Kerja sama perdagangan di kawasan ASEAN mesti mengendurkan hambatan untuk memastikan kelancaran rantai pasok di tingkat regional. Prinsip-prinsip konektivitas antaranggota ASEAN harus terus diperkuat.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J, AGNES THEDOORA
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menjadi pembicara kunci salah satu diskusi panel yang menjadi rangkaian dalam ASEAN Business Investment Summit, di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (3/9/2023). Diskusi panel tersebut mengusung tema Safeguarding ASEANs Food Security in a Time of Growing Uncertainty
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku bisnis di kawasan ASEAN merekomendasikan penghapusan hambatan nontarif dalam perdagangan antarnegara anggota demi menunjang ketahanan pangan di kawasan tersebut. Pemerintah mencoba menyelesaikannya lewat sistem harmonisasi perizinan se-ASEAN.
ASEAN-Business Advisory Council Indonesia Policy Manager for Food Security Arif P Rachmat mengemukakan, ada empat aspek rekomendasi kebijakan yang diharapkan pelaku industri dan usaha di Asia Tenggara di bidang pangan dan pertanian, yakni perdagangan eksternal ataupun intra-ASEAN, infrastruktur dan teknologi pertanian, inklusivitas akses pasar, serta pembangunan kapabilitas petani.
”Dalam perdagangan eksternal dan intra-ASEAN, kami merekomendasikan penghapusan hambatan nontarif berdasarkan prinsip-prinsip yang sudah disepakati untuk menyeimbangkan aturan yang diperlukan dan fasilitas perdagangan,” tuturnya dalam forum kebijakan bertajuk ”Safeguarding ASEAN’s Food Security in a Time of Growing Uncertainty” pada ASEAN Business & Investment Summit, di Jakarta, Minggu (3/9/2023).
Dia juga merekomendasikan percepatan proses bea dan cukai untuk benih, biji, pupuk, dan peralatan pertanian melalui harmonisasi standar, regulasi, dan persetujuan. Agar dapat bernegosiasi secara optimal dengan mitra eksternal, ASEAN diimbau untuk mengelola pengadaan kolektif.
Dalam forum yang sama, Former Secretary of Agriculture Filipina William Dar menyatakan, pangan dan pertanian perlu dijadikan prioritas secara terus-menerus karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh sebab itu, kerja sama perdagangan mesti mengendurkan hambatan untuk memastikan kelancaran rantai pasok di tingkat regional.
Menurut William, harmonisasi kebijakan di bidang pangan dan pertanian dapat menjadi bagian dari agenda transformasi digital. Transformasi tersebut juga mesti berorientasi pada ketahanan iklim. Langkah-langkah itu dapat ditopang oleh investasi swasta yang berorientasi pada model bisnis yang inklusif, inovatif, dan memberikan insentif bagi setiap pihak.
Terkait rekomendasi penghapusan hambatan nontarif, Wakil Menteri Perdagangan RI Jerry Sambuaga menyampaikan, regulasi perizinan setiap negara berbeda-beda. ”Oleh sebab itu, tantangan (hambatan nontarif) tersebut perlu dilihat secara spesifik. Pertemuan AEM (ASEAN Economic Ministers) secara maksimal mendorong hal itu karena kami ingin menguatkan prinsip-prinsip konektivitas. Salah satunya terwujud lewat ASEAN Single Window yang mengharmonisasi perizinan,” ucapnya saat ditemui secara terpisah.
Harmonisasi kebijakan di bidang pangan dan pertanian dapat menjadi bagian dari agenda transformasi digital. Transformasi tersebut juga mesti berorientasi pada ketahanan iklim.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menggarisbawahi, harga pangan dunia naik sejak 2021 dan akan berlanjut di tahun ini. Imbasnya, ketahanan pangan akan terganggu sehingga berdampak negatif pada konsumsi dan nutrisi masyarakat, khususnya kelompok rentan.
Untuk menghadapi situasi tersebut, lanjut Arief, ASEAN perlu menanggapi dengan aksi konkret sehingga krisis ketahanan pangan global dapat teratasi, termasuk risiko guncangan pasokan (supply shock) pada rantai pasok pangan. Dia mencontohkan partisipasi Indonesia dalam ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve dengan menyediakan 12.000 ton beras yang siap didistribusikan ke negara yang membutuhkan.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto (kedua dari kanan) memimpin The 23rd ASEAN Economic Community Council (AECC) Meeting di Jakarta, Minggu (3/9/2023).
Arief mengatakan, kebijakan yang direkomendasikan pelaku bisnis ASEAN ialah mendorong kemitraan intra-ASEAN demi menerapkan solusi pembiayaan inovatif bagi petani. Data-data yang berkaitan dengan petani perlu dikumpulkan dan dibagikan demi memperkuat inklusivitas dan transparansi pasar.
Perkuat produksi
Pertemuan ASEAN Economic Community Council (AECC) ke-23 di Jakarta, Minggu, juga membahas konsep perjanjian untuk memperkuat ketahanan pangan dan nutrisi di kawasan dalam menghadapi berbagai risiko, seperti krisis iklim dan tensi geopolitik. Kesepakatan itu akan dideklarasikan dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-43 ASEAN di Jakarta, 5-7 September 2023.
Berkaca pada krisis gandum yang melanda kawasan Eropa akibat gejolak geopolitik pascaperang Rusia-Ukraina, ASEAN tidak ingin krisis serupa terjadi untuk komoditas utama kawasan, yaitu beras.
Deputi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi mengatakan, berkaca pada krisis gandum yang melanda kawasan Eropa akibat gejolak geopolitik pascaperang Rusia-Ukraina, ASEAN tidak ingin krisis serupa terjadi untuk komoditas utama kawasan, yaitu beras.
Oleh karena itu, salah satu kesepakatan terkait dengan ketahanan pangan di antara negara-negara anggota adalah mendorong arus perdagangan yang lebih lancar dan fleksibel serta memperkuat produksi untuk mengamankan stok beras di kawasan.
”Kita tidak ingin kejadian seperti di kawasan lain karena adanya satu situasi kemudian membuat terjadinya hambatan komoditas yang menjadi kebutuhan utama. Kalau beras ini harganya naik, potensi social unrest-nya akan sangat besar,” tutur Edi.