Pemerintah Tak Nyaman dengan Kenaikan Harga Minyak
Harga minyak mentah merek Brent meningkat dari 72,5 dollar AS per barel pada 27 Juni 2023 menjadi 90,6 dollar AS per barel pada 6 September 2023. Harga itu tertinggi sejak November 2022.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas mengisi bahan bakar Pertalite di SPBU Pertamina di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (28/12/2021). Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memastikan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite akan tetap dijual dan tidak dikurangi karena menopang 80 persen penjualan BBM Pertamina. Berbeda dengan premium yang kontribusi penjualannya kecil sehingga wacana penghapusan BBM jenis ini mengemuka. Sebelumnya, Ahok mengisyaratkan penjualan BBM jenis premium akan dihapus tahun depan karena kontribusi penjualan premium kecil.
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memantau tren kenaikan harga minyak mentah yang saat ini telah mencapai sekitar 90 dollar AS per barel. Apabila harga terus meningkat, akan ada tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mengingat Indonesia masih impor minyak mentah dan bahan bakar minyak.
Berdasarkan catatan Trading Economics, harga minyak mentah menunjukkan tren peningkatan sejak akhir Juni 2023. Minyak mentah jenis Brent misalnya, yang meningkat dari 72,5 dollar AS per barel pada 27 Juni 2023 menjadi 90,6 dollar AS per barel pada 6 September 2023. Harga tersebut merupakan yang tertinggi sejak November 2022.
Sementara permintaan energi, termasuk bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan terus meningkat pascapandemi Covid-19. Kuota pertalite misalnya yang mencapai 32,56 juta kilo liter (kL) pada 2023 atau naik 8,9 persen dibandingkan kuota 2022. Pertalite ialah produk BBM yang paling banyak digunakan masyarakat yang harganya disubsidi. Saat ini harga pertalite adalah Rp 10.000 per liter.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, di sela-sela Indonesia Sustainability Forum (ISF) di Jakarta, Kamis (7/9/2023) mengakui, pemerintah memang tidak terlalu nyaman dengan kondisi harga minyak global yang tinggi. Pasalnya, biaya impor minyak mentah maupun BBM bisa membengkak.
"Produksi (BBM) dari kilang minyak kita, gabungan minyak mentah impor dan produksi dalam negeri, memenuhi hanya 52 persen (dari kebutuhan BBM). Lalu ditambah impor BBM 35 persen dan biodiesel 13 persen. Jadi, kalau harga minyak naik, besar sekali pengaruhnya, baik untuk impor minyak mentah maupun BBM," kata Tutuka.
Kini, pihaknya terus mengamati pergerakan harga minyak mentah. "Setiap kali ada kenaikan, kami hitung terus. Tapi, kan, harga minyak juga nggak bisa kita prediksi akan naik terus. Bisa juga nanti turun. Itu yang kami amati," ucapnya.
Tutuka mengakui, jika distribusi BBM subsidi/kompensasi bisa tepat sasaran, dapat mengurangi beban APBN. Namun, ia sendiri tidak menjawab lebih lanjut saat ditanya progres revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, yang ditujukan agar distribusi pertalite tepat sasaran.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2023 yang disiarkan secara daring, Senin (4/9/2023) menuturkan, saat ini, memang ada tren kenaikan harga minyak mentah. Namun, ia meyakini pemerintah akan tetap menjaga agar harga BBM bersubsidi tidak naik.
Nicke menambahkan, pihaknya memantau ketersediaan pasokan BBM terutama menjelang Hari Raya Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Pada momen besar tersebut, distribusi logistik akan meningkat, sehingga sisi suplai mesti terus dijaga.
Adapun kenaikan harga minyak mentah itu dipicu situasi global. Dikutip dari Reuters, Arab Saudi dan Rusia melakukan pemangkasan produksi minyak secara sukarela yang disepakati beberapa anggota OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi) Plus. Kedua negara itu memperpanjang pemangkasan itu hingga akhir Desember 2023.
Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Bandung, Yayan Satyakti, menuturkan, inflasi mesti dijaga di tengah daya beli masyarakat yang relatif menurun. Namun, di saat bersamaan, pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) juga secara perlahan perlu terus ditingkatkan.
PT PERTAMINA (PERSERO)
Tampak nozzle untuk Pertamina Green 95 yang merupakan campuran gasoline (bensin) dengan bioetanol sebesar 5 persen (E5) di salah satu SPBU di Jakarta, Senin (25/7/2023). Pertamax Green 95 mulai dikenalkan Pertamina ke publik, sebagai bahan bakar kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
Perbesar pasokan bahan baku
Sementara itu, pada Indonesia Sustainability Forum 2023, Kamis, SVP of Research & Technology Innovation Pertamina Oki Muraza mengatakan, India dan Brazil dapat menjadi contoh dalam pengembangan BBN dari bioetanol. Saat ini, pencampuran bioetanol untuk bensin di India sudah mencapai 12 persen dan Brazil 27 persen.
Beberapa waktu lalu, Pertamina memperkenalkan produk pertamax green 95 yang merupakan pencampuran gasolin (bensin) dengan bioetanol 5 persen (E5). Namun, untuk sementara produk tersebut baru dijual di 17 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta dan Surabaya, Jawa Timur.
"Yang kami upayakan saat ini adalah bagaimana memperbesar feedstock (pasokan baha baku)-nya. Dari PTPN (induk BUMN perkebunan) akan ada peningkatan jumlah lahan dan diharapkan pada 2028 Indonesia ada swasembada gula. Saat itu terwujud, (pasokan) tetes tebu bisa untuk memproduksi biodiesel hingga 1,2 juta kiloliter," ujar Oki.
Vice President Business Development and Downstream Strategy PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN Leonardo Alexander Renatus Pane menuturkan, saat ini PTPN telah memiliki pabrik bioetanol di Mojokerto, Jawa Timur. Pabrik berkapasitas 100 kilo liter per hari itu milik PT Energi Agro Nusantara (Enero), anak usaha PTPN X.
"Ke depan, kami akan menambah pabrik-pabrik bioetanol baru, bekerja sama dengan mitra-mitra strategis. Di samping itu, pada Oktober 2023, PTPN III akan melakukan groundbreaking (peletakan batu pertama) pabrik biodiesel FAME (fatty acid methyl ester) yang pertama, dengan kapasitas 450.000 ton per tahun," ucap Leonardo.