Soal Masela, Pertamina Singgung Perlunya Penumbuhan Permintaan Gas
Dengan gencarnya program hilirisasi, produksi gas dari Blok Masela seharusnya bisa terserap. Namun, perlu dipastikan juga bahwa industri yang melakukan hilirisasi menggunakan gas dalam pemenuhan kebutuhan energinya.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Wilayah Tanimbar Selatan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, yang menjadi lokasi pembangunan pelabuhan gas alam cair (LNG) Blok Masela, pada Jumat (20/3/2020).
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) bersama Petronas telah resmi mengambil alih 35 persen hak partisipasi Shell pada proyek Abadi Masela di Maluku, akhir Juli 2023. Dengan target operasi proyek pada 2029, pihak Pertamina berharap permintaan gas bumi ditumbuhkan agar produksi yang diprioritaskan untuk domestik terserap.
Pertamina dan Petronas menggelontorkan dana senilai Rp 650 juta dollar AS atau setara Rp 9,75 triliun untuk mengakuisisi hak partisipasi Shell di Masela. Dengan demikian, komposisi pemegang hak partisipasi (PI) proyek Abadi Masela menjadi 65 persen Inpex, 20 persen Pertamina, dan 15 persen Petronas.
Adapun wilayah kerja Blok Masela diestimasi dapat memproduksi 1.600 juta standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD) atau setara 9,5 juta ton gas alam cair (liquified natural gas/LNG) per tahun dan gas pipa 150 MMSCFD serta 35.000 barel kondensat per hari.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (30/8/2023), mengatakan, pemerintah telah menyampaikan kebijakan bahwa produksi blok migas diprioritaskan untuk pasar domestik. Namun, harus ada dua sisi agar proyek dapat optimal.
”Kebijakan ini akan menguatkan (sisi) supply. Tapi, demand (permintaan) juga harus diciptakan. Jangan sampai seperti (program pembangkit) 35.000 megawatt, supply-nya didorong, tetapi demand tidak dijaga sehingga kelebihan pasokan (listrik). Ini tidak boleh secara bisnis. Saat diwajibkan untuk domestik, industri harus tumbuh," katanya.
Ia menambahkan, dengan gencarnya program hilirisasi, produksi gas dari Blok Masela seharusnya bisa terserap. Namun, perlu dipastikan juga bahwa industri yang melakukan hilirisasi menggunakan gas dalam pemenuhan kebutuhan energinya, bukan menggunakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dibangun sendiri.
Karakteristik bisnis LNG, imbuh Nicke, ialah kontrak jangka panjang. Oleh karena itu, keekonomian harus dipastikan lantaran hal itu penting bagi investor. Apabila dikaitkan dengan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU), misalnya, keekonomian tidak tercapai.
Mengenai lokasi pengembangan proyek, Nicke menuturkan, eksplorasi akan berada di lepas pantai (offshore), produksi dan storage gas akan terapung (floating), serta LNG plant di darat (onshore). ”Sampai hari ini, itu cara paling efisien dan efektif untuk mengakomodasi semua aspirasi yang ada,” katanya.
Nicke menambahkan, awalnya, Inpex menargetkan proyek Abadi Masela akan mulai beroperasi pada 2032, tetapi pemerintah meminta percepatan menjadi 2029. Saat ini, konsorsium tengah melakukan finalisasi revisi rencana pengembangan sumur (plan of development/POD) yang sudah memasukkan penangkapan, penyimpanan, dan pemanfaatan karbon (CCUS).
Suasana penandatanganan perjanjian jual beli kepemilikan Blok Masela dan nota kesepahaman (MOU) Strategic Partnership for Masela Block pada pembukaan Konvensi dan Pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) 2023 di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (25/7/2023).
Paralel
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tutuka Ariadji menuturkan, dari pertemuan yang telah dilakukan, Inpex dan Pertamina menyepakati bahwa proyek Abadi Masela mesti dipercepat. Kegiatan-kegiatan didorong untuk dilakukan secara paralel.
”(Itu) Terkait perencanaan. Kemudian pengadaannya dipercepat, serta (dipastikan) fasilitas produksi permukaan. Mana-mana saja yang bisa diparalelkan. Dipercepat supaya sebelum 2030 bisa (beroperasi),” ujar Tutuka.
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Mercy Chriesty Barends, mengemukakan, sejak saham partisipasi Shell diakuisisi oleh Pertamina dan Petronas, Blok Masela menjadi perbincangan hangat di Maluku. Ia pun berharap pelaksanaan proyek tak sekadar urusan di tingkat nasional, tetapi hingga terbawah.
”Kami mengharapkan adanya pelibatan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, terutama daerah terdampak, yaitu Kabupaten Kepulauan Tanimbar (Maluku). Dan satu pulau dilepas, Pulau Nustual, akan diikutkan lagi (dalam proyek) dengan perluasan lain,” ucap Mercy.