Meta Tawarkan Paket Berlangganan untuk Facebook dan Instagram
Agar pengguna bebas dari iklan, Meta menawarkan Facebook dan Instagram berlangganan bagi masyarakat Eropa. Ada yang memperkirakan, harga berlangganan Rp 215.000 per bulan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan induk media sosial Facebook dan Instagram, Meta, menawari publik Eropa pilihan berlangganan untuk membebaskan pengguna aplikasi mereka dari seliweran iklan. Jika layanan ini dihadirkan di Tanah Air, opsi itu diperkirakan tidak akan berpengaruh pada kebutuhan iklan digital.
Perusahaan yang dikepalai Mark Zuckerberg itu tengah berupaya mematuhi aturan Uni Eropa yang membatasi personalisasi iklan tanpa persetujuan pengguna. Aturan ini juga mengancam sumber pemasukan iklan di platform gratis mereka.
Mengutip Reuters, Selasa (3/10/2023), biaya berlangganan untuk aplikasi di ponsel itu masih didiskusikan. Beberapa sumber menyebut, harganya diperkirakan bisa mencapai 13 euro atau sekitar Rp 215.000 per bulan.
Bagi pemasang iklan, adanya layanan premium yang dilanggankan itu juga kemungkinan tidak akan mengurangi potensi penonton iklan.
Meski Indonesia tidak memiliki kebijakan seketat Uni Eropa, jika opsi itu ditawarkan di dalam negeri, pengamat ekonomi digital dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, berpendapat, pilihan konten eksklusif tidak akan berpengaruh pada kebutuhan beriklan masyarakat di media sosial Meta.
”Iklan hanya akan ada untuk pelanggan nonpremium yang jumlahnya masih akan lebih banyak dibandingkan yang premium. Pendapatan iklan tidak akan terganggu,” ujarnya, saat dihubungi, Sabtu (7/10/2023).
Bagi pemasang iklan, adanya layanan premium yang dilanggankan itu juga kemungkinan tidak akan mengurangi potensi penonton iklan. ”Saya rasa dengan skema iklan sekarang yang tertarget, tetap akan ada peluang bagi pemasang iklan untuk menggunakan iklan di Facebook maupun Instagram,” kata Nailul.
Berdasarkan data The Global Statistics 2023, Instagram dan Facebook menjadi platform media sosial paling populer dengan tingkat penggunaan oleh masyarakat di antara 81-85 persen, meninggalkan Tiktok di angka 63 persen dan Twitter di angka 58 persen. Estimasi jumlah pengguna aktif Instagram dan Facebook tahun ini masing-masing sebesar 173 juta pengguna dan 167 juta pengguna.
Laporan yang sama menemukan, media sosial digunakan orang Indonesia untuk berinteraksi dengan pemegang jenama produk yang mereka konsumsi atau gunakan. Hal ini juga mendorong 40 persen warga Indonesia terbiasa berbelanja daring.
”Ekspektasi mereka sangat tinggi ketika mencari dan berhubungan dengan pelaku usaha yang beriklan di media sosial. Pelaku usaha harus responsif, otentik, dan menarik ketika berinteraksi dengan konsumen online di media sosial agar dapat menjadi favorit pengguna,” kata laporan tersebut.
Tren ini ikut membuat marak kreator konten iklan atau pemengaruh (influencer). Menurut Survei Salesforce Marketing Cloud, lebih dari tiga perempat atau 77 persen pelaku bisnis mengatakan, mereka menggunakan pemengaruh untuk menjangkau pengguna potensial pada 2017. Angka itu meningkat dari hanya 53 persen pada 2015.
Ketergantungan pengguna media sosial dengan pengiklan membuat biaya iklan digital terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika menilik data di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, survei Ad Intel Nielsen melaporkan, nilai belanja iklan mencapai hampir 55 miliar dollar AS pada 2022. Biaya iklan itu dipelopori iklan digital, yang tumbuh 64 persen dibanding 2021.
Kenaikan belanja iklan digital itu mengungguli kenaikan biaya iklan luar ruang yang hanya 19 persen dan TV sebesar 6 persen. Seiring dengan kembalinya penonton ke bioskop, iklan bioskop juga pulih, tumbuh 131 persen. Sementara iklan radio turun 8 persen.
Kembali lagi, jika pada akhirnya media sosial milik Meta memasang layanan premium yang mengharuskan pengguna membayar uang lebih, peminatnya juga kemungkinan sedikit. Hal ini dapat dilihat dari pengeluaran biaya digital masyarakat yang masih terbatas.
Laporan survei kolaborasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan, 54,4 persen responden hanya mampu membayar Rp 50.000 sampai Rp 100.000 per bulan untuk paket internet. Sementara itu, masyarakat yang mengalokasikan biaya internet Rp 100.000 sampai dengan Rp 300.000 per bulan hanya 21,7 persen responden.