Tambah Fasilitas Karbon, Inpex Ajukan Revisi Pengembangan Blok Masela
Inpex Masela berencana menambah fasilitas penangkapan karbon dalam pengembangan Blok Masela setelah masuknya Pertamina dan Petronas dalam proyek ini.
Oleh
RAYNARD KRISTIAN BONANIO PARDEDE
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Pengelola lapangan gas Blok Masela di kawasan Tanimbar, Maluku Tenggara, Inpex Masela, mengajukan rencana pembangunan fasilitas baru di proyek tersebut. Hal ini dilakukan setelah ada kepastian masuknya dua perusahaan baru yang mengambil hak partisipasi Shell di Blok Masela. Rencana eksplorasi potensi minyak dan gas di Maluku pun terus digencarkan.
Communication Relations Manager Inpex Masela Puri Minari menjelaskan, Inpex Masela sebagai pengelola Blok Masela tengah menunggu persetujuan revisi proyek pengembangan dari rencana Project of Development (POD) yang sebelumnya diajukan pada 2019 lalu setelah ada kepastian masuknya partner baru.
Pada Oktober 2023, Pertamina Hulu Energi (PHE) dan perusahaan minyak dan gas (migas) asal Malaysia, Petronas, resmi mengambil porsi kepemilikan hak partisipasi atau participating interest (PI) Blok Masela sebesar 35 persen dari perusahaan migas Inggris, Shell. Secara rinci, PHE memegang PI sebesar 20 persen, dan Petronas Masela memiliki PI sebesar 15 persen.
”Dengan adanya kepastian masuknya partner baru, kami ajukan revisi rencana pengembangan, sudah ada rekomendasi dari Satuan Kerja Khusus Migas, dan kini menunggu persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),” ucapnya secara daring di Ambon, Rabu (8/11/2023).
Dalam revisi tersebut, Inpex Masela mengajukan penambahan fasilitas penangkapan karbon atau carbon capture storage (CCS). CCS dinilai penting agar perusahaan dapat turut berpartisipasi dalam upaya transisi energi. Secara sederhana, dengan teknologi ini, emisi karbon yang dihasilkan kegiatan industri minyak dan gas (migas) akan ”ditangkap”, disimpan, lalu dialirkan kembali ke sumur migas untuk mendorong produksi.
Pembangunan fasilitas CCS ini membutuhkan biaya investasi tambahan sebesar 1,1-1,4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 20 triliun. Rencana ini pun berpotensi menambah total investasi pengembangan yang awalnya membutuhkan anggaran sekitar 19,8 miliar dollar AS atau Rp 294 triliun.
Alotnya proses pengambilalihan PI di Blok Masela membuat beberapa proyek pengerjaan tertunda. Kini, beberapa proyek akan dilanjutkan, seperti survei geologi-geofisika, pengembangan teknis Front End Engineering Design (FEED) dan Floating Production Storage Offloading (FPSO) untuk terminal gas lepas pantai. Pembangunan sistem Subsea Umbilicals Risers Flowlines (SURF) dan pipa ekspor gas juga akan dilanjutkan.
Pada 2019, Blok Masela sudah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional. Lapangan gas tersebut berada di Laut Arafuru atau 180 kilometer barat daya Kepulauan Tanimbar dengan permukaan laut sedalam 400-600 meter dan sumur gas dengan kedalaman 4.000 meter.
Kepastian masuknya Pertamina dan Petronas mendorong kita untuk melanjutkan program pengembangan Blok Masela yang tertunda.
Kapasitas gas yang ada di Blok Masela tercatat sebesar 9,5 juta ton gas alam cair per tahun, 150 juta kaki kubik gas pipa per hari, dan kondensat sebesar 35.000 barel per hari.
Proyek ini membutuhkan fasilitas pipa gas sepanjang 180 kilometer serta melalui palung sedalam hingga 1,3 kilometer. Hal ini dinilai menjadi alasan besarnya investasi yang dibutuhkan. ”Pengembangan proyek ini kami lanjutkan setelah hampir dua tahun tertunda,” ujarnya.
Direktur Utama PHE Wiko Migantoro menjelaskan, penerapan teknologi CCS menjadi upaya mendukung program pemerintah mengurangi emisi karbon hingga tahun 2060. Kompleksitas pengembangan Blok Masela membuat proyek ini berpotensi menyerap hingga 10.000 tenaga kerja. Ia menyebut, pihaknya telah memiliki pengalaman yang banyak dalam kegiatan eksplorasi, pengembangan, dan produksi migas di laut dalam.
”PHE, Petronas, dan Inpex akan bekerja sama mempercepat pengembangan lapangan abadi Blok Masela ini,” ujarnya.
Selain di kawasan Masela, eksplorasi juga tengah dilakukan di wilayah lain. Chief Representative Balam Energy Pte Ltd Ledy Febriana menjelaskan, pihaknya terus mengeksplorasi potensi migas di wilayah Pulau Seram, Maluku. Pihaknya memiliki kontrak kerja sama dengan pemerintah selama 30 tahun yang dimulai sejak 2018.
Tahun 2020, Balam telah melakukan survei seismik laut sepanjang 664 kilometer di perairan Kobi dan Bula, Seram Bagian Timur, Maluku. Tahun 2022, pihaknya juga telah menyelesaikan survei seismik darat sepanjang 200 kilometer di daratan Kobi, Waru, dan Tanah Baru. Selain itu, dari hasil survei seismik yang sebelumnya dilakukan, terdapat potensi migas besar di kawasan Wahai.
”Hasil dari survei seismik darat di Kobi ada potensi migas di kedalaman 4.000 meter, sementara di Waru ada di kedalaman 3.000 meter, dan Tanah Baru di kedalaman 3.400 meter,” ujarnya.