Kesiapan PLTU dalam Bursa Karbon Perlu Dimatangkan
Narasi perdagangan karbon perlu dibarengi kesiapan, bukan sekedar instruksi atau "gimmick". Bursa karbon juga perlu sosialisasi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KRISTIAN OKA PRASETYADI
Petugas meninjau salah satu cerobong asap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Sulut 2 atau yang lebih dikenal dengan PLTU Amurang di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, Rabu (27/10/2021).
JAKARTA, KOMPAS - Bursa perdagangan karbon yang diluncurkan di Jakarta pada Selasa (26/9/2023) diharapkan menjadi awal upaya akselerasi pengurangan emisi, termasuk bagi pembangkit listrik tenaga uap batubara. Kesiapan PLTU untuk ikut serta berpartisipasi dalam bursa karbon dinilai perlu dipastikan dan dimatangkan.
Sebelumnya, pada peluncuran bursa karbon, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menuturkan, ada 99 PLTU berbasis batubara yang berpotensi ikut serta dalam bursa karbon. Keikutsertaan PLTU-PLTU itu dalam bursa karbon diharapkan dimulai pada tahun ini.
Pada Februari 2023, Kementrian ESDM meluncurkan dimulainya perdagangan karbon oleh 99 PLTU pada 42 perusahaan baik PLN maupun swasta dengan total kapasitas 33,6 gigawatt, melalui skema cap and trade. Dari 99 PLTU itu, dihasilkan 500.000 ton CO2 ekuivalen (CO2e) emisi yang akan diperdagangkan di antara mereka pada 2023.
Dari 99 PLTU itu, dihasilkan 500.000 ton CO2 ekuivalen (CO2e) emisi yang akan diperdagangkan di antara mereka pada 2023.
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Akmaluddin Rachim, dihubungi di Jakarta, Jumat (29/9/2023) mengatakan, pihaknya mengapresiasi jika ke-99 PLTU itu ikut mengawali perdagangan karbon. Bagaimanapun, perusahaan-perusahaan sektor energi yang menghasilkan emisi tinggi mesti perlu berkomitmen dalam upaya mengimbangi emisi karbon yang dihasilkan.
"Narasi kepada publik memang harus optimistis. Namun, juga harus dibarengi kesiapan. Jangan sampai hanya bersifat instruksi atau gimmick, tetapi secara utuh memang siap. Itu harus dipastikan dan dimatangkan," katanya. Bursa karbon, katanya juga perlu sosialisasi karena pengembangannya akan membutuhkan waktu.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, di Jakarta mengatakan, perdagangan emisi pada 99 PLTU itu bersifat cap and trade. Artinya, emisi CO2 yang dihasilkan PLTU dalam memproduksi listrik diberi batas atas, yang berbeda antara satu PLTU dengan PLTU lainnya.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Grafis Bursa Karbon Indonesia per pukul 11.00, usai dibuka perdana di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/9/2023).
"Tergantung kapasitas pembangkitnya, kan ada beberapa kelas. Misalkan (satu PLTU) batasnya 1,05 kilogram CO2 per kilowatt jam (kWh), tetapi ternyata emisinya lebih dari itu. Maka harus mencari dari PLTU lain (yang surplus/ emisi di bawah batas atas) dengan mekanisme perdagangan," kata Dadan.
Setelah melaksanakan cap and trade, diharapkan 99 PLTU itu juga akan turut berpartisipasi pada bursa karbon nasional yang baru diluncurkan. Namun demikian, Dadan menuturkan, pihaknya tak mengetahui secara rinci evaluasi perdagangan dengan skema cap and trade yang diluncurkan pada Februari 2023.
"(Evaluasinya) tanya ke Ditjen Ketenagalistrikan. Tapi Itu kan waktunya setahun, mungkin sekarang ada berapa yang belum, dan lainnya," ucap Dadan.
Setelah melaksanakan cap and trade, diharapkan 99 PLTU itu juga akan turut berpartisipasi pada bursa karbon nasional yang baru diluncurkan.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu, saat ditanya mengenai kemajuan dan kesiapan PLTU-PLTU untuk mengikuti bursa karbon nasional, hingga Jumat (29/9) belum merespons. Namun pada Juli 2023, ia mengatakan, pihaknya masih melakukan konsolidasi data.,
Analis Kebijakan pada Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Ziggy Looho menuturkan, saat ini, pelaksanaan perdagangan emisi wajib oleh 99 PLTU masih dalam tahap baselining. Baseline ialah rujukan perbandingan terkait jumlah emisi yang dihasilkan sebelum nanti diperdagangkan. Artinya, saat ini perdagangan belum dimulai.
"Dalam hal ini, pemerintah menerapkan cap (batas atas) nya. IPP (independent power producer/produsen listrik swasta) memasukkan data-data ke sistem secara daring (aplikasi penghitungan dan pelaporan emisi ketenagalistrikan/Apple-Gatrik), untuk selanjutnya diverifikasi pemerintah. Data (emisi karbon) diagregasi oleh pemerintah," katanya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Lansekap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Merak, Banten, Kamis (19/5/2016). PLTU yang mempunyai kapasitas lebih dari 4.000 megawatt tersebut telah menggunakan unit pembangkit dengan teknologi ramah lingkungan yang mampu menangkap limbah debu batubara.
Siap melantai
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dilaporkan akan segera melantai ke bursa karbon Indonesia, dengan membuka setara hampir 1 juta ton CO2. PLN akan mengikuti PT Pertamina (Persero) yang melalui Pertamina New and Renewable Energy menjadi satu-satunya penjual pada hari peluncuran Indonesia Carbon Exchange.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, lewat siaran pers Jumat (29/9) mengatakan, pihaknya akan terlibat aktif dalam bursa karbon. "Kami terus mendukung pemerintah untuk mengembangkan ekosistem perdagangan karbon. Beberapa pilot project telah kami lakukan sehingga sistem perdagangan karbon bisa dilakukan," katanya.
PLN, kata Darmawan, melakukan perdagangan karbon secara langsung dengan melingkupi 3 dari 4 aspek perdagangan karbon, yaitu perdagangan emisi secara langsung, offset emisi secara langsung, dan perdagangan offset melalui bursa.
Saat PLN masuk bursa beberapa waktu ke depan, kami akan langsung menjadi pemilik Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) dengan penurunan emisi terbesar.
"Saat PLN masuk bursa beberapa waktu ke depan, kami akan langsung menjadi pemilik Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) dengan penurunan emisi terbesar. Kami juga akan meluncurkan aplikasi PLN Climate Click yang sudah siap digunakan untuk carbon trading," ucap Darmawan.
Sebelumnya, CEO Pertamina NRE Dannif Danusaputro mengemukakan, pengembangan bisnis karbon ialah salah satu prioritas Pertamina NRE dalam mendukung strategi emisi nol bersih (net zero emission/NZE). Juga aspirasi berkelanjutan dan transisi energi di Indonesia.
"Selain proyek kredit karbon dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, dalam jangka menengah kami juga mengembangkan proyek-proyek nature & ecosystem-based solutions (NEBS). Salah satunya melalui kerjasama 9 konsesi kehutanan dengan Perhutani," kata dia.