dari komoditas yang selama ini biasa terserap di pasar konsumen Israel.
Dihubungi dalam kesempatan yang berbeda, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menilai, masih banyak potensi ceruk pasar di kawasan Timur Tengah yang bisa digali agar target ekspor tidak hanya terkonsentrasi di pasar tradisional, seperti Uni Eropa.
Eddy mengatakan, selain harga yang relatif lebih murah dari produk minyak nabati negara lain, minyak kelapa sawit Indonesia juga punya nilai tambah di mata konsumen pasar Timur Tengah karena mengandung antioksidan tinggi untuk mencegah kanker dan meningkatkan sistem imun tubuh.
”Potensi di kawasan Timur Tengah harus digali. Paling tidak harus terus membuka pasar baru, jadi apabila terjadi masalah dengan Eropa ada pasar lain yang dapat menggantikan,” ujarnya.
Boikot dan donasi
Sejak eskalasi konflik antara Hamas dan Israel di wilayah Gaza menjelma menjadi tragedi kemanusiaan, seruan boikot dari konsumen dalam negeri terhadap produk atau merek yang terafiliasi dengan negara Israel semakin mengemuka.
Gerakan sosial global bernama Boycott, Divestment, and Sanction (BDS) yang bermakna boikot, divestasi, dan sanksi yang muncul sejak 2005. Lambat laun, gerakan sosial BDS menyebar dan menarik simpati beragam pihak dari sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Berdasarkan hasil kajian Litbang Kompas, restoran makanan cepat saji McDonald’s, kedai kopi Starbucks, dan Unilever menjadi tiga perusahaan yang kerap masuk dalam daftar boikot yang tersebar di berbagai platform media sosial. Masyarakat yang gencar mengampanyekan aksi boikot menilai ketiga produk cenderung mendukung tindakan Pemerintah Israel.
Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono, menjelaskan bahwa logika dari gerakan boikot bertujuan memberikan tekanan secara ekonomi agar negara yang diboikot dapat mengubah putusan atau tindakan yang dinilai konsensus tidak adil dan tidak benar.
Masyarakat yang melakukan aksi boikot percaya bahwa tindakan mereka dapat memutus atau setidaknya menghambat pendapatan perusahaan sehingga berimbas pada sokongan dana terhadap Israel.
Namun, apabila ditelusuri lebih dalam, aliran dana yang jauh lebih besar didapat oleh Israel dari pinjaman luar negeri, penjualan migas, dan transaksi perangkat lunak untuk gawai.
Tidak hanya aksi boikot, gerakan solidaritas warga Indonesia terhadap korban kemanusian di Palestina atas konflik yang terjadi antara Israel dan Hamas juga terwujud dalam bentuk penggalangan dana.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Noor Achmad mengatakan, hingga saat ini bantuan Indonesia untuk rakyat Palestina tahap pertama telah melampaui target Rp 50 miliar. Pengumpulan donasi tahap pertama baru akan ditutup pada 30 November 2023.
Baca juga: Dukungan untuk Palestina, dari Mobilisasi Dana sampai Aksi Boikot
Saat ini, bantuan kemanusiaan berupa logistik dan sejumlah alat kesehatan seberat 51,5 ton dari Baznas bersama lembaga amil zakat, mitra, dan masyarakat Indonesia tahap pertama telah memasuki wilayah Gaza, Palestina, Sabtu (11/11/2023).
PT Rekso Nasional Food, pemegang waralaba McDonald’s yang selama ini dianggap terafiliasi dengan Israel, juga menyalurkan bantuan kemanusiaan sebesar Rp 1,5 miliar melalui Baznas. Bantuan itu akan digunakan untuk membeli sejumlah perlengkapan utama yang paling dibutuhkan, seperti obat-obatan, matras, selimut, alat kebersihan diri, perlengkapan bayi, dan peralatan makan.
HR & GS Director PT Rekso Nasional Food Yulianti Hadena dalam keterangan tertulis hari ini mengatakan, perusahaan berharap dapat melihat terwujudnya perdamaian dengan segera. Harapannya, tidak ada lagi warga sipil, terutama anak-anak dan wanita, yang menjadi korban mendukung upaya kemanusiaan di Gaza.