Proporsi responden pelaku industri yang menyatakan kegiatan usahanya meningkat turun dari 28,7 persen menjadi 28,1 persen. Sebaliknya, proporsi responden yang menyatakan kegiatan usahanya menurun justru naik.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pekerja sedang menyelesaikan pembuatan kain gorden di usaha kecil skala rumahan milik Masdudin di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun masih berekspansi, indeks kepercayaan industri atau IKI yang menjadi indikator kinerja industri manufaktur pada Agustus 2023 menunjukkan tren perlambatan. Tren kinerja tersebut patut diwaspadai karena berpotensi berlanjut akibat melesunya perekonomian China dan daya beli masyarakat Tanah Air yang berimbas pada penurunan permintaan terhadap industri.
Kementerian Perindustrian merilis, Kamis (31/8/2023), IKI pada Agustus 2023 berada di posisi 53,22 poin dan menandakan kinerja manufaktur Tanah Air tengah berekspansi. Angka ini lebih rendah 0,09 poin dibandingkan bulan sebelumnya dan merupakan penurunan kedua sejak Juni 2023 yang berada di posisi 53,93.
Pada Agustus 2023, sebanyak 16 subsektor yang secara total menyumbang 82,7 persen dalam struktur produk domestik bruto (PDB) ada di industri pengolahan nonmigas. Namun, terdapat 7 subsektor yang berkontribusi 17,3 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas mengalami kontraksi.
Berdasarkan faktor indikator pembentuknya, angka IKI pada Agustus 2023 dipengaruhi oleh tingkat produksi yang turun dari 54,55 poin di bulan sebelumnya ke 54,13 poin, pesanan baru yang melorot dari 53,71 poin menjadi 53,22 poin, serta persediaan produk yang naik dari 50,44 poin menjadi 51,85 poin. Proporsi responden pelaku industri yang menyatakan kegiatan usahanya meningkat turun dari 28,7 persen menjadi 28,1 persen. Sebaliknya, proporsi responden yang menyatakan kegiatan usahanya menurun naik dari 22,6 persen menjadi 24,3 persen.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pekerja sedang menyelesaikan pembuatan kain gorden di usaha kecil skala rumahan milik Masdudin di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Yan Sibarang Tandiele menyebutkan, subsektor yang mengalami kontraksi dalam dua bulan terakhir adalah subsektor industri logam dasar serta industri reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan. ”Industri logam dasar menghasilkan bahan baku bagi industri yang lebih di hilir. Imbasnya, masalah yang terjadi di hilir akan memengaruhi kondisi subsektor ini,” katanya dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, subsektor yang mengalami penurunan nilai IKI terdalam ialah industri percetakan (turun 5,12 persen), industri makanan (turun 4,42 persen), dan industri tekstil (turun 4,04 persen). Dia mencontohkan, angka IKI industri tekstil turun karena berkurangnya permintaan produk pakaian di masyarakat pada Agustus 2023 dibandingkan bulan sebelumnya.
Ke depannya, dia menilai, Indonesia perlu mewaspadai situasi perekonomian di China. ”Ekspor Indonesia ke China jumlahnya besar. Impor bahan baku dari China juga besar. Oleh sebab itu, China perlu diperhatikan,” ujarnya saat ditemui setelah konferensi pers.
Badan Pusat Statistik mencatat, proporsi ekspor nonmigas Indonesia ke China sepanjang Januari-Juli 2023 sebesar 24,82 persen dan merupakan angka tertinggi dibandingkan negara-negara lainnya. China juga menjadi sumber impor terbesar Indonesia dengan proporsi 32,74 persen. Per Juli 2023, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan nonmigas sebanyak 621 juta dollar AS dengan China.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pekerja pabrik tekstil PT Bentara Sinar Prima di Dayeukolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sedang mengecek kain yang sedang diproduksi, Rabu (29/3/2023).
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia sekaligus Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani menilai, angka IKI turun lantaran kenaikan biaya produksi akibat beban pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS serta kenaikan harga komoditas global meskipun tipis. ”Hal ini menjadi kendala bagi industri manufaktur karena impor bahan baku dan penolong masih dibutuhkan. Apalagi, sudah sebulan ini nilai tukar rupiah tergolong ekstra tinggi, yakni di atas Rp 15.000 (per 1 dollar AS),” tuturnya saat dihubungi, Kamis (31/8/2023).
Oleh sebab itu, dia menilai, fluktuasi harga komoditas dan nilai tukar rupiah dapat memengaruhi kinerja industri manufaktur ke depan. Pelaku industri berharap, pemerintah dapat menciptakan diversifikasi perdagangan, khususnya dengan negara mitra yang sudah memiliki perjanjian dagang dengan Indonesia sehingga stabilitas suplai produksi dapat terjaga. Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah dalam waktu dekat juga diharapkan sehingga pelaku industri lebih berkapasitas secara keuangan untuk berekspansi.
Di dalam negeri, lanjutnya, pelaku industri juga menyoroti fluktuasi daya beli dan keyakinan konsumsi pasar. ”Ada kemungkinan keyakinan konsumsi pasar melemah jika proses transisi kepemimpinan menjadi tidak terprediksi serta menimbulkan keresahan sosial-politik di tengah publik. Oleh sebab itu, kami berharap pemerintah dan calon politisi calon pemimpin baru berkomitmen menjaga kondusivitas iklim usaha dan sosial-politik nasional sehingga pertumbuhan ekonomi tetap stabil dan dapat dimaksimalkan,” katanya.
Direktur Program Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti berpendapat, terdapat kecenderungan IKI menurun apabila kondisi ekonomi masih lesu seperti sekarang, termasuk adanya indikasi pelemahan daya beli masyarakat. Pelemahan itu disebabkan oleh harga barang pokok yang naik, tetapi pendapatan masyarakat cenderung tetap.