Asuransi Bermasalah Marak, Kepercayaan Publik Rendah
Pencabutan izin asuransi dan tindakan tegas dari otoritas terkait tidaklah cukup karena masyarakat membutuhkan jaminan dan kepastian hukum.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sederet pencabutan izin usaha perusahaan asuransi oleh Otoritas Jasa Keuangan mengindikasikan tingkat kerentanan masyarakat terhadap produk asuransi. Oleh sebab itu, aspek penjaminan, mekanisme gagal bayar, dan aspek peningkatan literasi dan inklusi keuangan penting diperhatikan oleh para pemangku kepentingan di tengah minimnya kepercayaan publik terhadap industri asuransi.
Selama ini, OJK telah mencabut izin usaha sejumlah perusahaan asruansi terkait upaya penyehatan, seperti PT Asuransi Recapital, PT Asuransi Parolamas, PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life), PT Asuransi Cigna, dan PT Asuransi Jiwa Kresna Life. Terakhir, OJK mencabut PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia (Indosurya Sukses) pada Kamis (2/11/2023).
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, saat dihubungi, Selasa (7/11/2023), mengatakan, kesehatan perusahaan asuransi itu diukur dengan menggunakan rasio permodalan yang diukur dari berbagai risiko (risk based capital/RBC). Berdasarkan ketentuan, perusahaan asuransi dinilai sehat apabila memiliki RBC minimal 120 persen.
Menurut ukuran tersebut, kini terdapat 10 perusahaan asuransi yang masuk dalam kategori bermasalah dan berada dalam pengawasan khusus OJK. Adapun sejumlah perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya tersebut merupakan perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan RBC.
”Kesadaran masyarakat masih rendah akibat hilangnya kepercayaan akibat kasus gagal bayarnya asuransi yang saat ini belum terselesaikan, seperti Jiwasraya, Bumiputera, Kresnalife, Wanaarta Life, dan Prolife. Meski literasi tinggi, tingkat inklusi atau keinginan masyarakat rendah karena banyak dikecewakan oleh kasus-kasus gagal bayar sehingga willingness to buy (kesediaan untuk membeli)tidak ada padahal pengetahuannya ada,” ujarnya.
Grafik menunjukkan tingkat penetrasi dan densitas industri asuransi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Sumber: Draf Roadmap Perasuransian Indonesia 2023-2027 OJK.
Irvan menilai, langkah OJK dengan peneguran dan pencabutan izin usaha jauh lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Namun, upaya tersebut belum cukup jika kasus-kasus gagal bayar yang sudah terjadi tidak diselesaikan dengan baik sehingga menyisakan permasalahan kepercayaan masyarakat.
”Paling penting sekarang pengembalian dana masyarakat yang belum bisa dibayar oleh perusahaan asuransi. Proses likuidasi akan makan waktu lama sehingga OJK harus memberi kesempatan bagi masyarakat untuk mengajukan kepailitan dan PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang). Pengajuan permohonan kepailitan dan PKPU itu setidaknya memberikan kepastian kepada masyarakat dalam jangka waktu 270 hari,” ujarnya.
Rasio-rasio keuangan (perusahaan) tentu tidak dalam kondisi yang baik, sehingga perusahaan ada dalam status pengawasan khusus, sehingga wajib menyampaikan rencana penyehatan keuangan berupa rencana tindak agar rasio-rasio tersebut menjadi baik.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK, OJK memiliki kewenangan penuh terkait permohonan kepailitan dan PKPU dari masyarakat. Namun, permohonan kepailitan dan PKPU itut selama ini ditolak oleh OJK dengan alasan akan menimbulkan dampak sistemik.
Di sisi lain, peta jalan industri perasuransian yang beberapa waktu lalu diluncurkan oleh OJK dan para pemangku kepentingan masih belum mencantumkan beberapa aspek krusial. Salah satunya adalah pembentukan lembaga penjamin polis sebagaimana diamanatkan dalam UU P2SK. Selain itu, mekanisme gagal bayar perusahaan asuransi dan upaya mendorong literasi-inklusi keuangan juga belum dibahas di dalam peta jalan tersebut.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses Lucky Siahaan, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (6/11/2023), mengonfirmasi terkait surat pencabutan izin usaha dari OJK tersebut. Lebih lanjut, pihaknya masih mempelajari poin-poin dalam surat yang diterimanya.
”Rasio-rasio keuangan (perusahaan) tentu tidak dalam kondisi yang baik, sehingga perusahaan ada dalam status pengawasan khusus, sehingga wajib menyampaikan rencana penyehatan keuangan berupa rencana tindak agar rasio-rasio tersebut menjadi baik,” ujarnya.
OJK menyebut, pencabutan izin usaha dilakukan dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan secara konsisten dan tegas agar industri asuransi sehat, tepercaya, dan sebagai perlindungan konsumen. Selain itu, OJK juga memberikan perintah tertulis yang menginstruksikan Henry Surya selaku pemegang saham pengendali Prolife untuk segera mengganti kerugian terhadap perusahaan.
Secara industri, akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama periode Januari-September 2023 mencapai Rp 228,51 triliun atau terkontraksi 1,57 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Lebih lanjut, permodalan industri asuransi terjaga dilihat dari RBC industri asuransi jiwa dan asuransi umum, masing-masing 451,23 persen dan 308,97 persen atau jauh di atas ketentuan sebesar 120 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menuturkan, beberapa perkembangan penyelesaian kasus perusahaan asuransi bermasalah, salah satunya Jiwasraya. Skema penyelamatan pemegang polis Jiwasraya telah mendapatkan persetujuan dari pemegang sahamnya, yakni Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan memberikan pilihan untuk mengikuti program restrukturisasi atau tetap berada di Jiwasraya dengan kondisi keuangan defisit.
Sejak ditawarkan, pemegang polis yang menyetujui restrukturisasi per 31 Agustus 2023 sebesar 99 persen dari seluruh pemegang polis. Jiwasraya tetap kembali menawarkan restrukturisasi kepada seluruh pemegang polis yang belum menetapkan pilihan, termasuk kepada pemegang polis yang telah menolak restrukturisasi,” katanya.
Dalam menyelesaikan pengalihan polis tersebut, restrukturisasi dialihkan ke IFG Life (PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia/BPUI). Rencana tersebut memuat rencana penambahan modal dari BPUI dan rencana fundraising BPUI untuk mempercepat penyelesaian pengalihan polis yang telah menyetujui restrukturisasi. Per September 2023 telah dialihkan liabilitas sebesar Rp 31,14 triliun atau 90,99 persen dari persetujuan pengalihan liabilitas.
Secara akumulatif, pertumbuhan premi asuransi jiwa membaik kendati terkontraksi sebesar 7,93 persen secara tahunan dengan nilai Rp 132,0 triliun per September 2023. Hal ini didorong oleh normalisasi kinerja pendapatan premi pada lini usaha Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI).