El Nino membuat hasil panen pangan dunia menurun dan mendorong banyak negara menahan ekspor pangannya. Dengan demikian, kebutuhan pangan harus dipenuhi secara mandiri dari dalam negeri.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengingatkan semua pemangku kepentingan untuk mewaspadai potensi lonjakan inflasi komponen pangan bergejolak akibat adanya fenomena El Nino yang melanda dunia. El Nino membuat hasil panen pangan dunia menurun dan memicu banyak negara menahan ekspor pangan. Dengan demikian, kebutuhan pangan harus dipenuhi secara mandiri dari dalam negeri.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2023 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (31/8/2023), Presiden Joko Widodo mengingatkan semua pemangku kepentingan untuk mewaspadai potensi lonjakan inflasi pangan terpicu El Nino. Fenomena kemarau panjang yang melanda dunia ini akan memaksa negara-negara pemasok pangan untuk menghentikan ekspornya karena mereka memilih untuk mengamankan pasokan untuk kebutuhan dalam negerinya terlebih dahulu.
Ia bercerita, beberapa waktu lalu ia bertemu Perdana Menteri Bangladesh dan India. Menurut Presiden, mereka tidak akan mengekspor beras karena produksi domestiknya diarahkan untuk mengisi kebutuhan dalam negerinya terlebih dahulu. Presiden menambahkan, total ada 19 negara yang akan membatasi ekspor pangan.
”El Nino ini mengakibatkan kekeringan ekstrem dan diprediksi akan berlangsung hingga awal 2024. Kalau semua negara mengerem ekspornya, yang bisa menyelamatkan negara kita, ya, diri kita sendiri. Minta bantuan atau beli beras atau gandum ke negara yang sudah stop ekspor ya tidak bisa,” ujar Presiden Joko Widodo.
Gejala kenaikan harga pangan itu sudah tecermin pada komoditas beras. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, komoditas beras menyumbang inflasi sebesar 0,38 persen secara tahunan pada Juli 2023. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas pangan lain, seperti cabai merah yang sebesar 0,03 persen secara tahunan dan bawang putih yang sebesar 0,02 persen secara tahunan.
Kendati demikian, Presiden mengapresiasi angka inflasi yang terus terkendali. Hal ini tecermin dari data BPS soal inflasi umum pada Juli 2023 yang sebesar 3,08 persen secara tahunan. Hal ini terus menurun dibandingkan dengan inflasi Desember 2022 yang tercatat 5,51 persen. Angka itu juga lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Argentina yang mengalami inflasi 113 persen, Turki dengan 47 persen, India 7,44 persen, Inggris 6,8 persen, Italia 5,9 persen, Uni Eropa 5,3 persen, dan Amerika Serikat (AS) dengan inflasi 3,2 persen.
Angka inflasi Juli 2023 yang mencapai 3,08 persen itu sudah berada di dalam rentang target pengendalian inflasi pemerintah dan Bank Indonesia (BI), yakni 2-4 persen hingga akhir 2023.
Koordinasi
Presiden menambahkan, keberhasilan pengendalian inflasi di Indonesia karena adanya koordinasi yang erat antara pemerintah pusat, daerah, dan BI. Ia menjelaskan, di luar negeri, pengendalian inflasi terbatas hanya mengandalkan kebijakan suku bunga bank sentral semata. Sementara di Indonesia, pengendalian inflasi tak hanya dari bank sentral atau BI saja, tetapi juga dikoordinasikan lintas kementerian dan lembaga dalam koridor Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Ia menjelaskan, percuma saja bank sentral atau BI menaikkan suku bunga acuan untuk mengendalikan inflasi. Sebab, pada dasarnya yang terjadi di lapangan adalah kurangnya pasokan untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga.
Maka dari itu, Presiden terus meminta aga koordinasi yang erat itu tetap terjaga. Ia meminta pendataan permintaan dan pasokan pangan di daerah terus diperkuat. Harapannya, daerah yang berlebih panen pangannya bisa memasok ke daerah yang berkekurangan. Dengan demikian, inflasi bisa terkendali.
Selain itu, Presiden meminta pemerintah daerah untuk menyiapkan cadangan pangan sendiri. Ini agar tidak perlu menanti terlalu lama kiriman pasokan dari pemerintah pusat.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, untuk mengendalikan laju inflasi, pihaknya menjalankan kebijakan 4K. Adapun kebijakan 4K itu adalah menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif antarpihak.
Airlangga yang juga Ketua TPIP menjelaskan, untuk menjaga inflasi pangan, pihaknya sudah mendata cadangan beras dari Perum Bulog yang pada 30 Agustus 2023 mencapai 1,5 juta ton. Pemerintah akan memberikan bantuan beras untuk 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) sebesar 10 kilogram per KPM per bulan.
Airlangga menjelaskan, realisasi belanja kementerian/lembaga untuk pengendalian inflasi pada 31 Juli 2023 telah mencapai Rp 47,03 triliun atau 37,12 persen dari total pagu anggaran yang mencapai Rp 126,68 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, bauran kebijakan yang diterapkan BI salah satunya bertujuan untuk mengendalikan inflasi. Kebijakan moneter suku bunga akan diarahkan untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar rupiah. Sementara kebijakan BI lainnya, seperti makroprudensial dan digitalisasi sistem pembayaran, diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, BI juga berkoordinasi erat dengan pemerintah pusat dan daerah dalam koridor TPIP dan TPID untuk mengendalikan tingkat inflasi. Semuanya berbaur menjadi satu sehingga disebut bauran kebijakan.
Tahun ini pihaknya memperkirakan inflasi akan berada pada level 3 persen yang artinya berada dalam rentang target 2-4 persen. Adapun tahun depan, BI menargetkan pengendalian inflasi dalam rentang 1,5-3,5 persen.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan, untuk pengendalian inflasi, pihaknya selaku pembina pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota, akan terus memantau data kebutuhan pangan di lapangan. Dengan demikian, mereka bisa memantau daerah mana yang berkekurangan atau berkelebihan pangan sehingga penanganannya tepat.
Secara terpisah, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan, inflasi Agustus 2023 akan mencapai 3,34 persen secara tahunan. Angka ini berasal dari perhitungan basis rendah jika dibandingkan dengan Agustus 2022.
Pihaknya memperkirakan, inflasi sampai akhir tahun akan terus terjaga di rentang target 2-4 persen. Ini karena efek rambatan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada September tahun lalu terus menyusut. Namun, pihaknya mengingatkan untuk mewaspadai kenaikan inflasi pangan karena fenomena El Nino.