Industrialisasi Berkelanjutan Berbasis Manufaktur untuk Generasi Indonesia Maju
Kompas100 CEO Forum edisi ke-14 mengampanyekan industrialisasi berkelanjutan berbasis manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja untuk Indonesia maju.
Harian Kompas kembali menggelar event tahunan, Kompas100 CEO Forum. Tahun ini, platform para CEO dengan sejumlah pemangku kepentingan kunci guna membahas tema-tema faktual sekaligus saling berbagi informasi relevan tersebut memasuki edisi ke-14.
Rangkaian kegiatan Kompas100 CEO Forum Powered by PLN tahun ini mengusung tema, ”Melaju Menuju Indonesia Emas”. Rangkaian kegiatan dimulai sejak pekan ketiga Oktober 2023 dan akan berlangsung hingga November 2023. Puncaknya adalah diskusi panel di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, 1 November 2023, dan kegiatan para CEO dan Presiden Jokowi di lokasi Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur, 2 November 2023.
Di lokasi Ibu Kota Nusantara, Presiden Jokowi akan memberikan informasi mutakhir seputar pembangunan Ibu Kota Nusantara. Presiden juga akan berdialog dengan sekitar 100 CEO yang hadir di lokasi.
Baca Juga : Industrialisasi Indonesia
Sehari sebelumnya, Kompas100 CEO Forum akan menggelar diskusi panel menghadirkan lima menteri. Mereka meliputi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, serta Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas.
Diskusi akan disiarkan secara langsung melalui akun Harian Kompas di kanal Youtube mulai pukul 16.00 Wita atau 15.00 WIB. Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, akan memandu diskusi dengan tema, ”Industrialisasi Berkelanjutan Berbasis Manufaktur untuk Generasi Indonesia Maju”.
Pertanyaannya, mengapa industrialisasi berbasis manufaktur? Mengapa harian Kompas dan Kompas100 CEO Forum mengampanyekan industrialisasi berkelanjutan berbasis manufaktur untuk generasi Indonesia Maju?
Indonesia, seperti halnya semua bangsa di dunia, ingin menjadi negara maju alias berpendapatan atas. Namun, saat ini, hanya 83 dari 193 negara anggota PBB yang dalam kategori Bank Dunia masuk ke kasta itu. Selebihnya, masih di level pendapatan rendah dan menengah, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Industrialisasi Jadi Jalan Keluar dari Jebakan Negara Berpendapatan Menengah
Sejarah peradaban dunia sejak abad ke-18, membuktikan, adalah industrialisasi berbasis manufaktur yang efektif mengantar sejumlah bangsa mencapai status maju. Sudah banyak kajian mempelajari dampak industrialisasi berbasis manufaktur terhadap pembangunan ekonomi suatu negara.
Nicholas Kaldor, ekonom Universitas Cambridge, dalam bukunya (1967) yang berjudul, Faktor-faktor Strategis dalam Pembangunan Ekonomi, berpendapat, sektor industrilah yang berperan sebagai mesin pertumbuhan pada proses pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Alasannya, potensi pertumbuhan produktivitas paling tinggi pada sektor ini. Ketika industri dapat menggerakkan perekonomian dengan kebijakan yang tepat, sektor ini akan mentransformasi dan mendorong kebangkitan ekonomi.
Indonesia sejatinya tidak asing dengan industrialisasi. Bahkan, industrialisasi sudah berlangsung sejak pertengahan 1980-an pascaledakan harga minyak bumi. Sejak saat itu, struktur ekonomi Indonesia bertransformasi, dari pertanian ke industri.
Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian secara konsisten turun, sedangkan jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur dan jasa terus bertambah. Sejak saat itu, manufaktur menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Karakteristiknya berupa perubahan struktur tenaga kerja, turunnya investasi manufaktur, dan turunnya porsi kontribusi manufaktur dalam produk domestik bruto.
Namun, sayang, industrialisasi di Indonesia berlangsung dalam kurun waktu pendek dan tidak mencapai tingkat optimalnya. Pada awal 2000-an, industrialisasi sudah mentok. Struktur ekonomi nasional berubah terlalu dini, dari manufaktur ke jasa dan sektor-sektor informal.
Fenomena ini dikenal sebagai deindustrialisasi. Karakteristiknya berupa perubahan struktur tenaga kerja, turunnya investasi manufaktur, dan turunnya porsi kontribusi manufaktur dalam produk domestik bruto.
Persoalannya, mengutip salah satu laporan Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBBN (UNCTAD), deindustrialisasi yang berlangsung di Indonesia tergolong deindustrialisasi negatif. Fenomena ini mengindikasikan kinerja ekonomi yang buruk karena terjadi bukan karena dampak alami dari proses pembangunan yang cepat.
Sukti Dasgupta & Ajit Singh dalam risetnya (2006) bertajuk, ”Manufaktur, Jasa, dan Deindustrialisasi Prematur di Negara-negara Berkembang”, menyebutnya sebagai ”deindustrialisasi prematur”. Ini terjadi di sejumlah negara berkembang.
Sektor jasa yang tumbuh pada masa deindustrialisasi prematur tidak memiliki karakteristik sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimiliki oleh industri manufaktur. Karakteristik yang dimaksud meliputi peningkatan skala hasil, peningkatan cakupan produktivitas kumulatif, korelasi yang kuat dengan sektor lain, dan kemajuan teknologi.
Sektor jasa yang tumbuh pada masa deindustrialisasi prematur tidak memiliki karakteristik sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimiliki oleh industri manufaktur.
Deindustrialisasi negatif di Indonesia, masih mengutip laporan yang sama dari UNCTAD, disebabkan oleh guncangan faktor dalam negeri dan globalisasi. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap deindustrialisasi negatif, yaitu penurunan investasi modal tetap, penurunan kinerja perdagangan luar negeri, penurunan nilai impor bahan baku, membanjirnya produk impor khususnya barang konsumsi.
Studi Rasbin (2011) menunjukkan bahwa kurangnya infrastruktur, terbatasnya pasokan energi, melimpahnya pasokan bahan impor, terbatasnya pinjaman, banyaknya disinsentif di sektor industri, dan buruknya kinerja ekspor merupakan faktor penentu terjadinya deindustrialisasi di Indonesia.
Lantas pertanyaannya sekarang, bagaimana bangsa Indonesia mesti mengejar mimpinya menjadi negara maju setelah apa yang terjadi selama ini? Apakah industrialisasi berbasis manufaktur masih relevan dan efektif? Apakah revitalisasi industrialisasi berbasis manufaktur menjadi jalan bagi Indonesia untuk mencapai kemajuan? Atau ada jalur lainnya yang lebih efektif?
Jika pengalaman empirik berbagai negara maju sejak Revolusi Industri di Inggris pada 1760-1840 sampai tahun-tahun mutakhir menjadi rujukannya, industrialisasi berbasis manufaktur adalah jalannya. Sejumlah ekonom dalam negeri juga menegaskan hal ini dalam berbagai kesempatan.
Industrialisasi berbasis manufaktur yang menyerap tenaga kerja banyak harus menjadi backbone pembangunan menuju high income country.
Bukan berarti sektor lain ditinggalkan. Justru dengan menjadikan industri manufaktur sebagai tulang punggung perekonomian, sektor lainnya akan tumbuh maksimal dan berkesinambungan.
”Untuk negara berkembang seperti kita, sektor jasa yang lebih maju dari sektor manufaktur, punya beberapa implikasi. Pertama, menimbulkan problem ketimpangan. Kedua, akan membuat pertumbuhan stagnan karena peningkatan pendapatan tidak bersifat menyeluruh,” kata Agustinus Prasetyantoko.
Trajektori untuk Indonesia, Prasetyantoko menekankan, mau tidak mau memperkuat industri manufaktur supaya terjadi peningkatan pendapatan secara luas. Kenaikan pendapatan per kapita dengan sendirinya akan menciptakan permintaan di sektor jasa. ”Industrialisasi berbasis manufaktur yang menyerap tenaga kerja banyak harus menjadi backbone (tulang punggung) pembangunan menuju high income country,” kata dia.
Namun, dengan aksi iklim sebagai ”rezim pembangunan global”, industrialisasi yang bisa dikembangkan ke depan tidak bisa sama 100 persen dengan wajah industrialisasi sebagaimana telah dilakukan berbagai bangsa sejak Revolusi Industri di abad ke-18. Industri di milenium ke-3 tidak bisa tidak harus mendasarkan pada prinsip-prinsip keberlanjutan.
Untuk Indonesia yang memiliki bonus demografi selama 2030-2040 dan diperkirakan akan memiliki 324 juta orang penduduk pada 2045, industrialisasi juga mesti efektif menyerap banyak tenaga kerja dalam negeri.
Pada periode 2030-2040, penduduk usia produktif Indonesia diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Generasi Indonesia yang sehat, unggul, terampil, dan berkualitas, adalah motor industrialisasi.
Baca Juga: Arah Industrialisasi Indonesia
Maka agregasi dari itu semua adalah bahwa jalan efektif bagi Indonesia menuju kemajuan adalah melalui industrialisasi berkelanjutan berbasis manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja. Rezim global bernama perubahan iklim, transformasi digital, dan fragmentasi politik global, menjadi konteks yang akan menentukan arah dan laju Indonesia mencapai kemajuannya.
Diskusi panel menghadirkan lima menteri di Kota Balikpapan pada 1 November 2022 akan mengupas tema tersebut dari sejumlah perspektif. Sri Mulyani akan menjelaskan, politik anggaran pemerintah dalam mendorong industrialisasi berbasis manufaktur dan menyiapkan tenaga kerja terampil.
Suharso akan memaparkan tentang strategi industrialisasi berkelanjutan berbasis manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja guna mencapai Indonesia Maju. Terkait urusan menyiapkan generasi Indonesia yang sehat dan unggul untuk mengisi industrialisasi, Budi Gunadi Sadikin akan menyampaikan pandangan dan kebijakannya.
Sementara Budi Karya Sumadi akan menjelaskan kebijakan konektivitas untuk mengakselerasi industrialisasi berkelanjutan guna mencapai Indonesia Maju. Sementara Azwar Anas akan memaparkan kebijakan pemerintah dalam mendorong agar aparatur negara dan birokrasi efektif dan andal melayani dunia usaha.
Baca Juga: Dilema Industrialisasi Tambang di Era Transisi Energi
Saksikan siaran langsungnya di akun harian Kompas di kanal Youtube pada Rabu (1/11/2023) sore. Nantikan juga laporannya yang akan ditayangkan di Kompas.id pada Rabu (1/11/2023) malam dan di edisi cetak harian Kompas pada Kamis (2/11/2023).
Namun, bukan itu saja. Harian Kompas selama sepekan ini, sejak Senin hingga Jumat akan terus mengampanyekan industrialisasi berkelanjutan berbasis manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja sebagai jalan menuju Indonesia Maju dalam berbagai laporannya di Kompas.id dan edisi cetak. Ikuti!