Pemerintah Ingatkan Instagram untuk Tertibkan Akun Dagang Barang Ilegal
Pemerintah berharap Instagram kooperatif menertibkan akun-akun yang menjual barang ilegal. Berkaca dari regulasi Uni Eropa pada platform digital, pemerintah berhak menjadi ”gatekeeper” sebagai pemantau informasi.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menertibkan akun-akun yang menjual barang ilegal di Instagram, termasuk produk impor pakaian bekas. Namun, media sosial itu menolak permintaan pemerintah untuk melakukan penertiban dengan dalih hanya berperan sebagai platform dan tak bertanggung jawab atas konten di dalamnya.
Tim Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) menemukan akun yang masih berdagang pakaian impor bekas di Bandung, Jawa Barat. Pemerintah kemudian mendesak pihak Instagram menurunkan akun tersebut sebab menjual barang-barang ilegal.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, permintaan itu ditolak pihak Instagram. Alasannya, Instagram hanya berperan sebagai platform. Teten menyayangkan respons tersebut.
”Menjual barang selundupan itu ada pidananya. Jadi, kami ingin mereka punya komitmen itu dan perkembangan pengaturan platform di dunia sudah begitu. Platform itu harus bertanggung jawab terhadap konten yang ada di dalam platform itu,” tutur Teten di kantornya, Rabu (25/10/2023).
Berkaca dari Uni Eropa (UE) yang telah menerapkan Aksi Layanan Digital (Digital Services Act), seharusnya Instagram juga menerapkan etik tersebut. Walau Indonesia belum memiliki aturan serupa, pemerintah mengharapkan komitmen yang sama.
”Kan, mereka mau bisnis di sini. Ini, kan, mengganggu juga perekonomian Indonesia karena penjualan barang ilegal, selain memang dilarang, itu ada pidananya, juga akan merugikan,” kata Teten.
Saat ini, pemerintah akan memantau penjualan pakaian impor bekas. Sebab, kejadian ini bukan fenomena baru. Sebelumnya, platform mesin pencari Google juga pernah mempromosikan hal serupa. Imbauan pemerintah diindahkan sehingga raksasa teknologi itu menurunkan unggahan promosi pakaian bekas ilegal.
Kemenkop dan UKM telah melakukan operasi dengan Badan Reserse Kriminal Polri, Kementerian Perdagangan, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pakaian-pakaian ilegal yang diselundupkan. Pihaknya juga telah melapor kepada kepolisian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Dalam Negeri. Menurut rencana, barang-barang selundupan itu akan dimusnahkan.
Ketika dimintai konfirmasi terkait persoalan ini, perusahaan teknologi Meta yang menaungi Instagram menyatakan, pihaknya belum memiliki tanggapan khusus atas pernyataan Teten.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda memandang hal ini dalam dua perspektif. Pertama, pihak bea dan cukai sebagai otoritas penjaga lalu lintas barang antarnegara. Kedua, platform yang memfasilitasi jual-beli barang.
Bea dan cukai berperan utama menyortir barang yang masuk, mengidentifikasi legal atau ilegal. Pelabuhan-pelabuhan barang semestinya memiliki sistem yang baik untuk menilai status suatu barang, apakah memenuhi persyaratan atau tidak. ”Jika itu saja gampang dibuka, ya, penjualan barang ilegal dalam negeri enggak bisa diberantas,” ujar Nailul.
Platform, dalam hal ini Instagram, tak hanya menyediakan lapak, tetapi mampu mengatur perilaku penggunanya. Konten pornografi dapat disortir dan diturunkan. Semestinya hal serupa bisa berlaku untuk akun jual-beli barang ilegal.
Platform, dalam hal ini Instagram, tak hanya menyediakan lapak, tetapi mampu mengatur perilaku penggunanya. Konten pornografi dapat disortir dan diturunkan. Semestinya hal serupa bisa berlaku untuk akun jual-beli barang ilegal.
Oleh karena itu, perlu aturan mengenai social commerce agar barang dapat dicek apakah legal dan sesuai aturan dalam negeri. Platform lain, seperti Facebook, harus bisa mendukung mengikuti kebijakan dalam negeri Indonesia, termasuk melarang akun judi daring. ”Sebenarnya ini tentang keinginan dan dukungan dari platform saja, apakah mereka mau atau tidak,” kata Nailul.
Pemerintah sebagai ”gatekeeper”
Mengutip dari laman resmi UE, Digital Services Act (DSA)serta Digital Market Act (DMA) membentuk satu paket aturan yang berlaku di seluruh Uni Eropa. Ada dua tujuan dari penerapan aturan ini. Pertama, DSA dan DMA diharapkan menciptakan ruang digital yang lebih aman dengan hak-hak fundamental pengguna layanan yang terlindungi. Kedua, membentuk ruang yang mendorong inovasi, pertumbuhan, dan kompetisi, baik di Eropa maupun global.
Peraturan dalam DSA secara spesifik melibatkan perantara daring dan platform, antara lain lokapasar, jaringan sosial (social network), serta platform berbagi konten. Sementara DMA mencakup aturan-aturan ketika pemerintah berperan sebagai penjaga gerbang (gatekeeper)yang memantau informasi bagi khalayak.
Layanan daring juga disalahgunakan oleh sistem algoritma manipulatif untuk memperkuat persebaran disinformasi, serta tujuan-tujuan buruk lainnya.
Di balik beragam keuntungan transformasi digital, muncul sejumlah masalah. Beberapa di antaranya adalah perdagangan barang-barang ilegal serta layanan dan konten daring.
”Layanan daring juga disalahgunakan oleh sistem algoritma manipulatif untuk memperkuat persebaran disinformasi serta tujuan-tujuan buruk lainnya. Tantangan-tantangan serta cara platform mengatasinya berdampak signifikan pada hak fundamental daring,” ujar pihak UE secara tertulis.
Beberapa platform besar mengontrol ekosistem penting dalam digital ekonomi. Saat ini, mereka justru berperan sebagai gatekeeper dalam pasar digital dengan kemampuan sebagai pembuat aturan pribadi.
Situasi ini terkadang menciptakan kondisi tak adil untuk dunia bisnis yang memanfaatkan platform ini. Adapun bagi konsumen, pilihan mereka menjadi lebih sedikit.
UE mengadopsi kerangka hukum modern yang memastikan keselamatan pengguna secara daring. UE juga menciptakan tata kelola dengan perlindungan untuk hak-hak fundamental serta mengelola lingkungan platform yang adil dan terbuka.