Potensi Konsolidasi Antaroperator Seluler Masih Terbuka
Pada semester I-2023, jumlah pengguna gabungan Telkomsel, Indosat, XL Axiata, dan Smartfren mencapai 346,8 juta. Konsolidasi antarpenyelenggara telekomunikasi masih dibutuhkan karena kebutuhan frekuensi membesar.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Ilustrasi menara telekomunikasi
JAKARTA, KOMPAS — Potensi terjadinya konsolidasi baru antarpenyelenggara telekomunikasi masih terbuka. Selain semakin menyehatkan industri, konsolidasi dinilai akan mampu meningkatkan mutu layanan kepada masyarakat.
Vice President for Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani, Jumat (15/9/2023), di Jakarta, mengatakan, sejumlah negara tidak banyak memiliki operator penyelenggara telekomunikasi dan bahkan ada negara hanya memiliki satu operator. Menurut dia, kebanyakan jumlah operator akan memengaruhi skala ekonomi dan daya jangkau layanan telekomunikasi kepada masyarakat.
”Saat ini, mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lain tergolong tinggi. Begitu pula dengan tingkat ketergantungan mereka terhadap layanan telekomunikasi,” ujarnya.
Pada tahun 2021, dia menyebut konsumsi data seluler (internet) per kapita di Indonesia baru sekitar 14,4 gigabit (GB) per bulan, Malaysia 25,7 GB per bulan dan Thailand 21,9 GB per bulan. Indonesia diproyeksikan masih akan mengalami kenaikan konsumsi internet per kapita pada tahun-tahun mendatang.
Apabila operator berskala kecil, daya jangkau jaringannya tidak luas. Operator seperti ini sebenarnya bisa bekerja sama jaringan dengan operator lain. Namun, Dendi menilai, dalam jangka panjang operator seperti itu tetap perlu konsolidasi.
”Ditambah lagi, tekanan (persaingan) ketat di industri. Merger akan berdampak efisiensi ke industri dan harga layanan ke konsumen lebih rasional. Ketika industri telekomunikasi tumbuh sehat, pembangunan infrastruktur jaringan bisa bertambah sehingga terjadi kenaikan daya jangkau layanan,” imbuhnya.
Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi dari Badan Perlindungan Konsumen Indonesia (BPKN), Heru Sutadi, mengatakan, sesuai hasil kajian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2015, sektor industri telekomunikasi seluler cukup diisi tiga hingga empat perusahaan saja. Artinya, kondisi industri sekarang yang terdapat empat operator sebenarnya cukup, tetapi perlu dilihat neraca keuangan masing-masing operator.
Di antara keempatnya masih ada satu operator yang diduga memiliki kondisi finansial yang berat dan merugi. Dengan demikian, satu tahap lagi konsolidasi memungkinkan terjadi.
Senada dengan Dendi, Heru memandang, konsolidasi antarpenyelenggara telekomunikasi, khususnya penyelenggara telekomunikasi seluler, masih dibutuhkan karena kebutuhan spektrum frekuensi yang membesar. Penggelaran layanan 5G, misalnya, setiap operator idealnya memiliki lebar pita spektrum frekuensi sejumlah 100 megahertz (MHz) supaya kecepatan layanan bisa maksimal. Sementara saat ini, belum ada operator yang mempunyai total lebar sebanyak itu.
”Selain berharap pemerintah segera membuka lelang baru spektrum frekuensi, konsolidasi antarsesama penyelenggara telekomunikasi bisa dilakukan,” ujar Heru.
Idealnya dengan konsolidasi, kecukupan lebar pita spektrum frekuensi bisa terpenuhi. Distribusi layanan seluler kepada masyarakat bisa lebih optimal dan berkualitas.
”Jika terjadi merger atau akuisisi, pemerintah seharusnya tetap melakukan pengawasan kualitas layanan dan kompetisi yang sehat agar konsumen benar-benar merasa diuntungkan,” imbuhnya.
Sepanjang 2017–1 Juni 2023, BPKN menerima 8.607 pengaduan konsumen. Pengaduan mengenai jasa telekomunikasi selalu menempati lima besar pengaduan terbanyak.
Sesuai laporan riset ”Telecommunication: Convergence Strategy Rollout Amid A Saturated Mobile Internet Market”yang dirilis oleh Mirae Asset Sekuritas (3/8/2023), pada semester I-2023, jumlah pengguna gabungan Telkomsel (153,3 juta), Indosat (100 juta), XL Axiata (58 juta), dan Smartfren (35,5 juta) sebanyak 346,8 juta. Jika dibandingkan dengan total populasi yang hanya berjumlah 277,8 juta jiwa, Indonesia berarti memiliki 124,8 pengguna layanan seluler untuk setiap 100 orang dalam populasi.
Direktur Telekomunikasi Kemenkominfo Aju Widya Sari, saat dikonfirmasi, mengatakan, pihaknya belum memperoleh informasi terbaru terkait kepastian rencana konsolidasi lagi di antara penyelenggara telekomunikasi. Dua tahun terakhir, dia membenarkan telah terjadi beberapa aksi konsolidasi. Pada tahun 2021, misalnya, operator telekomunikasi Ooredoo QPSC dan CK Hutchison Holdings Limited sepakat mengintegrasikan bisnis keduanya di Indonesia, yakni PT Indosat Tbk atau Indosat Ooredoo dan PT Hutchison Tri Indonesia, menjadi PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk.
Kemudian, pada Januari 2022, operator telekomunikasi Axiata Group Berhad dan PT XL Axiata Tbk resmi menandatangani perjanjian jual-beli saham bersyarat untuk mengambil alih 66,03 persen saham perusahaan penyelenggara jaringan tetap telekomunikasi PT Link Net Tbk.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong menekankan, kementerian tengah mendorong peningkatan kolaborasi ataupun konsolidasi antarsesama penyelenggara telekomunikasi. Salah satu tujuannya adalah mengurangi kompetisi tidak sehat.
”Mengenai kapan implementasi, kami menyerahkan kepada keputusan setiap penyelenggara telekomunikasi. Kami rasa, lebih cepat realisasi akan lebih baik,” kata Usman.
Salah satu penyelenggara telekomunikasi, yakni PT XL Axiata Tbk (XL Axiata), meyakini bahwa konsolidasi akan memberikan manfaat bagi industri itu sendiri dan masyarakat. Group Head Corporate Communications XL Axiata Retno Wulan mengatakan, perusahaan senantiasa terbuka untuk menjajaki berbagai kemungkinan untuk dapat melakukan aksi konsolidasi dengan pihak manapun.