Animo Konsumen terhadap Festival Belanja 11.11 Berpotensi Berkurang
Hal yang paling berbahaya bagi pelaku bisnis, yaitu menjalankan diskon berpola karena berpotensi tidak lagi memikat konsumen.
JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari tiga perempat atau 77 persen konsumen di China, sesuai dengan laporan Bain & Company berjudul Singles Day edisi keempat, berencana mengurangi pengeluaran atau mempertahankan pengeluaran pada festival belanja Hari Lajang 11 November 2023. Tantangan ekonomi makro diduga menyebabkan konsumen menjadi lebih sadar terhadap nilai pengeluaran.
Festival belanja Hari Lajang 11 November atau sering disebut Promo 11.11 juga terjadi di negara lain. Salah satunya adalah Indonesia.
Kendati Alibaba yang memulai promo 11.11 pada 2009 untuk memenangkan pembeli daring dengan diskon dan promosi, platform e-dagang utama di China kini semuanya ambil bagian. JD.com bergabung dalam Promo 11.11 pada 2012. Pinduoduo milik PDD Holdings juga telah menjadi pemain penting dalam promo itu, menawarkan produk berbiaya rendah dalam persaingan dengan platform Tmall dan Taobao milik Alibaba.
Dalam laporan Singles Day edisi keempat yang dirilis pekan ini, Bain & Company menyurvei 3.000 orang di sejumlah kota China. Laporan edisi sebelumnya, yakni tahun lalu, juga menyurvei konsumen dalam jumlah yang sama.
Partner Bain & Company yang berkantor di Hong Kong, James Yang, dalam siaran pers yang dikutip Jumat (10/11/2023), di Jakarta, mengatakan, tingkat kehati-hatian dalam berbelanja saat 11.11 tahun 2023 sebanding dengan sentimen konsumen China tahun 2022. Pada laporan tahun 2022, 76 persen responden yang disurvei menyebutkan mengurangi atau mempertahankan jumlah pengeluaran pada festival belanja Hari Lajang.
”Tampaknya, ada faktor penyebab yang bersifat struktural yang memengaruhi keputusan responden seperti itu. Survei tahun ini menggali lebih dalam mengenai niat belanja umum setelah Hari Lajang dan 71 persen responden mengatakan kepada kami bahwa mereka akan memotong atau mempertahankan belanja ritel hingga akhir tahun 2023,” ujar James.
Dia menyampaikan, temuan menarik lainnya yaitu pergeseran perilaku konsumen China. Sebagian responden atau 35 persen dari total responden mengatakan bahwa mereka menunggu promosi yang lebih baik sambil menunggu uang mereka bertambah dulu. Kemudian, 18 persen responden mengincar penawaran dalam jumlah besar. Adapun 48 persen responden mengatakan akan memilih merek yang lebih murah atau beralih ke produk yang diproduksi oleh label privat.
Responden mengatakan, mereka cenderung membelanjakan barang-barang kebutuhan pokok seperti tisu, sabun cuci tangan, mi instan, dan makanan hewan. Mereka melakukan perdagangan dengan harga lebih murah dan membeli lebih sedikit barang-barang yang bersifat diskresi atau barang-barang bernilai besar, seperti peralatan rumah tangga dan furnitur. Namun, pada saat yang sama, mereka juga masih mencari kesenangan kecil di berbagai bidang, antara lain makan di luar dan bepergian.
Tren serupa terjadi di Asia Tenggara. Dalam survei terhadap 9.000 konsumen di wilayah itu pada pertengahan 2023, Bain & Company menemukan, 72 persen responden mengatakan akan memotong atau mempertahankan pengeluaran pada 2023. Mereka juga mengambil tindakan yang sama, seperti beralih ke merek yang lebih murah.
Mengutip Bloomberg, hasil penjualan saat festival belanja Hari Lajang besok Sabtu (11/11/2023) akan mencerminkan pendapatan perusahaan teknologi China di tengah lemahnya pertumbuhan domestik. China kembali mengalami deflasi pada Oktober 2023. Harga konsumen turun 0,2 persen setelah mendekati nol selama dua bulan. Kendati demikian, pada triwulan III-2023, pertumbuhan ekonomi negara itu masih 4,9 persen year on year.
Situasi seperti itu menjadi dasar laporan keuangan dari Alibaba Group Holding Ltd, JD.com Inc, dan Tencent Holdings Ltd. Ujian terbesar bagi mereka adalah festival belanja Hari Lajang, yang merupakan festival belanja paling penting di dunia.
Alibaba dan JD.com mencatat rekor penjualan 889,4 miliar yuan (122 miliar dollar AS) pada Promo 11.11 tahun 2021. Mereka tidak memublikasikan angka penjualan untuk pertama kalinya pada tahun lalu, ketika China sedang menghadapi tantangan pandemi Covid-19.
Di Indonesia, festival belanja Hari Lajang juga menjadi salah satu festival penting selain Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang jatuh pada 12 Desember. Sejumlah lokapasar, belakangan, juga kerap menggelar promo tanggal kembar per bulan setelah dua festival belanja itu.
Head of Communications Tokopedia (GoTo E-Commerce) Aditya Grasio Nelwan, Jumat (10/11/2023), mengatakan, Tokopedia sekarang tengah menggelar promo bertajuk War Diskon yang berlangsung setiap hari pukul 14.00, termasuk pada saat 11.11. Promo seperti ini diharapkan dapat mendongkrak penjualan mitra UMKM lokal.
Dia juga mengakui, Tokopedia menyelenggarakan promo saat tanggal kembar lain. Salah satunya yaitu 10.10 (10 Oktober). Dia mengklaim penjualan produk lokal kecantikan dan perawatan tubuh naik 12 kali lipat dibandingkan dengan transaksi harian pada September 2023.
Lazada Indonesia juga masih menggelar Promo 11.11, yang mana tahun 2023 berlangsung pada 11–15 November. Lokapasar ini mengumumkan bekerja sama dengan perusahaan pialang asuransi PT Bahtera Wahana Tritata (BWT)dan menggandeng perusahaan asuransi Mega untuk memberikan kupon diskon gratis. Senior Vice President Category Director Fast Moving Consumer Goods Lazada Indonesia Lia Kurts mengatakan, produk kecantikan merupakan salah satu kategori produk yang paling diminati.
Baca juga: ”Start Up” Hadapi Ketidakpastian Strategi Mencapai Profit
Promo berpola
Praktisi ekonomi digital Ignatius Untung berpendapat, pada dasarnya setiap konsumen beradaptasi, termasuk menyikapi diskon. Hal yang paling berbahaya bagi pelaku bisnis yaitu menjalankan diskon berpola karena berpotensi tidak lagi memikat konsumen.
”Kemudian, di Indonesia pernah ada isu pelaku e-dagang membuat promo diskon (saat festival belanja tanggal kembar) yang akal-akalan atau tidak transparan. Ini juga bisa membuat konsumen memutuskan untuk mengurangi atau mempertahankan nilai pengeluaran saat festival belanja daring tertentu,” ujarnya.
Chief Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan, saat ini terdapat indikasi melambatnya konsumsi masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah sejalan dengan naiknya harga bahan pokok. Meski demikian, masih terlalu dini untuk mengatakan melambatnya belanja online tersebut disebabkan oleh hal ini.
”Kami menduga terdapat beberapa penyebab lain. Misalnya, normalisasi mobilitas masyarakat sehingga mereka akhirnya memilih untuk belanja luring. Selain itu, pengurangan biaya insentif dan kenaikan biaya transaksi platform yang terjadi sekarang turut memengaruhi keputusan masyarakat untuk berbelanja di platform e-dagang,” ujar Josua.
Baca juga: Seimbangkan Bisnis, Lokapasar Kurangi Insentif dan Promo