Subsidi perumahan berupa fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan pada tahun depan menurun. Sejumlah kalangan menyoroti angka kekurangan rumah yang masih sangat tinggi.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pekerja mengepras bukit untuk membuka lahan bagi pembangunan rumah subsidi di Desa Sidorejo, Godean, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (17/7/2023). Tingginya kebutuhan akan rumah hunian di kawasan Yogyakarta membuat keberadaan rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah terus diburu.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memangkas bantuan rumah bersubsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan pada tahun 2024 menjadi 166.000 unit atau turun 24 persen dari target 220.000 unit pada 2023. Berkurangnya alokasi pemenuhan papan bagi masyarakat berpenghasilan rendah ini berlangsung di tengah tantangan besar kekurangan rumah yang mencapai 12,7 juta rumah.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur, Pekerjaan Umum, dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna mengemukakan, alokasi anggaran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) pada tahun 2024 ditargetkan sebesar 166.000 unit senilai Rp 13,72 triliun.
Selain itu, pemerintah mengalokasikan subsidi bantuan uang muka (SBUM) untuk 166.000 unit senilai Rp 680 miliar, subsidi selisih bunga untuk 751.735 unit senilai Rp 4,6 triliun, dan dana tabungan perumahan rakyat (Tapera) untuk KPR Tapera ditargetkan 7.251 unit senilai Rp 830 miliar. Adapun subsidi selisih bunga diperuntukkan bagi pembayaran penerbitan kredit pemilikan rumah (KPR) pada tahun-tahun sebelumnya.
Ia menambahkan, Kementerian PUPR semula telah mengusulkan alokasi FLPP sebanyak 220.000 unit untuk tahun 2024, tetapi yang disetujui Kementerian Keuangan sebanyak 166.000 unit. Hal itu dikarenakan Kementerian Keuangan mengacu pada target total FLPP dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2019-2024 sebesar 900.000 unit. Target itu akan terpenuhi dengan alokasi 160.000 unit pada tahun depan. Meskipun demikian, capaian target Tapera dinilai belum optimal karena iuran belum dilaksanakan.
”Jumlah unit (FLPP) pada tahun 2024 ada 166.000 unit, memang berkurang dari rencana semula 220.000 unit. Tetapi, kami terus mencoba mencari skema yang bisa memaksimalkan jumlah (FLPP) tadi dengan anggaran yang ada,” kata Herry dalam Rapat Dengar Pendapat Kementerian PUPR dengan Komisi V DPR RI, di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Capaian target Tapera dinilai belum optimal karena iuran belum dilaksanakan.
Deretan rumah bersubsidi yang tengah dibangun di kawasan Rabak, Bogor, Jawa Barat, Minggu (22/1/2023).
Pada tahun 2023, alokasi dana FLPP ditargetkan sebanyak 220.000 rumah senilai Rp 25,18 triliun, subsidi bantuan uang muka (SBUM) sebesar 220.000 unit senilai Rp 890 miliar, subsidi selisih bunga (SSB) sebesar 754.004 unit senilai Rp 3,64 triliun, dan dana Tapera 12.072 unit senilai Rp 1,05 triliun.
Keberpihakan
Ketua The Housing and Urban Development (HUD) Institute Zulfi Syarif Koto, saat dihubungi secara terpisah, berpendapat, pemerintah belum berupaya sungguh-sungguh dalam pemenuhan kebutuhan dasar perumahan rakyat. Sementara itu, kekurangan rumah masih sangat besar mencapai 12,7 juta unit, ditambah laju kebutuhan rumah yang bertambah 700.000-800.000 unit rumah per tahun.
”Keberpihakan pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan dasar papan seharusnya semakin ditingkatkan karena laju kebutuhan rumah terus bertambah. Pemenuhan kebutuhan papan masih menjadi prioritas ke sekian,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengemukakan, kebutuhan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih sangat besar. Sektor perumahan selama ini menyerap belasan juta tenaga kerja dan memberikan multiefek bagi sektor lain terkait properti, mulai dari bahan bangunan hingga peralatan rumah tangga. Penyaluran perumahan subsidi dalam lima tahun terakhir rata-rata 200.000 unit per tahun.
”Rumah adalah masa depan keluarga. Di masa pandemi, rumah juga menjadi tumpuan untuk tempat bekerja. Keberpihakan pemerintah terhadap sektor perumahan perlu lebih ditingkatkan ke depan,” katanya.
Sementara itu, CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mempertanyakan komitmen pemerintah untuk penyediaan kuota FLPP. ”Permintaan rumah subsidi semakin tinggi,” ujarnya.