MOU antara Indonesia dan Singapura menyepakati adanya pertukaran informasi tentang kebijakan, persetujuan peraturan, dan kerangka kerja dalam mewujudkan perdagangan listrik lintas batas.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Operator meninjau transformator PLTP Lahendong di Tomohon, Sulawesi Utara, Kamis (29/7/2021). PLTP Lahendong kini beroperasi pada kapasitas maksimalnya, yaitu 4 x 20 megawatt dan menghasilkan listrik sebesar 520 gigawatt jam per tahun.
JAKARTA, KOMPAS — Rencana ekspor listrik Indonesia ke Singapura setahap lebih maju setelah ditandatanganinya nota kesepahaman kedua negara. Dari target impor listrik rendah karbon Singapura sebanyak 4 gigawatt pada 2035, separuhnya atau 2 gigawatt akan berasal dari Indonesia.
Penandatanganan nota kesepahaman (MOU) dilakukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dengan Second Minister for Trade and Industry Singapura Tan See Leng di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/9/2023). MOU itu meliputi kerja sama energi rendah karbon dan interkoneksi listrik lintas batas Indonesia-Singapura.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, kerja sama tersebut sebagai kelanjutan dari pertemuan menteri-menteri energi ASEAN di Bali pada Agustus 2023. Juga kelanjutan dari MOU pemerintah kedua negara yang dilakukan pada 2022 dan awal 2023.
MOU menyepakati adanya pertukaran informasi tentang kebijakan, persetujuan peraturan, dan kerangka kerja dalam mewujudkan perdagangan listrik lintas batas. ”Singapura akan menyampaikan ke kami, seperti kebutuhan listriknya berapa, kapasitas berapa, dan kualitasnya seperti apa. Kami juga akan sampaikan kemampuan dan potensi yang ada,” ujarnya.
Dadan menambahkan, terkait dengan transmisi, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) ditunjuk menjadi koordinator dari pihak Indonesia. Sebab, tidak hanya terkait dengan pembangkit, transmisi juga mesti dipikirkan mengingat wilayah Indonesia dan Singapura terpisah oleh laut. Adapun MOU berlaku lima tahun dan dapat diperpanjang untuk lima tahun berikutnya.
Ia belum dapat memastikan kapan rencana perdagangan listrik lintas batas itu dapat terealisasi. ”Kami menunggu dari Singapura secara resmi (detail kebutuhan) dari mereka. Nanti kan ada investasi. Harus dipastikan seperti apa mereka belinya, apakah setahun-setahun, per lima tahun. Ini akan dipastikan di awal,” katanya.
Terkait teknologi yang digunakan, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu menuturkan, nanti akan digunakan teknologi terbaik. ”Bayangan kami ya harus melewati laut. Apakah dari bawah sebagian dan sebagian di atas, nanti ada studi kelayakannya,” ujarnya.
Sebelum penandatanganan MOU antarpemerintah itu, di sela-sela hari kedua Indonesia Sustainable Forum (ISF) 2023, Jumat, Tan See Leng menuturkan, Energy Market Authority of Singapore (EMA) telah memberi persetujuan bersyarat impor 2 gigawatt listrik rendah karbon dari Indonesia.
”Singapura memiliki target mengimpor 4 gigawatt low carbon electricity pada 2035. Kenyataan bahwa 50 persen dari target itu akan dipasok oleh Indonesia menjadi bukti kemitraan jangka panjang dan komprehensif (dari kedua negara). Juga ambisi agar masyarakat mencapai kesejahteraan bersama,” ujar Tan See Leng.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Operator membersihkan debu yang berada di atas modul sel surya di Pembangkit Listrik Tenaga Surya Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Kamis (10/8/2023). Pembersihan debu merupakan bagian dari pemeliharaan PLTS agar bisa berfungsi dengan optimal.
Pada acara tersebut juga ada jalinan kesepakatan dari pengembang serta pabrikan panel surya dan baterai. Dengan demikian, diharapkan ada ekosistem energi terbarukan yang akan menunjang kebutuhan energi Indonesia dan Singapura. Rencana investasi itu juga diyakini akan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Lapangan pekerjaan
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin, dalam acara itu, menuturkan, apa yang disepakati ialah kelanjutan beberapa MOU yang telah terjalin antara Indonesia dan Singapura. Proses menuju realisasi pun akan terus berjalan.
”Kita tidak hanya menciptakan bisnis dan produksi besar kelistrikan rendah karbon yang bisa dibagi bersama negara-negara tetangga, termasuk Singapura. Namun, juga menciptakan industri panel surya serta baterai di Indonesia. Selain itu, akan menghadirkan banyak kesempatan pekerjaan bagi masyarakat,” kata Rachmat.
Pemerintah saat ini memang tengah menggencarkan industri panel surya di dalam negeri. Apalagi, Indonesia memiliki bahan baku untuk produksi sel surya, yakni hasil tambang berupa pasir silika.
Sebelumnya, enam perusahaan hilir panel surya sudah mulai membangun pabrik di Kawasan Industri Wiraraja, Batam, Kepulauan Riau, dengan investasi Rp 12 triliun.