Dari Beras sampai Properti, Pemerintah Gelontorkan Bantuan di Sisa Tahun Ini
Untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi akibat gejolak pasar keuangan dan pangan, pemerintah akan memberikan bantuan subsidi bagi masyarakat menengah-bawah. Meski beban belanja bertambah, APBN dinilai masih mampu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa saat memberikan keterangan pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/10/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi ekonomi kian diliputi ketidakpastian akibat pelemahan nilai tukar rupiah dan potensi inflasi pangan. Untuk menjaga daya beli masyarakat kelas menengah-bawah dan meredam inflasi, pemerintah akan menggelontorkan berbagai instrumen bantuan sosial dan subsidi mulai akhir tahun ini. Kendati beban belanja di APBN meningkat, defisit fiskal diyakini masih terjaga.
Bantuan diberikan dalam bentuk relaksasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan ditanggung pemerintah untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar, bantuan subsidi biaya administrasi sebesar Rp 4 juta untuk rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), perpanjangan bantuan beras 10 kilogram (kg), serta bantuan langsung tunai untuk masyarakat miskin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat ditemui di sela-sela acara BNI Investor Daily Summit 2023 di Jakarta, Selasa (24/10/2023), mengatakan, pemerintah sedang merancang peraturan menteri keuangan (PMK) yang akan mengatur berbagai kebijakan bantuan sosial dan subsidi itu. Menurut rencana, bantuan tersebut siap disalurkan mulai akhir tahun ini.
Keputusan itu diambil dalam rapat kabinet terbatas (ratas) yang digelar di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa siang. ”PMK-nya sedang disiapkan oleh menteri keuangan, kita targetkan akhir tahun ini bisa selesai. Begitu PMK siap, bantuannya langsung berlaku,” kata Airlangga.
Secara rinci, pemerintah akan memberikan bantuan bagi masyarakat kelas menengah-bawah di sektor properti dan pangan. Di sektor properti, pemerintah akan menanggung 100 persen PPN untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar. Bantuan ini akan diberikan mulai akhir tahun ini sampai tahun depan.
”PPN ditanggung pemerintah ini akan diberikan 100 persen sampai Juni 2024, lalu untuk Juni-Desember 2024 diberikan 50 persen,” ujarnya.
APBN juga dikerahkan untuk menyubsidi biaya administratif untuk pembelian rumah MBR sebesar Rp 4 juta. Bantuan ini juga diberikan sampai tahun depan. Umumnya, biaya administratif untuk pembelian rumah MBR sekitar Rp 13,3 juta.
BLT pangan
Di sektor pangan, pemerintah akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) untuk mengantisipasi fenomena El Nino. Jumlahnya Rp 200.000 per bulan per kelompok penerima manfaat (KPM) dari Program Keluarga Harapan (PKH) yang akan diberikan untuk dua bulan ke depan atau November-Desember 2023.
Bantuan penyaluran beras sebanyak 10 kg kepada 21,3 juta KPM untuk mengantisipasi dampak kekeringan akibat El Nino juga dilanjutkan. Sebelumnya, program bantuan penyaluran beras yang dimulai pada September 2023 itu diberikan hanya sampai November 2023.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, kondisi dunia yang sedang tidak baik-baik saja mengharuskan APBN kembali dikerahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat.
Risiko di depan mata bukan hanya pelemahan nilai tukar rupiah akibat gejolak di pasar keuangan global, yang saat ini sudah nyaris menyentuh Rp 16.000 per dollar AS. Pemerintah juga melihat potensi risiko lain yang bisa mengancam daya beli masyarakat dalam waktu dekat, yaitu kenaikan harga pangan.
Meski inflasi tahunan turun menjadi 2,28 persen pada September 2023, inflasi untuk komponen harga bergejolak, termasuk makanan (volatile food) meningkat. Beras bahkan menyumbangkan inflasi terbesar dan menyentuh angka tertinggi sejak tahun 2014.
Risiko inflasi pangan ini diperkeruh oleh kebijakan restriksi ekspor di beberapa negara, seperti India yang baru-baru ini membatasi ekspor berasnya. Tak hanya itu, produksi beras pun menurun di banyak negara.
Guna menjaga stabilitas harga pangan, pemerintah akan memprioritaskan belanja fiskal di sektor pangan di sisa tahun ini, salah satunya lewat perpanjangan bansos beras dan BLT El Nino. ”Kita sudah melakukan impor beras untuk memastikan suplai ada, tetapi kita ingin langkah yang lebih bold (berani) lagi. APBN memainkan peran penting di titik-titik krusial ini,” tutur Febrio.
Defisit terjaga
Berbagai bantuan dan subsidi itu berpotensi membuat belanja pemerintah membengkak. Apalagi, masih ada potensi naiknya belanja subsidi dan kompensasi energi akibat menguatnya harga minyak mentah dunia belakangan ini.
Meski demikian, Febrio meyakini, membengkaknya belanja itu tidak akan membuat defisit APBN membengkak di atas proyeksi. Sampai hari ini, ia tetap yakin arah defisit fiskal tahun ini tetap di bawah 2,3 persen, sesuai outlook (proyeksi) pemerintah.
Keuangan negara pun dinilai masih fleksibel untuk menanggung tambahan beban belanja di akhir tahun. Apalagi, sampai Agustus 2023, APBN masih mencatatkan surplus. ”Kita masih punya ruang untuk bermanuver. Kita siapkan beberapa instrumen agar APBN tetap sehat, sambil memastikan APBN digunakan untuk menjaga daya beli dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Ekonom senior Chatib Basri menilai, langkah pemerintah sudah tepat untuk mengerahkan APBN sebagai peredam guncangan di tengah ketidakpastian moneter dan pangan. ”Solusinya memang harus lewat fiskal. Saya tidak khawatir kalau harga BBM naik, yang saya khawatirkan itu kalau harga beras naik, karena itu sangat sensitif secara politik,” katanya.
Meski demikian, ia menilai pemerintah tetap perlu berhati-hati. Sebab, beban APBN akan lebih berat untuk mengantisipasi kenaikan harga komoditas pangan dan energi di saat yang sama.
”Implikasinya, kalau BBM tetap disubsidi, impornya terus naik, maka defisit transaksi berjalan kita akan naik dan ujung-ujungnya exchange rate (nilai tukar rupiah) akan kena. Ini memang situasi yang sangat kompleks sehingga kita harus benar-benar realistis soal apa yang bisa kita lakukan di tengah keterbatasan ini,” ujar Chatib.