Faktor Eksternal Terus Lemahkan Rupiah, Ekonomi Stabil
Beberapa momen internal diproyeksikan mengerek kurs rupiah, namun sentimen global lebih berdampak pada pelemahan rupiah.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah sepanjang Oktober 2023. Meski beberapa momen internal diproyeksikan mengerek kurs rupiah, sentimen global lebih banyak berdampak pada pelemahan rupiah dalam waktu menengah.
Senin (23/10/2023), kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) berada di level Rp 15.856 per dollar AS. Jika dibandingkan dengan kurs 29 September lalu senilai Rp 15.487, ada kenaikan 2,3 persen.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi pelemahan rupiah hari ini akan sementara direspons positif setelah pengumuman terpilihnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto, Minggu (22/10/2023).
”Terpilihnya Gibran sebagai calon wakil Prabowo membuat investor dalam negeri melakukan aksi jual terhadap dollar AS. Pasar merespons positif, rupiah dalam perdagangan Senin akan menguat walau tensi geopolitik di Timur Tengah terus memanas,” ujarnya.
Namun, Phintraco Sekuritas menganalisis, nilai tukar rupiah masih akan melanjutkan pelemahannya. ”Keputusan Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke 6 persen pada Jumat (20/10/2023) belum mampu menopang rupiah dari tekanan eksternal,” kata mereka.
Pekan lalu, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan atau BI-7 Day Repo Rate (BI7DRR) 25 basis poin ke level 6 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 18-19 Oktober 2023. Kenaikan suku bunga ini merupakan yang pertama kali sejak BI menaikkan suku bunga ke level 5,75 persen pada Januari 2023 dan mempertahankan di level tersebut hingga September 2023.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, keputusan BI menjadi langkah preemtif dalam memitigasi dampak inflasi luar yang melemahkan nilai tukar rupiah. Faktor luar yang melemahkan rupiah antara lain penguatan dollar AS karena kenaikan imbal balik obligasi 10 tahun AS sebesar 36 basis poin sepanjang bulan Oktober ini.
Keputusan Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke 6 persen pada Jumat (20/10/2023) belum mampu menopang rupiah dari tekanan eksternal. (Ibrahim Assuaibi)
Data ekonomi AS yang solid yang mendorong potensi The Fed juga kembali menaikkan suku bunga FFR (Federal Fund Rate) di triwulan IV-2023. Suku bunga itu berpotensi dipertahankan setidaknya hingga semester I-2024. Selain itu, tensi geopolitik yang meningkat antara Israel dan Hammas juga mendorong permintaan aset safe haven, seperti emas.
Sementara itu, sekalipun BI memutuskan untuk kembali mengetatkan kebijakan moneternya, tetapi BI masih melanjutkan mempertahankan stancekebijakan makroprudensial yang akomodatif sehingga dapat mendukung terjaganya likuiditas perbankan.
”Ini juga mentransmisi kenaikan suku bunga acuan BI terhadap suku bunga perbankan, terutama suku bunga kredit cenderung terbatas sehingga tetap mendukung momentum permintaan kredit perbankan,” kata Josua.
Seperti kondisi pada saat kenaikan suku bunga BI sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023 sebesar 225 basis poin, transmisi pada suku bunga perbankan terutama suku bunga kredit cenderung marginal mempertimbangkan kondisi likuiditas perbankan yang berlimpah.
Pelonggaran makroprudensial BI antara lain kebijakan insentif likuiditas makroprudensial terdapat tambahan likuiditas Rp 50 triliun dan baru terealisasi sekitar Rp 28,79 triliun sehingga masih ada potensi likuiditas naik. Kedua, menurunkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial dari 6 persen ke 5 persen dari dana pihak ketiga, yang juga akan berpotensi menambah likuiditas sebesar Rp 81 triliun. Ketiga, kebijakan DP 0 persen untuk kredit properti dan kendaraan bermotor, yang masih akan diperpanjang hingga akhir 2024.
”Kebijakan moneter akan tetap pro-stability agar dapat menahan dampak ketidakpastian ekonomi global dan tindakan preemptive dan forward looking dari risiko imported inflation. Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar dilakukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.