Dukungan untuk Palestina, dari Mobilisasi Dana hingga Gerakan Boikot
Gerakan berdonasi hingga boikot kembali marak di kalangan warga Indonesia dalam menanggapi perang antara Hamas dan Israel. Seberapa jauh gerakan ini dapat memberi dampak?
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Perang antara Hamas dan Israel yang telah berlangsung sebulan banyak memakan korban warga sipil di wilayah Gaza. Tagar #IndonesiaBelaPalestina yang sempat menduduki nomor satu trending topic Indonesia di media sosial X hingga puncak aksi bela kemanusiaan di Jakarta pada Minggu (5/11/2023) lalu menunjukkan simpati warga terhadap krisis berulang tersebut.
Tidak hanya menyuarakan kepedulian, sebagian warga juga memilih berdonasi untuk membantu korban perang. Army Indonesia, komunitas penggemar kelompok band Korea Selatan, BTS, di Tanah Air, misalnya, berhasil mengumpulkan dana senilai Rp 1,02 miliar dalam waktu singkat, 18-21 Oktober 2023. Lebih dari 20.000 donatur menyumbangkan uang mulai dari Rp 10.000 hingga ratusan ribu rupiah.
Pantauan Kompas di situs penghimpun donasi, solusipeduli.org milik Human Initiative, Rabu (8/11/2023), sebagian dana itu saat ini telah disalurkan kepada ratusan penyintas perang dalam bentuk perlengkapan medis.
Baru-baru ini, PT Rekso Nasional Food, pemegang waralaba McDonald’s di Indonesia, juga menyalurkan bantuan kemanusiaan sebesar Rp 1,5 miliar melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Bantuan itu akan digunakan untuk membeli sejumlah perlengkapan utama yang paling dibutuhkan, seperti obat-obatan, matras, selimut, alat kebersihan diri, perlengkapan bayi, dan peralatan makan.
HR & GS Director PT Rekso Nasional Food, Yulianti Hadena, dalam keterangan tertulis hari ini, mengatakan, perusahaan berharap dapat melihat terwujudnya perdamaian dengan segera. Harapannya, tidak ada lagi warga sipil, terutama anak-anak dan wanita, yang menjadi korban mendukung upaya kemanusiaan di Gaza.
Bantuan ini merupakan wujud nyata dari komitmen perusahaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, sekaligus langkah awal yang perusahaan lakukan untuk meringankan beban saudara kita di Palestina.
”
Kami sangat prihatin melihat semakin banyaknya warga yang terdampak akibat krisis kemanusiaan di Gaza. Bantuan ini merupakan wujud nyata dari komitmen perusahaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, sekaligus langkah awal yang perusahaan lakukan untuk meringankan beban saudara kita di Palestina,” tutur Yulianti.
Meski niat baik itu sudah ditunaikan, masih banyak warga yang mempertanyakan aksi restoran waralaba asal Amerika Serikat itu. Ini terlihat dari komentar netizen di unggahan terbaru mereka di Instagram @mcdonaldsid. Sentimen negatif terhadap keberpihakan McDonald's terpantau muncul sejak pertengahan Oktober 2023.
PT Rekso Nasional Food, pada 23 Oktober 2023, bahkan membuat pernyataan sikap terkait kontroversi yang dikeluarkan McDonald's Israel. Dalam keterangannya, mereka menyatakan, perusahaan yang memperkerjakan lebih dari 16.000 karyawan di seluruh Indonesia itu tidak terafiliasi dengan kegiatan operasional ataupun keputusan McDonald's di negara lain.
Sentimen negatif yang mengarah pada seruan boikot juga mengarah pada produk-produk yang terafiliasi negara-negara pendukung Israel. Beberapa di antaranya Starbucks, KFC, Burger King, iPhone, New Balance, Nike, dan lain sebagainya. Di Indonesia, beberapa produk tersebut dipasarkan oleh perusahaan yang menjadi emiten atau telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Sejak konflik meletus sebulan lalu, emiten yang memegang jenama-jenama tersebut mencatatkan penurunan kinerja saham, dibaca dari grafik di situs Investing.com. Salah satunya, saham PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) pemegang merek KFC yang tumbuh minus 6 persen dari posisi harga 794 ke harga 750. Padahal, sejak akhir Juni 2023, harga saham FAST selalu di atas level 780.
Kemudian, ada PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) yang harga sahamnya mengalami penurunan sekitar 17,02 persen persen dari harga 1.972 ke harga 1.655. MAPI diketahui menjual beragam produk ritel dengan merek, antara lain, Dominos Pizza, Krispy Kreme, Starbucks, Burger King, iPhone, New Balance, dan Nike.
Selanjutnya, ada PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), yang mendistribusikan merek ponsel AS, iPhone. Harga saham emiten ini minus 33,60 persen dari harga 432 ke 328. Saham ini terakhir menyentuh titik tersebut pada akhir 2020.
Menanggapi fenomena ini, Wakil Direktur Utama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Jahen Fachrul Rezki menilai, respons warga Indonesia terhadap konflik Hamas-Israel dalam bentuk kedermawanan bagus dilakukan. Gerakan ini dapat menjadi sentimen positif bagi status geopolitik Indonesia di mata dunia.
”Indonesia bisa dipandang positif secara geopolitik, khususnya di blok-blok yang allign dengan Palestina,” ujarnya kepada Kompas.
Bantuan dari donasi ataupun pendampingan sosial, menurut dia, berfungsi sebagai penyangga atas gejolak ekonomi yang terjadi karena krisis ekonomi, bencana alam, atau bencana kemanusiaan. ”Dampaknya bervariasi, tapi setidaknya bisa menjadi membantu kelompok yang terkena dampak,” lanjutnya.
Sementara itu, terkait arahan boikot, menurut dia, bisa
memberikan dampak terhadap nilai brand dari sebuah perusahaan. Sentimen negatif pada produk tertentu mungkin hanya akan memberi efek jangka pendek, seperti yang terjadi ke harga saham.
”Kalau sifatnya masif, bisa memberikan dampak jangka pendek bagi penjualan perusahaan. Kalau pemboikotan terjadi dalam jangka panjang, perusahaan baru akan kehilangan pelanggan dan tentunya berdampak terhadap pemasukan perusahaan,” ujarnya.
Dalam beberapa kasus di kondisi dan negara berbeda, gerakan boikot bisa sampai berpengaruh terhadap perdagangan ekspor. Temuan ini diteliti oleh Kilian Heilmann pada 2016. Ia menghitung, boikot produk asal Denmark oleh negara Muslim menyusul kontroversi komik Nabi Muhammad pada 2005/2006 menurunkan ekspor tahunan negara Skandivania itu sebesar 18,8 persen.
Kemudian, boikot China terhadap makanan Jepang karena konflik Pulau Senkaku/Diaoyu Island di 2012 menurunkan nilai ekspor hingga 2,7 persen dalam setahun. Heilmann juga menghitung dampak boikot produk Perancis di AS karena perang Irak di 2003. ”Intinya, ini butuh skala ekonomi besar. Kalau kecil, sepertinya tidak akan signifikan pengaruhnya,” ujar Jahen.