Harga komputer jining ("laptop") bisa naik ratusan ribu rupiah. Kenaikan harga juga terjadi pada tetikus ("mouse") dan aksesoris lainnya.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga barang impor berupa elektronik dan telekomunikasi seperti komputer jinjing (laptop) dan peranti lainnya naik sebagai imbas melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat enam bulan terakhir. Pedagang ritel di toko luring kian bersaing dengan pedagang daring dan lonjakan impor produk murah asal China.
Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) telah terjadi dalam enam bulan terakhir sejak April hingga akhir Oktober ini. Jumat (27/10/2023) kemarin, mata uang rupiah ditutup melemah 19 poin ke posisi Rp 15.938. Menguatnya dollar AS ini pun telah berimbas pada harga barang-barang elektronik komunikasi dan informasi yang dijual ke ritel.
Toko penjualan laptop Gamer.id di Pusat Grosir Cililitan, Jakarta Timur, misalnya, telah menyesuaikan harga sejak Oktober. Rizky, salah satu penjual (sales) di toko itu, mengatakan, kenaikan harga itu lebih meluas daripada kenaikan harga dampak pandemi Covid-19 karena depresiasi rupiah juga membuat harga barang-barang aksesoris komputer jinjing meningkat.
”Harga laptop bisa naik ratusan ribu rupiah. Itu lumayan juga dan buat kami jualnya susah, apalagi kalau dibandingkan harga barang di online. Lalu, kenaikan harga enggak hanya laptop, tapi juga mouse dan aksesoris lainnya. Ada kenaikan harga per item Rp 50.000 sampai Rp 100.000,” ungkap Rizky, salah satu sales toko tersebut, ditemui Sabtu (28/10/2023).
Selain itu penjualan di toko laptop baru berbagai merek rendah karena sepinya pengunjung pusat perbelanjaan. ”Kebanyakan pembeli juga cari laptop di bawah Rp 10 juta,” imbuhnya.
Pedagang laptop dan aksesoris lainnya di mal yang sama, Hendro, juga mengakui, kesulitan menggerakkan penjualan karena makin mahalnya barang elektronik baru dan bekas serta rendahnya kunjungan pembeli. ”Dua bulan lalu sudah naikkan harga beberapa barang. Sebenarnya tergantung pemasok (supplier )juga. Kita ikut doang,” ujar pria yang sudah enam tahun membuka toko itu.
Layar komputer jinjing, misalnya, naik mencapai Rp 50.000 sampai dengan Rp 100.000. Komputer jinjing bekas dari pasar gelap, seperti dari Batam, Kepulauan Riau, yang ia jual lagi, juga ikut naik 10-15 persen. Padahal, komputer jinjing bekas itu kalau dijual kembali akan jatuh harganya, sehingga pembeli mempertimbangkan untuk tidak membeli komputer jinjing bekas impor.
”Pasar lesu. Daya beli masyarakat mulai turun karena dampak ekonomi juga. Pokoknya dua tiga bulan terakhir, pengunjung mal sedikit. Mungkin pada belanja di online karena lebih murah, gratis ongkir (ongkos kirim). Kita pun kadang kita beli di online juga karena barang sama, tetapi jauh lebih murah,” kata Hendro.
Daya beli masyarakat mulai turun karena dampak ekonomi juga. (Hendro)
Persaingan dengan pedagang daring juga menjadi kekhawatirannya karena banyak produk murah yang dijual langsung dari China. Peluang itu dinilai bisa dimanfaatkan lebih banyak oleh pedagang di platform daring yang tidak perlu memberi margin lebih pada harga penjualan, seperti yang dilakukan toko fisik.
Mengutip data realisasi ekspor-impor perangkat teknologi informasi dan komunikasi Kementerian Perdagangan, realisasi impor produk teknologi informasi dan komunikasi terus meningkat sejak 2020 hingga 2022. Pada 2022, nilai ekspor mencapai 8,54 miliar dollar AS, tertinggi sejak 2018 yang hanya 6,08 miliar dollar AS.
Pada semester I-2023, nilai impor perangkat teknologi informasi dan komunikasi sebesar 4,16 miliar dollar AS, lebih rendah dibanding periode sama tahun 2022 senilai 4,26 miliar dollar AS. Dari total tersebut, nilai impor mayoritas disumbang ponsel seluler (24,7 persen). Menyusul kemudian perangkat komunikasi lainnya (20,26 persen); laptop, notebook, dan sejenisnya (12,43 persen); PC, server, dan lainnya (11,22 persen).
Asal negara pengimpor produk ini pada periode Januari-Juni 2023 adalah China (65,84 persen), Singapura (8,05 persen), Malaysia (3,67 persen), dan Jepang (3,65 persen).
Bhima Yudhistira Adhinegara, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), berpendapat, pelemahan rupiah hingga 8,6 persen dalam enam bulan terakhir dipastikan akan perlahan memengaruhi kenaikan nilai penjualan barang impor semester depan.
”Yang dikhawatirkan konsumen memilih untuk mengurangi pembelian barang elektronik atau mencari harga barang substitusi dengan kualitas yang lebih rendah,” ujarnya saat dihubungi Minggu (29/10/2023).
Kenaikan nilai impor produk elektronik ini ke depan juga kemungkinan besar didorong impor yang membeludak dari China. Pascapandemi Covid-19, China diketahui mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ini mengakibatkan ”Negara Tirai Bambu” itu mengurangi stok barang mereka dan menjualnya ke Indonesia sebagai pasar terbesar dengan harga murah.
”Ke depan hal ini akan semakin marak karena kapasitas berlebih dari pabrik elektronik di China. Di satu sisi ini akan menyebabkan persaingan harga elektronik semakin ketat. Bagi konsumen, hal ini menguntungkan karena mereka bisa membeli barang dengan harga stabil atau lebih murah. Sementara, bagi produsen lokal, ini sangat merugikan karena harus memangkas margin untuk bisa bersaing dengan produk impor,” kata Bhima.