Kinerja Industri Manufaktur Juli 2023 Tetap Ekspansif
Sektor manufaktur terus menorehkan catatan ekspansif selama beberapa periode. Walakin, industri tekstil sampai saat ini masih terus terpuruk.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
KOMPAS/AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Presentasi dalam konferensi pers laporan Indeks Kepercayaan Industri periode Juli 2023, di Jakarta, Senin (31/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Meski masih berada pada tren ekspansif, Indeks Kepercayaan Industri atau IKI hingga Juli 2023 mengalami perlambatan. Di sisi, industri tekstil sampai saat masih terus mengalami kontraksi semenjak pandemi Covid-19.
Berdasarkan laporan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), IKI periode Juli 2023 menyentuh angka 53,31 poin atau masih berada pada level ekspansif, yakni di atas 50 poin. Namun, torehan tersebut terkontraksi 0,62 poin dibandingkan periode Juni 2023 sebesar 53,93 poin.
Kondisi ekspansif ini ditopang oleh seluruh indeks variabel pembentuk IKI, yakni variabel pesanan baru, produksi, dan persediaan produk. Variabel persediaan produk dari 50,34 menjadi 50,44 (naik 0,1 poin).
Selain itu, ekspansi tersebut juga sejalan dengan 32 persen atau sekitar 1.236 dari 3.864 pelaku usaha industri menyatakan kondisi kegiatan usahanya meningkat, lebih banyak dibandingkan pelaku usaha yang menyatakan kondisi usahanya menurun yang sebesar 22,6 persen. Sementara itu, 45,4 persen pelaku usaha menyatakan kondisi usahanya stabil pada Juli 2023.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian sekaligus Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika, Senin (31/7/2023), mengatakan, IKI tetap ekspansif selama 22 bulan terakhir. Diperkirakan, capaian pada periode berikutnya dapat lebih tinggi lagi dari bulan ini.
”Optimisme kegiatan usaha di Indonesia tetap tinggi sebagaimana bulan lalu. Optimisme selama enam bulan ke depan, posisinya sama seperti Juni kemarin, yakni 90,3 persen pelaku usaha yang mengatakan tetap ekspansif dan optimistis,” katanya dalam konferensi pers laporan IKI periode Juli 2023, di Kantor Kemenperin, Jakarta.
KOMPAS/AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif (kiri) dan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian sekaligus Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika (tengah) melaporkan Indeks Kepercayaan Industri periode Juli 2023, di Jakarta, Senin (31/7/2023).
Dari 23 subsektor industri pengolahan nonmigas, terdapat 16 subsektor yang mengalami ekspansi dengan kontribusi sebesar 83,1 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) triwulan I-2023. Sementara, tujuh subsektor lainnya terkontraksi dengan kontribusi terhadap PDB kuartal I-2023 sebesar 16,9 persen.
Dibandingkan dengan bulan lalu, lanjut Putu, subsektor yang terkontraksi pada Juli 2023 jauh lebih lebih banyak. Namun, kontribusi subsektor yang terkontraksi terhadap perekonomian Indonesia tidak lebih tinggi dari subsektor yang ekspansif.
Terkait dengan perlambatan IKI dibandingkan periode sebelumnya, salah satunya disebabkan oleh pergantian musim di Indonesia. Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan, musim liburan dan masuk sekolah telah terlewati sehingga beberapa subsektor, yakni industri pakaian jadi dan industri hulu, seperti industri kayu dan furnitur yang memasok ke sekolah dan kantor mengalami penurunan pesanan.
Ada beberapa subsektor yang mengalami kontraksi, ada juga yang naik statusnya dari kontraksi ke ekspansi, yakni subsektor barang dari kulit dan alas kaki. Ini yang statusnya naik. Sementara, yang performanya sangat tinggi adalah industri kendaraan bermotor, industri makanan, industri minuman, dan industri peralatan listrik atau termasuk yang tertinggi dari 23 subsektor.
Akibatnya, terdapat tujuh subsektor yang sebelumnya mengalami ekspansi menjadi terkontraksi, yakni pakaian jadi, logam dasar, kayu, barang kayu dan gabus, barang galian bukan logam, serta reparasi dan pemasangan mesin alat. Sementara itu, industri tekstil dan industri pengolahan lainnya masih mengalami kontraksi.
”Ada beberapa subsektor yg mengalami kontraksi, ada juga yang naik statusnya dari kontraksi ke ekspansi, yakni subsektor barang dari kulit dan alas kaki. Ini yang statusnya naik. Sementara, yang performanya sangat tinggi adalah industri kendaraan bermotor, industri makanan, industri minuman, dan industri peralatan listrik atau termasuk yang tertinggi dari 23 subsektor,” ucapnya.
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito memberikan penjelasan mengenai kondisi beberapa sektor industri dalam konferensi pers laporan Indeks Kepercayaan Industri periode Juli 2023, di Jakarta, Senin (31/7/2023).
”Yang selalu terkontraksi itu industri tekstil. Memang industri serat, benang, dan kain, menjadi tantangan kita bersama karena ada ekosistem di industri pakaian jadi yang pada Juli masih mengalami kontraksi. Ini karena pasarnya didominasi oleh ekspor,” kata Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito.
Ekspor industri pengolahan pada Juni 2023 tercatat mencapai 11,52 juta ton atau meningkat 13,9 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, secara nilai, ekspor industri pengolahan senilai 15,25 miliar dollar AS menurun 2,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Lebih lanjut, menurut golongan penggunaan barangnya, impor bahan baku penolong pada Juni 2023 menurun 19,24 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Selain itu, impor barang modal dan konsumsi juga menurun masing-masing 17,97 persen dan 9,3 persen dibandingkan bulan lalu.
Menurut Warsito, kontraksi pada industri teksil dan garmen bermula dari masa pandemi Covid-19. Saat itu, negara-negara yang menjadi tujuan pasar ekspor, seperti China, Amerika, dan Eropa, mengalami gejolak sehingga produksi dalam negeri tidak terserap.
Kondisi itu kemudian diperparah dengan adanya tren pakaian bekas impor (thrifting) dari China yang berdampak terhadap permintaan pasar domestik. Oleh sebab itu, pemerintah kini tengah mempersiapkan instrumen kebijakan secara fiskal dan nonfiskal guna menahan laju produk-produk impor dari China.
”Kemudian, dukungan pemerintah melalui program restrukturisasi juga penting. Seperti diketahui, industri hulu, terutama serat, benang, dan kain, kan, mesinnya sudah tua, sudah 20 tahun beroperasi sehingga untuk berkompetisi dengan China dan negara-negara besar lainnya tidak mampu. Dengan restrukturisasi ini, kita bisa menaikkan kualitas juga kuantitas dari serat, benang, dan kain,” tuturnya.
Warsito menambahkan, berdasarkan data ekspor impor, sektor IKFT secara spesifik mengalami tren positif. Sejak tahun 2021 sampai semester I-2023, ekspor IKFT tercatat 21,90 miliar dollar AS. Walakin, impor untuk bahan baku masih cukup tinggi, yakni 21,59 miliar dollar AS.
Selain itu, iklim investasi pada sektor IKFT turut mengalani tren positif, yakni pada triwulan I-2023 senilai Rp 33,78 triliun. Sebagian besar investasi tersebut ditujukan pada sektor barang kimia senilai Rp 16,29 triliun, serta industri karet dan barang karet senilai Rp 4,50 triliun.