Harga Pertamax Naik, Tertinggi dalam Setahun Terakhir
Harga pertamax Rp 14.000 per liter ialah yang tertinggi dalam setahun terakhir atau sejak 30 September 2022. Sejumlah faktor yang memengaruhi yakni harga minyak mentah, harga rata-rata Mean of Platts Singapore, dan kurs.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM nonsubsidi, yakni jenis pertamax, pertamax turbo, dexlite, dan pertamina dex, per 1 Oktober 2023. Harga pertamax di Aceh, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, misalnya, naik dari Rp 13.300 per liter menjadi Rp 14.000 per liter atau tertinggi dalam setahun terakhir.
Dikutip dari situs Pertamina, harga pertamax turbo naik dari Rp 15.900 per liter menjadi Rp 16.600 per liter. Dexlite naik dari Rp 16.350 per liter menjadi Rp 17.200 per liter serta pertamina dex dari Rp 16.900 per liter menjadi Rp 17.900 per liter. Adapun pertamax green 95 naik dari Rp 15.000 per liter menjadi Rp 16.000 per liter.
Apabila harga pertamax di SPBU Rp 14.000 per liter, harga pertamax di Pertashop Rp 13.850 per liter. Sementara BBM bersubsidi, pertalite, harga tidak berubah, yakni Rp 10.000 per liter, dan harga biosolar Rp 6.800 per liter.
”Penyesuaian harga dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui SPBU,” tulis pernyataan Pertamina, Sabtu (29/9/2023) malam.
Catatan Kompas, harga Pertamax Rp 14.000 per liter ialah yang tertinggi dalam setahun terakhir. Pada 3 September 2022, seiring kenaikan harga pertalite dan biosolar, pemerintah juga menaikkan harga pertamax menjadi Rp 14.500 per liter. Bertahan hingga 30 September 2022, harga pertamax lalu turun menjadi Rp 13.900 per liter per 1 Oktober 2022.
Memasuki tahun 2023, seiring tren harga minyak mentah yang sempat menurun, harga pertamax sempat ikut turun. Pada 1 Juni 2023, misalnya, harga turun menjadi Rp 12.400 per liter. Namun, setelahnya kembali ada penyesuaian harga pertamax.
Menurut Trading Economics, sejak akhir Agustus 2023, harga minyak mentah kembali menanjak, dari 84,5 dollar AS per barel pada 29 Agustus 2023 menjadi 94,2 dollar AS pada 27 September 2023. Itu dampak dari pemangkasan produksi minyak oleh Arab Saudi dan Rusia, yang disepakati beberapa anggota OPEC (Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi) Plus.
Sementara itu, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS per 29 September 2023 adalah Rp 15.136. Selain ICP, penyesuaian harga BBM umumnya juga mengacu pada kurs rupiah, inflasi, serta rata-rata produk minyak olahan Mean of Platts Singapore (MOPS/argus).
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, Minggu (1/10/2023), membenarkan bahwa setidaknya dalam setahun terakhir harga pertamax sudah lebih intens mengikuti dinamika harga minyak mentah global. Oleh karena itu, penyesuaian harga per 1 Oktober 2023 juga mengikuti perkembangan yang terjadi.
”Harga (BBM) nonsubsidi itu sudah ada formula harganya dari pemerintah. Ada harga MOPS, ini dipengaruhi harga minyak mentah ataupun kurs,” kata Irto.
Antisipasi migrasi
Dengan adanya selisih sebesar Rp 4.000 antara pertalite dan pertamax, ada potensi migrasi pengguna dari pertamax ke pertalite yang berharga lebih murah. Pertamina pun berharap itu tidak terjadi. Di sisi lain, menurut Irto, para pengguna pertamax umumnya sudah memahami jenis BBM yang sesuai untuk kendaraannya.
”Harapannya konsumen pengguna BBM nonsubsidi tidak migrasi ke pertalite. Segmen ini umumnya memahami perlunya BBM yang sesuai dengan spesifikasi kendaraannya,” ujar Irto.
Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, dihubungi dari Jakarta, Minggu, menuturkan, pertamax memang merupakan jenis BBM yang harganya mengikuti mekanisme pasar. Saat harga minyak mentah naik, harga pertamax pun ikut naik.
Menurut dia, selama ada disparitas lebar antara harga pertamax dan pertalite, potensi migrasi cukup besar. ”Karena selisih harga itu, konsumen rasional akan pindah ke pertalite. Apabila itu terjadi, akan memperbesar porsi subsidi salah sasaran pertalite dan membebani APBN, mengingat pembatasan saat ini belum dilakukan,” tuturnya.
Catatan Kompas, harga Pertamax Rp 14.000 per liter ialah yang tertinggi dalam setahun terakhir. Pada 3 September 2022, seiring kenaikan harga pertalite dan biosolar, pemerintah juga menaikkan harga pertamax menjadi Rp 14.500 per liter.
Pembatasan pertalite, hanya bagi warga kalangan mampu, dinilainya sebagai upaya paling efektif yang dapat dilakukan saat ini. Menurut dia, sulit jika hanya menggunakan sistem registrasi seperti MyPertamina, tetapi tak ada payung hukumnya. Ia mencontohkan, yang bisa diterapkan dengan pembatasan, misalnya, hanya sepeda motor dan angkutan umum yang dapat membeli pertalite.
Pada 2022, lonjakan harga minyak mentah hingga lebih dari 100 dollar AS per barel sempat membuat subsidi/kompensasi energi pada APBN membengkak, bahkan menembus Rp 500 triliun. Kondisi itu yang membuat pemerintah menaikkan harga pertalite dan biosolar pada 3 September 2022. Namun, pada 2023, seperti halnya pada tahun-tahun politik, kenaikan harga BBM subsidi akan dihindari.
Dicermati
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, di Bali, dua pekan lalu, menuturkan, pemerintah mencermati dinamika harga minyak mentah. Dengan penyaluran subsidi yang masih bersifat terbuka, saat ini pertalite bisa dibeli oleh kalangan mana pun. Oleh karena itu, subsidi akan diarahkan tepat sasaran.
”(Terkait pembatasan pembelian BBM subsidi) kami mau membahas lagi. Mau angkat lagi dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. Akan kami matangkan,” kata Arifin.
Bagaimanapun, imbuh Arifin, penyaluran BBM bersubsidi mesti sesuai dengan peruntukannya. ”Sekarang, kan, belum diatur benar. Yang harus pakai pertamax siapa, yang harus kebagian pertalite siapa. Masak yang duitnya banyak boleh pakai pertalite yang subsidi. Enggak fair, dong. Akan kami lihat lagi. Kendaraan mewah mau pakai pertalite, jangan dong," ucapnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, saat belum ada regulasi yang mengatur siapa saja yang berhak membeli pertalite, pembatasan sulit dilakukan. Maka, revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM sejatinya sudah ditunggu.
”Kondisi di lapangan akan sulit jika regulasinya belum ada. Pertamina tidak akan berani melakukan pembatasan karena itu menjadi domain pemerintah. Kalau mereka melakukan itu, tidak ada kekuatan hukumnya,” kata Komaidi.
Perbaikan distribusi BBM bersubsidi menjadi pilihan meskipun seharusnya sudah dilakukan sejak awal. Sebab, lanjut Komaidi, menaikkan harga BBM bersubsidi selalu menjadi pilihan terakhir di tahun politik atau menjelang pemilu.