Pengamat menilai keputusan itu tidak akan banyak berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi karena hanya meningkatkan konsumsi ASN.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui kenaikan gaji aparatur sipil negara dari beberapa kementerian dan lembaga sebesar 8 persen di tahun anggaran 2024. Pengamat menilai keputusan itu tidak akan banyak berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi karena hanya meningkatkan konsumsi ASN.
Komisi yang antara lain membidangi keuangan itu, Kamis (14/9/2023), melakukan rapat kerja dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dan Badan Pusat Statistik (BPS) di Jakarta.
Rapat yang berlangsung kurang dari 30 menit itu menghasilkan persetujuan penyesuaian pagu atau tambahan anggaran, antara lain gaji pegawai, untuk tahun anggaran 2024. ”Dengan ini saya nyatakan, rapat hari ini untuk menyetujui dari Kementerian Keuangan, Bappenas, BPK, BPKP, BPS, dan LKPP kita nyatakan sah,” kata Ketua Komisi XI DPR Kahar Muzakir.
DPR menyetujui penyesuaian tambahan anggaran untuk kenaikan gaji enam kementerian dan lembaga itu senilai hampir Rp 500 miliar. Nilai itu terdiri dari tambahan Rp 355,01 miliar untuk Kemenkeu, Rp 5,76 miliar untuk Kementerian PPN/Bappenas, Rp 36,01 miliar untuk BPK, Rp 25.38 miliar untuk BPKP, Rp 1,31 miliar untuk LKPP, dan Rp 36,1 miliar untuk BPS.
Selain untuk tambahan gaji, beberapa kementerian dan lembaga itu meminta tambahan anggaran program. Contohnya, LKPP yang meminta tambahan Rp 50 miliar untuk peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan sosialisasi ke kementerian dan lembaga.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat menjelaskan, tambahan anggaran gaji itu telah diputuskan oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR. Kenaikan ini akan berdampak pada 78.520 pegawai Kemenkeu untuk mendukung beragam tugas dan fungsi, dari pengelola fiskal dari penerimaan dan belanja, kebijakan fiskal, pemberdaharaan, hingga pengelolaan kekayaan negara dan risiko.
”Terima kasih atas persetujuan untuk menyetujui penambahan anggaran untuk kenaikan gaji 8 persen sesuai RUU APBN yang telah disepakati Banggar serta untuk lembaga seperti LKPP ada tambahan untuk pengadaan barang dan jasa nasional. Semoga kami bisa menjalankan tugas negara dengan maksimal dan baik,” kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, pimpinan Banggar DPR dalam surat keputusan nomor B/11091/AG.05.02/09/2023 tertanggal 11 September 2023 telah menyampaikan hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024 mengenai kenaikan gaji 8 persen untuk ASN, TNI, dan Polri. Keputusan ini juga merupakan usulan langsung dari Presiden Joko Widodo.
Baca juga:
Menanggapi kepastian kenaikan gaji ASN sampai 8 persen di tahun depan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, saat dihubungi hari ini, mengatakan, persentase itu mungkin diasumsikan dengan pertumbuhan ekonomi ke depan sebesar 5 persen dan inflasi 3 persen. Namun, kenaikan gaji 8 persen bagi ASN dinilai bisa membebani anggaran negara karena pemerintah harus menyiapkan anggaran sebesar Rp 52 triliun.
”Kami khawatir kenakan besar tersebut mendorong pemerintah mengurangi anggaran untuk kegiatan program karena banyak lembaga dan kementerian yang anggaran programnya kecil padahal strategis. Misal, Kementerian Perindustrian. Anggaran kecil enggak lebih dari Rp 5 triliun, padahal kementerian itu penting memajukan perekonomian di tengah deindustrialisasi,” ujarnya.
Tambahan anggaran itu, menurut dia, hanya akan meningkatkan konsumsi rumah tangga yang sejauh ini sudah positif dalam negara pertumbuhan ekonomi Indonesia. BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2023 dibandingkan periode yang sama 2022 tumbuh 5,17 persen. Konsumsi rumah tangga menyumbang 53,31 persen dari total pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan tumbuh 5,32 persen secara tahunan.
”Logikanya, gaji pegawai menaikkan konsumsi masyarakat. Padahal, yang kurang itu investasi. Investasi larinya melalui belanja program. Kalau investasi sektoral kecil, otomatis dampak ke masyarakat kecil. Kalau konsumsi hanya ke pegawai itu sendiri aja, multiplier tidak sebesar belanja program,” ujarnya.