Banyak Investor Berjangka Komoditas Tak Paham Konsep Untung Rugi
Masyarakat yang alami kerugian saat berinvestasi ada yang menuntut ganti rugi atau menuduh kecurangan kepada perusahaan pialang atau Bappebti.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti menerima kurang dari 1 persen pengaduan nasabah perdagangan berjangka komoditas Sistem Perdagangan Alternatif setiap tahunnya. Pengaduan yang ditangani mayoritas terkait ketidakpahaman nasabah terhadap aturan perdagangan tersebut.
Pada 2023, ada 151 nasabah (0,49 persen) yang membuat pengaduan dari total 30.415 nasabah. Tahun sebelumnya, pada 2022, sebanyak 257 nasabah dari total 69.956 nasabah (0,36 persen) membuat aduan. Aduan ini terkait Sistem Perdagangan Alternatif (SPA), seperti di perdagangan atau investasi indeks emas, indeks valas, dan indeks harga saham.
Selama dua tahun, masih ada 185 aduan yang berproses. Mayoritas bursa tidak sepakat, sebagian kecil masih di tahap musyawarah dengan pialang atau mediasi di bursa berjangka.
Kepala Bappebti periode 2022-2023, Didid Noordiatmoko, ditemui di Jakarta, mengatakan, sebagian besar pengaduan yang sudah mereka klasifikasi terkait masalah ketidakpahaman nasabah pada produk berjangka komoditas itu. ”Mereka harus paham SPA. Kenyataannya, banyak yang tidak paham, tetapi tanda tangan (kontrak). Kalau sudah tanda tangan, kan, ada perikatan,” kata pria yang mengakhiri statusnya sebagai pejabat tinggi lembaga itu hari ini, Rabu (1/11/2023).
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan Bappebti Aldison menambahkan, aduan itu banyak dilayangkan ketika nasabah mengalami kerugian saat berinvestasi. Mereka lalu menuntut ganti rugi atau menuduh kecurangan kepada perusahaan pialang atau Bappebti selaku pengawas perdagangan berjangka komoditas.
”Sekarang, kan, banyak tawaran (investasi) lewat iklan masuk ke kita. Kemudian, kita tertarik mentransfer sejumlah uang ke akun itu. Kalau enggak terjadi (keuntungan), kita akan marah karena janji tidak terpenuhi atau tidak sesuai yang diiklankan. Sesederhana itu sebenarnya pengaduan-pengaduan yang terjadi,” paparnya saat ditemui di kantornya.
Bagaimana pun, katanya, Bappebti akan menerima apa pun aduan nasabah ke mereka dan membantu menyelesaikan perselisihan secara perdata. Serangkaian pemeriksaan akan dilakukan kepada nasabah itu sendiri dan perusahaan pialang lewat negosiasi sebelum naik ke tahap mediasi bursa.
Ketika mediasi bursa tidak tercapai, Bappebti akan melakukan prosedur pemeriksaan. Dari sana, bisa terbit sanksi administratif, penyidikan, hingga pengadilan perdata atau bahkan pidana di lembaga peradilan.
Mitigasi potensi kerugian
Untuk menangani pengaduan-pengaduan tersebut, Didid menjelaskan, ia sempat melakukan moratorium perizinan SPA selama setahun sampai Agustus 2023. Selama periode itu, Bappebti mematangkan
Peraturan Bappebti Nomor 6 Tahun 2023 tentang Sistem Perdagangan Alternatif.
Didid mengatakan, beleid itu antara lain memuat perbaikan sistem penandatanganan kontrak oleh nasabah di sistem yang disediakan perusahaan pialang.
”Itu kami perbaiki dengan membuat voice and face recognition, mereka baca (aturan), kita rekam. Kami berupaya agar orang enggak keceblos, baca dulu dan di-record (direkam). Itu supaya yang enggak tahu-menahu enggak asal main aja,” ujarnya.
Perbaikan lainnya juga banyak ditekankan pada perusahaan pialang. Pertama, memperbaiki struktur permodalan dari pelaku SPA untuk meningkatkan kualifikasinya. Permodalan bagi penyelenggara SPA sejumlah Rp 40 miliar dan untuk mempertahankan ekuitas paling sedikit Rp 35 miliar. Sementara, bagi peserta SPA, modal disetor senilai Rp 30 miliar dan mempertahankan ekuitas paling sedikit Rp 25 miliar.
Bappebti juga melakukan pengawasan dengan sistem rating terhadap pialang. Penilaian antara lain berdasarkan kinerja, sedikitnya pengaduan, dan penanganan pengaduan yang baik. Selain itu, pelaku SPA juga wajib memperbaiki sistem mereka dengan sertifikasi ISO 27001.
”Artinya, kalau ada ISO itu, aplikasi sudah certified. Kalau dia (perusahaan) intervensi macam-macam, akan keliatan di situ. Ini untuk menjaga dari kecurangan-kecurangan oleh para pelaku perdagangan berjangka,” kata Didid.
Sistem tersertifikasi itu, dicontohkan Didid, dapat mencegah kecurangan, seperti sistem menolak order transaksi (reject), sistem terlambat mengeksekusi order (delay), dan sistem menggandakan order dari yang diperintahkan dua menjadi empat order transaksi (split).
Kecurangan tersebut menjadi temuan dalam kasus yang dilaporkan investor bernama Sugiarto Hadi. Pada 2014, ia rugi hingga Rp 34 miliar saat berinvestasi perdagangan valuta asing atau trading foreign exchange (forex) melalui platform Metatrader. Sugiarto terdaftar sebagai pelaku pasar di PT MIF dan PT SAM.
Kecurangan itu terbukti juga setelah kerugian dilaporkan ke Ombudsman sejak 2022. Kasus Sugiarto menjadi satu dari 29 kasus yang diterima Ombudsman dari nasabah yang mengadukankecurangan di perusahaan pialang terhadap Bappebti. Ombudsman menyebut, pelapor itu mengalami kerugian total Rp 100 miliar.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, Senin (30/11/2023), menyampaikan, Bappebti memiliki tiga potensi malaadministrasi akibat laporan-laporan tersebut, yaitu pengabaian kewajiban hukum, penyimpangan prosedur, dan penundaan berlarut. Hal ini didasarkan pada Pasal 68 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
”Bappebti diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perdangan berjangka komoditas berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata Yeka.