Penerapan Teknologi Penangkapan dan Pemanfaatan Karbon Perlu Diintensifkan
Sejumlah proyek migas di Indonesia, termasuk Abadi Masela, akan menerapkan teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon atau CCUS. Selain untuk peningkatan produksi, juga menekan emisi CO2.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Petugas lapangan memantau proses injeksi karbon dioksida (CO2) di Sumur JTB-161 Lapangan Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (26/10/2022). Injeksi CO2 ini merupakan penerapan dari hasil studi bersama antara PT Pertamina (Persero) dan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation. Penerapan metode ini diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak dan menurunkan emisi gas rumah kaca.
JAKARTA, KOMPAS — Teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon dalam industri hulu minyak dan gas bumi dinilai kian diperlukan. Selain meningkatkan produksi, teknologi itu juga untuk mengurangi emisi yang dihasilkan dari kegiatan hulu migas. Sejumlah proyek, termasuk Abadi Masela, akan menerapkan teknologi tersebut.
Carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS) ialah teknologi penangkapan dan penyimpanan emisi karbon sehingga tidak terlepas ke atmosfer. Karbon kemudian juga dimanfaatkan untuk peningkatan produksi migas.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, di sela-sela peluncuran program One Two Trees di Kawasan Ekowisata Mangrove, Jakarta, Sabtu (29/7/2023), mengatakan, salah satu proyek CCS/CCUS yang sudah jalan, yakni Ubadari Carbon Capture oleh bp Tangguh di Papua Barat. Proyek tersebut direncanakan beroperasi pada 2026.
Menurut Dwi, proyek-proyek besar juga akan menerapkan CCS/CCUS. ”Termasuk Abadi Masela (Inpex, Pertamina Hulu Energi, dan Petronas Masela), Sakakemang oleh Repsol, dan lainnya. Jadi, CCS/CCUS ini terus bergulir,” ujar Dwi.
Ia menambahkan, selain CCS/CCUS, upaya lain yang dilakukan industri hulu migas untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) adalah program zero flaring (gas suar). Juga beberapa efisiensi seperti penggantian gas own use (gas yang digunakan sendiri untuk produksi) dengan listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan CCS dan CCUS pada Kegiatan Usaha Hulu Migas. Peraturan tersebut untuk memenuhi kebutuhan emisi, untuk ditangkap dan diinjeksikan dalam mendukung produksi migas serta pengurangan emisi karbondioksida (CO2).
Sejumlah pimpinan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menanam mangrove dalam peluncuran program One Two Trees di Kawasan Ekowisata Mangrove, Jakarta, Sabtu (29/7/2023).
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, Sabtu (29/7/2023), menjelaskan, Permen ESDM No 2/2023 mengakomodasi semua aktivitas terkait CCS/CCUS di hulu migas. Apabila kontrak wilayah kerja migas yang digunakan cost recovery (biaya produksi yang dipulihkan), CCS/CCUS juga akan masuk di dalamnya.
”Jadi, ini semacam insentif dari pemerintah, meskipun sebelumnya pun sudah berjalan. Misalnya, pada EOR (pengurasan minyak tingkat lanjut). Kini dengan CCS/CCUS, CO2-nya diambil dari dalam untuk kemudian dimasukkan kembali. Juga sebagai salah satu upaya penurunan emisi. Nanti akan ada valuasi nilai karbon yang juga bisa dihitung,” ucapnya.
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Akmaluddin Rachim, saat dihubungi pada Minggu (30/7/2023), menilai, lewat Permen ESDM No 2/2023, pemerintah berinisiatif untuk tetap memanfaatkan energi tidak terbarukan (migas), tetapi disertai teknologi bersih. Dengan demikian, produksi migas bisa optimal dan emisi CO2 dapat ditekan.
Hal tersebut, menurut Akmaluddin, juga berkaitan dengan daya tarik investasi mengingat tuntutan internasional yang semakin mengarah ke energi bersih. ”Dalam pendanaan lewat perbankan global, misalnya, akan dilihat perusahaan-perusahaan mana yang mendukung pengurangan emisi atau memanfaatkan teknologi yang rendah emisi,” katanya.
Suasana penandatanganan perjanjian jual beli kepemilikan Blok Masela dan nota kesepahaman Strategic Partnership for Masela Block pada pembukaan Konvensi dan Pameran Indonesian Petroleum Association 2023 di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (25/7/2023).
Kolaborasi
Pekan lalu, CCS/CCUS juga dibahas intensif dalam konvensi dan pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) 2023 di ICE BSD, Tangerang, Banten. Sejumlah kerja sama terkait dengan CCS/CCUS juga disepakati dalam acara tersebut.
PT Pertamina (Persero), misalnya, menandatangani kesepakatan untuk membahas, mengeksplorasi, serta kerja sama lain dalam transisi energi dengan Mubadala, Posco International, Japex, dan Jogmec. Selain terkait CCS/CCUS, juga mengenai pengembangan blue hydrogen/amonia serta energi-energi terbarukan.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, dari sejumlah penelitian diketahui bahwa di Indonesia, potensi kapasitas penyimpanan CO2 pada reservoir yang telah kosong, mencapai 80-400 gigaton CO2. Dengan potensi yang besar itu, Indonesia bisa berkontribusi signifikan dalam penurunan emisi di dunia.
Kolaborasi dengan para mitra, menurut Nicke, diperlukan untuk menghadapi tantangan transisi energi, terutama dalam penguasaan teknologi dan pembiayaan. ”Mengingat situasinya urgen, kami membutuhkan visi dan komitmen lebih besar terhadap langkah inovatif, inklusif, dan juga kolaboratif (dalam transisi energi),” katanya.
Presiden IPA Yuzaini Md Yusof mengemukakan, Indonesia ialah negara yang cukup cepat dalam implementasi CCS/CCUS, termasuk dengan telah terbitnya Permen ESDM No 2/2023. Ke depan, ada sejumlah hal yang harus disiapkan, antara lain kebijakan fiskal, tax credit, kebijakan harga karbon, dan kesiapan carbon storage.
”Meski proyek CCS/CCUS sudah mulai berkembang, keberhasilan proyek CCS/CCUS masih bergantung pada dukungan regulasi dan daya tarik secara komersial. Masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan,” ujar Yuzaini.