Pemerintah Belum Serius Realisasikan Program Substitusi Elpiji
Konsumsi elpiji bersubsidi dari tahun ke tahun terus naik, sementara di saat yang sama konsumsi elpiji nonsubsidi menurun. Pemerintah belum menemukan formula substitusi elpiji yang tepat untuk mengurangi impor elpiji.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah selama ini dinilai tidak serius dalam mengurangi ketergantungan elpiji lewat program substitusi elpiji. Indonesia masih mengimpor elpiji yang porsinya mencapai 75 persen dari total konsumsi elpiji nasional. Padahal, konsumsi elpiji bersubsidi terus naik dari tahun ke tahun, sementara konsumsi elpiji nonsubsidi terus menurun. Perlu komitmen dan pembenahan jangka panjang, termasuk diversifikasi energi pengganti elpiji.
Sebelumnya, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (12/10/2023), Presiden Joko Widodo memimpin rapat tertutup jaringan gas rumah tangga dan pendistribusian elpiji tabung 3 kilogram (subsidi). Salah satu yang dibahas ialah beban fiskal subsidi elpiji. Pada 2023, subsidi elpiji 3 kg dialokasikan Rp 117,85 triliun untuk 8 juta ton gas elpiji (Kompas, 13/10).
Realisasi volume penyaluran elpiji 3 kg meningkat setiap tahun. Pada 2019, realisasinya 6,84 juta metrik ton, tahun2020 7,14 juta metrik ton, dan 2021 sebanyak 7,46 juta metrik ton. Sementara pada 2022, realisasinya 7,8 juta metrik ton.
Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, dihubungi dari Jakarta, Jumat (13/10/2023), mengatakan, beban subsidi untuk elpiji memang besar. Apalagi dengan distribusi yang selama ini bersifat terbuka, penyalurannya belum tepat sasaran.
”Pemerintah selalu mewacanakan (energi) pengganti elpiji, tetapi tampaknya selama ini tak serius. Kalau sekarang mau diganti jargas (jaringan gas) perkotaan, terbatas pada masyarakat di sekitar sumber gas saja. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur juga mahal. Perlu diversifikasi (energi) untuk gantikan elpiji dan disertai komitmen jangka panjang,” ujar Fahmy.
Diversifikasi, kata Fahmy, melalui beragam energi alternatif harus dipacu guna mengurangi ketergantungan pada elpiji. Namun, itu harus lewat perencanaan matang disertai eksekusi yang optimal. Pengganti elpiji, misalnya, melalui program jargas yang mesti dipacu hingga gasifikasi batubara, termasuk dimetil eter (DME) yang sejauh ini berjalan lambat.
”Namun, masalah mendasar yang belum juga ada solusinya yakni keterbatasan infrastruktur jargas. Padahal, jargas sangat potensial karena gas bumi di Indonesia melimpah,” katanya.
Apabila pemerintah serius, kata Fahmy, kebijakan seharusnya bersifat jangka panjang dan tidak sepotong-sepotong. ”Perlu dipacu lewat APBN ataupun APBD oleh pemda. Harus bahu-membahu dalam mengembangkan jargas sebagai alternatif. Komitmen kuat, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, diperlukan,” ujarnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif di Jakarta, Jumat, mengatakan, skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk jargas belum berjalan meski telah didorong. Itu antara lain karena KPBU belum tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi melalui Jaringan Transmisi dan/atau Distribusi Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil.
”Sekarang perpresnya akan direvisi. Maka, kita bisa mengeroyok target pembangunan jargas yang sudah ditetapkan. Jadi, selain porsinya PGN (PT Perusahaan Gas Negara Tbk), KPBU ada. Kementerian ESDM mengharapkan ada anggaran dari APBN yang bersumber dari PNBP (penerimaan negara bukan pajak) kita bisa dipakai untuk membangun jargas,” ujarnya.
Arifin mengakui, realisasi jargas belum sesuai harapan. Dari target 4 juta sambungan jargas pada 2024, saat ini masih sekitar 800.000 sambungan. Oleh karena itu, perlu percepatan, salah satunya dengan cara ”mengeroyok” target itu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, dari seluruh sambungan jargas yang sudah ada, 241.000 sambungan didanai PGN dan sisanya digarap pemerintah. ”Sekarang diharapkan bisa ditingkatkan menjadi 2,5 juta (sambungan jargas), tetapi yang mengerjakan nanti pihak swasta atau pihak ketiga,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga akhir 2022, total 871.645 rumah tangga yang telah tersambung jargas. Di samping itu, pada 2022, sektor jargas menempati urutan kedua terbawah dalam porsi pemanfaatan gas bumi, yakni 10,93 miliar british thermal unit per hari (BBTUD). Tertinggi ialah industri dengan 1.611 BBTUD.
Penanak nasi listrik
Arifin menuturkan, upaya lain untuk mengurangi impor elpiji ialah dengan program penyaluran alat penanak nasi berbasis listrik atau rice cooker. Sebelumnya, aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penyediaan Alat Memasak Berbasis Listrik bagi Rumah Tangga, yang diundangkan pada 2 Oktober 2023.
Menurut rencana, sekitar 500.000 unit rice cooker akan disalurkan kepada warga yang memenuhi kriteria penerima pada tahun ini. ”Paling utama (tujuan program ini) adalah (mengatasi) defisit impor elpiji,” kata Arifin.
Pemerintah juga terus membenahi penyaluran elpiji subsidi agar tepat sasaran. Menurut Arifin, pada 2019, pembeli elpiji 12 kg atau nonsubsidi yakni sekitar 900.000 ton, tetapi kini malah turun menjadi 600.000 ton. Padahal, dengan meningkatnya perekonomian, konsumsi nonsubsidi seharusnya naik. ”Ada 1,5 juta ton barang (elpiji subsidi) yang keluar dari jalur distribusi sampai ke pengecer,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah dan PT Pertamina (Persero) memetakan konsumen-konsumen yang berhak mendapatkan subsidi elpiji, melalui pendataan (registrasi) mulai tahun ini. Menurut data Kementerian ESDM, per Juli 2023 ada sekitar 6,5 juta konsumen elpiji 3 kg telah bertransaksi dengan sistem berbasis website.
Pendataan dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) ditujukan agar elpiji 3 kg hanya dinikmati oleh kalangan yang berhak. Berdasarkan regulasi yang ada, pengguna elpiji 3 kg ialah rumah tangga, usaha mikro, nelayan sasaran, dan petani sasaran. Namun, pendistribusiannya masih secara terbuka sehingga dapat dinikmati oleh semua kalangan.