Fragmentasi Giring Dunia ke ”Ekonomi Kawan atau Lawan”
Menguatnya fragmentasi membuat faktor geopolitik mendikte investasi dan perdagangan.
Oleh
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
·2 menit baca
Mekanisme pasar sebagai rezim yang berlaku selama ini di bawah bayang-bayang menguatnya fragmentasi. Kini, ”rezim kawan atau lawan” mulai mendikte perekonomian.
Fragmentasi sebagai ”pandemi” setidaknya mulai muncul ke permukaan sejak 2020. Ini, misalnya, terdokumentasikan eksplisit dalam pidato yang dikemukakan Presiden Sidang Majelis Umum PBB Ke-74 Tijjani Muhammad Bande di New York, Amerika Serikat, 10 Juni 2020.
Dalam pidato berjudul ”Multilateralisme di Dunia yang Terfragmentasi”, Bande menyatakan, dunia semakin terpolarisasi. ”Ketegangan dan konflik geopolitik terus memengaruhi berbagai belahan dunia,” katanya.
Perang Ukraina-Rusia yang meletup pada Februari 2022 dan terus berkepanjangan menjadi tangga eskalasi fragmentasi dunia. Demikian pula dengan perang hegemoni antara AS dan China.
”Dunia terfragmentasi. Dulu, kalau bicara misalnya perdagangan dan investasi, mekanisme pasar yang berlaku. Tapi, sekarang tidak lagi,” kata pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, di ruang kerjanya, di Jakarta, Kamis (26/10/2023).
Dalam mekanisme pasar, investasi akan mencari lokasi aman dan paling menguntungkan. Perdagangan juga akan terjadi dalam kemitraan yang paling menguntungkan.
Namun, dengan menguatnya fragmentasi, faktor geopolitik mendikte investasi dan perdagangan. Ini, misalnya, terjadi ketika sejumlah perusahaan hengkang dari suatu negara karena persoalan geopolitik. Semua negara juga cenderung protektif.
Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas menggambarkan perubahan geopolitik yang tiba-tiba mengungkap persoalan besar tersembunyi. Ia memperingatkan bahwa dunia akan terpecah menjadi ”blok-blok ekonomi yang berbeda dengan ideologi, sistem politik, standar teknologi, sistem pembayaran dan perdagangan lintas batas, serta mata uang cadangan yang berbeda”.