Untuk menjaga ketahanan pangan nasional, pemerintah perlu mengoptimalkan produksi beras pada musim tanam I. Selain itu, pemerintah juga perlu mengantisipasi gagal panen akibat kekeringan.
Oleh
HENDRIYO WIDI, NINO CITRA ANUGRAHANTO, ABDULLAH FIKRI ASHRI
·5 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Petani menanami lahannya dengan bibit padi di Desa Tangkil, Susukan, Cirebon, Jawa Barat, Rabu (13/9/2023). Walaupun air irigasi terbatas karena kemarau panjang akibat dampak El Nino, petani tetap nekat menanam padi pada musim tanam III karena tergiur harga gabah yang sedang tinggi, yaitu mencapai Rp 7.600 per kilogram.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah perlu mengoptimalkan produksi beras pada musim tanam I yang diperkirakan berlangsung pada Oktober-Desember 2023 untuk menambah cadangan beras pemerintah dan ketahanan pangan nasional. Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait juga perlu mengantisipasi gagal panen karena masih ada petani di sejumlah daerah yang menanam padi pada musim tanam III.
Pada Jumat (15/9/2023), air Waduk Kedongombo mulai digelontorkan untuk pengairan sawah pada musim tanam (MT) I. Air dari waduk tersebut mulai dialirkan pada Jumat dini hari. Air tersebut sampai di Bendung Klambu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, pada Jumat pagi dan langsung dibagi ke sejumlah saluran irigasi menuju Demak, Pati, Kudus, dan Grobogan pukul 06.00.
Di sepanjang aliran irigasi Bendung Klambu di Kecamatan Undaan, Kudus, dan Kecamatan Klambu, Grobogan, sejumlah petani mulai mempersiapkan pompa dan selang air untuk menyedot air dari saluran irigasi ke sawah mereka. Beberapa petani bersama petugas pengelola air juga membersihkan sejumlah pintu air di saluran irigasi tersebut dari sampah yang menyumbat.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Demak Hery Sugihartono, Jumat, mengatakan, meskipun air sudah digelontorkan, petani tidak bisa segera tanam karena harus membasahi dan mengolah sawah. Tanam padi di Demak diperkirakan baru akan berlangsung pada awal Oktober 2023 sehingga panen diperkirakan baru akan terjadi pada Desember 2023 hingga Januari 2024.
”Agar hasil panen MT I optimal, sumber air irigasi di musim kemarau panjang akibat dampak El Nino ini harus dikelola dengan baik. Pemerintah dan petugas pengelola air diharapkan membaginya dengan rata dan mengantisipasi tidak terjadi rebutan dan sabotase air,” ujarnya.
Agar hasil panen MT I optimal, sumber air irigasi di musim kemarau panjang akibat dampak El Nino ini harus dikelola dengan baik.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Lanskap Bendung Klambu di Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (15/9/2023). Bendung Klambu kembali difungsikan untuk pengaliran air awal musim tanam pertama setelah saluran jaringan air Waduk Kedung Ombo dibuka kembali per 15 September 2023. Bendung Klambu digunakan untuk mengairi persawahan seluas 61.484 hektar di Kabupaten Demak, Pati dan Kudus.
Penjaga Pintu Air Bendung Klambu, Solikin, menuturkan, volume air yang dialirkan dari Waduk Kedungombo sebesar 30.000 meter kubik. Adapun volume total air yang digelontorkan dari Bendung Klambu sebesar 17.743 meter kubik.
Kapasitas air itu masih rendah karena dalam kondisi normal total volume yang dialirkan sebesar 48.000 meter kubik. Pelepasan air itu merupakan tahap awal dan masih bisa ditambah jika petani membutuhkan.
”Kami juga optimistis kalau pasokan air akan bertambah pada musim hujan nanti. Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah daerah di Grobogan sudah mulai hujan kendati tidak berlangsung lama,” ujarnya.
Sementara untuk sebagian wilayah Jawa Barat, terutama di jaringan irigasi Bendung Rentang, pada November 2023, akan memasuki masa pengeringan. Bendung yang sumber airnya bersumber dari Waduk Jatigede tersebut mengairi sawah di dua kecamatan di Majalengka seluas 1.094 hektar (ha), 11 kecamatan di Cirebon 20.571 ha, serta 24 kecamatan di Indramayu 66.175 ha.
Koordinator Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani (AB2TI) Jabar Masroni menyatakan, MT I baru akan dimulai pada 1 Desember 2023. Dengan begitu, panen diperkirakan baru terjadi pada Maret-April 2024.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (NFA), per awal September 2023 cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog sebanyak 1,52 juta ton. Beras itu akan berkurang sebanyak 640.000 ton untuk program bantuan pangan 21,3 juta keluarga berpenghasilan rendah. Bulog juga menggelontorkan 4.500 ton beras ke Pasar Induk Beras Cipinang untuk menstabilkan harga beras.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengemukakan, meski bakal berkurang menjadi sekitar 800.000 ton, pemerintah bakal memiliki CPB sebanyak 1,2 juta ton pada awal 2024. Tambahan CBP itu berasal dari sisa kuota impor beras sebanyak 400.000 ton yang mulai didatangkan secara bertahap.
Antisipasi gagal panen
Berdasarkan pantauan Kompas pada 12-14 September 2023, masih ada petani yang menanam padi di sejumlah daerah di Jabar dan Jateng. Mereka ada yang nekat menanam padi di MT III seperti di sejumlah desa di Kecamatan Susukan dan Gempol, Cirebon, Jabar.
Di Pemalang, Pekalongan, dan Sragen, Jateng, juga masih banyak petani yang memanfaatkan air dari sungai dan anak sungai untuk mengairi tanaman padi berusia 40-60 hari. Selain itu, ada juga petani yang terlambat tanam padi di sebagian wilayah Indramayu yang masih membutuhkan air.
Lanskap Bendung Rentang di Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat, yang aliran airnya berasal dari Waduk Jatigede, Rabu (13/9/2023). Pada November 2023, daerah aliran irigasi Bendung Rentang akan memasuki masa pengeringan. Musim tanam padi pertama baru akan dilakukan pada 1 Desember 2023.
Koordinator Lapangan Unit Pengelola Irigasi Bendung Rentang Dadi Supriadi, Rabu (13/9/2023), mengatakan, masih ada areal persawahan yang ditanami padi di sejumlah daerah hilir dan hulu Bendung Rentang. Sebagian besar sawah tersebut terlambat ditanami padi karena ada pemeliharaan jaringan irigasi.
Selain itu, ada sejumlah petani yang tidak memperhatikan pola gilir air dan nekat menanam padi. Sawah mereka berada di area golongan 3 atau paling jauh dari Bendung Rentang, seperti di Kecamatan Losarang dan Kandanghaur, dan Indramayu, memaksakan menanam padi.
”Akhirnya, areal persawahan mereka tidak kebagian air karena ada pengeringan sejumlah titik irigasi dalam rangka perbaikan pada Juli 2023,” tuturnya.
Menurut Dadi, pada MT II, perwakilan petani dan pengelola bendung juga telah sepakat hanya areal persawahan golongan 1 dan 2 (hulu dan tengah bendung) yang tanam. Namun, masih ada yang tetap menanam padi di areal persawahan golongan 3 (hilir bendung). Agar tidak gagal panen, mau tidak mau kami tetap mendistribusikan air ke areal persawahan golongan 3.
Selain itu, Bendung Rentang, terutama di SI Cipelang, juga harus menyuplai air untuk Bendungan Cipanas dan Kamun. Di wilayah jaringan irigasi Bendungan Cipanas dan Kamun masih ada sawah yang ditanami padi masing-masing seluas 3.200 ha dan 2.000 ha.
”Kami juga harus mengairi 1.000 ha sawah yang bergantung pada pompanisasi di Majalengka. Hal itu membuat beban Bendung Rentang yang dalam kondisi normal mengairi 36.000 ha sawah, bertambah, karena harus mengairi 42.200 hektar sawah,” katanya.
Kementerian Pertanian menyebutkan, kekeringan pada sawah yang ditanami padi pada periode Juli-September 2023 dalam kategori rendah dan sedang. Untuk kekeringan sawah kategori sedang, misalnya, tersebar di 11 provinsi dengan luas 235.559 ha pada Juli 2023. Luasan itu setara dengan 3,36 persen dari total risiko kekeringan di dalam negeri.
Pada Agustus 2023, wilayah dengan risiko kekeringan sawah kategori sedang meluas hingga mencapai 258.123 ha atau 3,41 persen. Ada 13 provinsi yang memiliki risiko kekeringan kategori sedang.
Adapun pada September 2023, luas risiko kekeringan sawah kategori sedang berkurang menjadi 96.128 ha atau 1,27 persen. Ada 7 provinsi yang diperkirakan memiliki risiko kekeringan kategori sedang.
Pada MT III, hingga Sabtu (16/9/2023), luas lahan pertanian yang ditanami padi mencapai 25.000 ha di Kabupaten Sragen, Jateng. Luasan itu hanya sekitar 60 persen dibandingkan luas tanam pada kondisi normal yang bisa mencapai 42.000 ha sewaktu musim tanam sebelumnya. Terjadinya pengurangan luasan tanam dipicu kemarau panjang sebagai dampak El Nino.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kabupaten Sragen Eka Rini Mumpuni menyebutkan, kemarau panjang kali ini juga mendorong petani untuk membiarkan sawahnya tidak ditanami, atau ”bero”. Pasalnya, pasokan air untuk sawah mereka sudah tidak lagi mencukupi. Terlebih lagi, waduk-waduk lokal yang menjadi salah satu sumber pengairan sawah petani telah mengering.
”Saat ini, lahan yang bero ada sekitar 3.000-3.500 ha. Dikhawatirkan justru gagal panen kalau nanti malah ditanami,” kata Eka.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Gardu listrik untuk pompa air sumur bor terpasang di tengah persawahan di Desa Plosokerep, Karangmalang, Sragen, Jawa Tengah, Kamis (14/9/2023). Elektrifikasi ini membuat petani dapat menanami lahannya dengan padi tiga kali dalam setahun. Petani secara mandiri mengeluarkan dana hingga Rp 60 juta untuk setiap sumur bor yang dibuat dan menarik jaringan listrik.
Selama MT III, kata Eka, sumber air memang sangat sedikit. Meski demikian, sebagian petani tetap nekat menanam. Bahkan, ada dua kecamatan yang baru memulai penanaman, yaitu di Kecamatan Masaran dan Kecamatan Sidoharjo. Sumber air untuk sawah mereka diperoleh dari sumur pompa bertenaga listrik.
”Sebagian menggunakan sumur itu. Tidak cukup jika hanya mengandalkan irigasi. Jadi, kalau irigasi mati dan mereka mempunyai sumur, mereka tetap bisa panen. Asalkan airnya cukup,” kata Eka.
Sawah yang mengandalkan sumber air dari sumur bor berbasis pompa listrik itu banyak dijumpai di sejumlah daerah di Sragen. Beberapa di antaranya di Kecamatan Karangmalang, Sidoharjo, dan Gemolong. Di areal persawahan di sejumlah daerah tersebut terpasang instalasi listrik berupa tiang, kabel, dan meteran.
Para petani mengeluarkan modal besar untuk ”menyulap” sawah yang tidak bisa ditanami padi setiap MT III menjadi bisa ditanami. Mereka membuat sumur bor bertenaga pompa listrik untuk mengairi sawah, baik sawah tadah hujan maupun sawah dengan pasokan air irigasi terbatas.
Instalasi listrik itu terhubung dengan pompa air yang terintegrasi dengan sumur bor dan pipa atau selang air. Untuk mengairi sawah, petani tinggal menekan saklar yang berada tak jauh dari meteran atau yang dipasang di dinding rumah pompa.