Per Juni 2023, Jumlah Pengguna Layanan Seluler Mencapai 346,8 Juta
Jumlah gabungan pengguna layanan telekomunikasi seluler dari empat operator telah melebihi total populasi. Peluang monetisasi dari pasar yang besar itu terbuka lebar.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Per Juni 2023, jumlah gabungan pengguna Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison, XL Axiata, dan Smartfren mencapai 346,8 juta. Jika dibandingkan dengan total populasi penduduk sebesar 227,8 juta jiwa, Indonesia memiliki 124,8 pengguna layanan telekomunikasi seluler untuk setiap 100 orang dalam populasi.
Senior Research Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia Robertus Hardy berpendapat, potensi pertumbuhan basis pengguna baru layanan telekomunikasi seluler akan semakin terbatas. Kendati demikian, jumlah pengguna gabungan yang sudah besar saat ini sebenarnya siap untuk dimonetisasi. Ditambah lagi, pendapatan rata-rata pengguna (average revenue per user/ARPU) untuk mengonsumsi layanan bertumbuh.
Sebagai gambaran, pada semester I-2023, ARPU Telkomsel adalah Rp 47.500, naik 13,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022 sebesar Rp 42.000. Sementara pada semester I-2023, ARPU Indosat Ooredoo Hutchison menjadi Rp 34.300, naik 2,4 persen dibandingkan semester I-2022. Adapun ARPU campuran XL Axiata naik 7,9 persen dari semester I-2022 ke semester I-2023 menjadi Rp 41.000.
Jumlah pengguna gabungan yang sudah besar saat ini sebenarnya siap untuk dimonetisasi.
”Mengingat pasar mobileinternet (seluler) yang relatif jenuh, kami berharap strategi konvergensi antara jaringan tetap dan jaringan bergerak telekomunikasi (fixed mobile convergence/FMC) dapat memberikan prospek pertumbuhan yang lebih berkelanjutan bagi industri telekomunikasi Indonesia ke depan,” kata Robert dalam laporan riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia bertajuk ”Telecommunication (Overweight/Maintain): Convergence Strategy Rollout amid a Saturated Mobile Internet Market” yang dirilis pada Kamis (3/8/2023) di Jakarta.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno saat dihubungi, Sabtu (5/8/2023), di Jakarta, berpendapat, jumlah pengguna layanan telekomunikasi seluler (berdasarkan SIM card) yang sudah melebihi jumlah populasi penduduk memberi beberapa makna.
Pertama, tingkat ketergantungan tinggi penduduk terhadap ponsel untuk komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mutasi ponsel biasa ke ponsel pintar atau meningkatnya penggunaan aplikasi internet yang diikuti surutnya pemakaian suara dan SMS.
Makna ketiga, munculnya aplikasi baru mesin ke mesin yang berbasis internet untuk segala benda. Adapun makna keempat, operator telekomunikasi seluler dituntut berkonsolidasi untuk mencapai pangsa pasar minimal.
Menurut Sarwoto, gejala ARPU naik disebabkan oleh keberhasilan mutasi penggunaan SIM card ke arah internet sehingga konsumsi bandwidth (kapasitas transfer data) internet per kapita naik. Bandwidth per kapita menjadi sangat penting sebagai indikator keberhasilan ekonomi digital. Di Indonesia, saat ini rata-rata bandwidth per kapita sebesar 12 gigabit (GB)/kapita/bulan, sedangkan di negara maju sudah di atas 50 GB/kapita/bulan.
”Dengan peningkatan konsumsi bandwidth per kapita, operator telekomunikasi seluler mempunyai peluang monetisasi dalam wujud, antara lain, pusat data dan bisnis aplikasi. Pemerintah bahkan dapat memanfaatkannya untuk sistem pemerintahan berbasis elektronik,” kata Sarwoto.
Dosen Sekolah Tinggi Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Ian Josef Matheus Edward, saat dihubungi, Sabtu, berpendapat, penyebutan pengguna layanan telekomunikasi pada masa mendatang bukan hanya orang, melainkan juga perangkat. Operator telekomunikasi seluler bisa tetap meraup pendapatan dari bisnis benda terhubung internet (internet of things/IoT) yang bisa dipakai untuk memudahkan operasi dan monitoring.
Penyebutan pengguna layanan telekomunikasi pada masa mendatang bukan hanya orang, melainkan juga perangkat.
Model bisnis lain yang berpeluang untung adalah perangkat lunak sebagai servis (software as a service/SaaS). Jadi, orang bisa membeli paket layanan telekomunikasi seluler yang di dalamnya sudah terdapat SaaS.
”Penawaran layanan FMC adalah salah satu opsi model bisnis untuk memperoleh pendapatan. Apalagi, ada tren konsumen ingin mengonsumsi layanan internet tanpa halangan (seamless). Mereka menginginkan perangkat, termasuk ponsel pintar, cepat terhubung dengan Wi-Fi dan menara pemancar berteknologi akses seluler,” ujar Ian.
Lebih jauh, Ian menyampaikan, saat ini beberapa IoT telah digunakan oleh masyarakat. Ketika segala aktivitas sehari-hari semakin mengandalkan internet, ditambah lagi IoT semakin marak, maka ARPU akan semakin naik.
”Saat ini, warga membeli paket data mungkin masih ada yang disisipkan bonus suara dan SMS. Ke depan, kemungkinan warga membeli paket data seluler sudah menyatu dengan aneka aplikasi dan layanan jaringan tetap telekomunikasi. Kenyamanan digital akan semakin menjadi perilaku sehari-hari,” ucapnya.