Pebisnis atau korporasi terlibat di dalam bencana adalah bukan sesuatu yang baru. Sudah lama bisnis terlibat di dalam upaya membantu sesama yang menderita.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Kebakaran di Maui, Hawaii, beberapa hari lalu menelan korban meninggal hingga 114 orang. Musibah ini telah menggerakkan sejumlah orang dan lembaga untuk membantu mereka. Austin Food Adventures mengajak puluhan restoran di Negara Bagian Texas mendonasikan 5-10 persen keuntungannya untuk membantu korban kebakaran itu. Gerakan kecil bernama Dine With Maui telah mampu membuat orang ikut merasakan penderitaan sesama.
Amanda Wong adalah orang di balik gerakan ini. Ia sebenarnya hendak melakukan perjalanan ke Hawaii pada September nanti. Akan tetapi, setelah mendengar musibah itu, ia membatalkan rencana perjalanan tersebut. Dari sini, ia tergerak untuk membuat Dine With Maui. Ia sendiri pernah membikin gerakan sejenis, yaitu Dine With Ukraine, tak lama setelah Rusia menginvasi Ukraina. Saat itu ia berhasil mengumpulkan dana 50.000 dollar AS.
Amanda tak mempunyai target muluk-muluk. Ia berharap gerakan ini bisa mengumpulkan dana 20.000 dollar AS hanya dalam sehari. Meski demikian, sejumlah pebisnis kini mulai tergerak. Sebuah perusahaan suvenir ikut membuat aksi donasi yang sama. Negara Bagian Arizona juga membuat gerakan yang sama dengan nama Dine Our For Maui. Penggalangan donasi baru kemungkinan akan bermunculan dalam waktu dekat ini setelah muncul gerakan donasi dari Kota Austin di Texas.
”Jika Anda pernah merasa putus asa di tengah kabar bencana dan Anda merasa ada sesuatu yang dapat Anda lakukan untuk membantu, tetapi Anda tidak yakin apa yang bisa Anda lakukan, penggalangan donasi seperti ini sangat cocok untuk itu. Anda cukup melakukan ini, pergi keluar untuk makan di restoran-restoran yang bergabung dalam program ini,” kata Amanda di sebuah media bernama Austin NPR Station. Ajakan ini sangat sederhana dan membuka mata orang bahwa untuk membantu sesama tidak sulit, hanya pergi ke restoran.
Pebisnis atau korporasi terlibat di dalam bencana adalah bukan sesuatu yang baru. Sudah lama bisnis terlibat di dalam upaya untuk membantu sesama yang menderita. Akan tetapi, gerakan Dine With Maui memiliki kreativitas yang tidak kecil. Orang diajak untuk membuat gerakan simpel, tetapi memiliki dampak. Mereka hanya cukup melangkah ke restoran dan makan. Cara ini melampaui pemberian bantuan langsung oleh perusahaan yang sering disebut CSR. Gerakan di atas juga melibatkan konsumen. Konsumen bisa menikmati makanan, tetapi pada saat yang sama membantu orang lain.
Meski demikian, keterlibatan perusahaan dalam gerakan seperti ini tidaklah sederhana. Banyak kejadian masa lalu yang malah memukul balik nama perusahaan karena mereka salah melakukan komunikasi. Profesor bidang pemasaran di Colorado State University College of Business, Jonathan Zhang, di dalam laman universitas tersebut memberi beberapa saran bagaimana bisnis masuk ketika terjadi bencana. Dengan niat terbaik sekalipun, sulit bagi bisnis untuk tidak terlihat oportunistik ketika harus berkomunikasi dengan para korban. Untuk itulah, bisnis perlu berhati-hati.
Sesaat ketika sebuah tragedi, Zhang menyarankan, tim pemasaran harus fokus pada mengakui adanya trauma di kalangan korban dan menawarkan bantuan daripada mendorong penjualan produk atau layanan. Dia mengatakan, salah satu contoh yang melakukan hal ini dengan benar adalah ketika kebakaran Kamp 2018 di California. Airbnb mengaktifkan program Open Homes mereka, yang memungkinkan tuan rumah menyediakan rumah mereka secara gratis untuk pekerja bantuan dan keluarga yang kehilangan tempat tinggal. Tim pemasaran difokuskan mengumpulkan komunitas mereka untuk membantu daripada mencari keuntungan.
Airbnb berkali-kali mengadakan program sejenis untuk sejumlah musibah seperti badai yang melanda beberapa tempat, kebakaran, dan banjir. Secara global, mereka meminta para pemilik properti untuk memberi tumpangan sementara bagi para korban. Tidak hanya itu, di beberapa kejadian lain Airbnb melarang pesta di penginapan atau properti yang tergabung dalam platformnya seusai berbagai peristiwa yang memilukan. Kepedulian mereka ditunjukkan bukan hanya memberi fasilitas, melainkan juga seperasaan dan peduli dengan para korban dengan cara melakukan tindakan yang tidak tercela.
Kunci dari semua respons itu adalah memahami emosi korban begitu kita mendengar dan mengetahui bencana. Mereka pasti merasa sedih, bingung, takut, dan lain-lain. Mereka menjadi sangat sensitif ketika berkomunikasi dengan orang lain. Semua ini menjadi pemandu bagi kalangan bisnis untuk menyampaikan pesan yang hendak dikeluarkan merespons berbagai masalah yang dihadapi oleh korban. Sudah barang tentu kehati-hatian diperlukan dan sebaliknya menyimpan rapat keinginan untuk menjual produk dan layanan.
Meski demikian, tidak sedikit perusahaan yang sejak awal memang tamak. Mereka memanfaatkan tragedi untuk mendapat untung besar, seperti ketika puncak pandemi, mereka malah membiarkan harga tisu, harga masker, dan harga alkohol melambung. Kesalahan pernah terjadi ketika Uber membiarkan lonjakan harga muncul dalam platform selama terjadi badai Sandy. Ada banyak contoh lain dari perusahaan yang melakukan kesalahan saat terjadi bencana. Mereka memang tidak memiliki empati dan tidak segera bertindak ketika tragedi kemanusiaan ada di depan mereka.