Meski menguntungkan secara makro, wajib parkir devisa hasil ekspor berpotensi merugikan secara mikro. Hal itu perlu diseimbangkan dengan pemberian insentif dan relaksasi bagi eksportir.
Oleh
AGNE THEODORA, BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Lanskap Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (20/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Kendati sudah kehilangan momentum, kewajiban menyimpan devisa hasil ekspor di dalam negeri diperkirakan tetap berpotensi menarik devisa yang cukup signifikan bagi negara. Kebijakan itu akan lebih efektif jika pemerintah bisa menyeimbangkan antara manfaatnya secara makro bagi perekonomian negara dan kerugiannya secara mikro bagi pelaku ekspor.
Kewajiban memarkir devisa hasil ekspor (DHE) itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA), yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2023.
Eksportir di sektor sumber daya alam (SDA), seperti pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, diwajibkan menyimpan 30 persen devisanya di sistem keuangan dalam negeri selama minimal tiga bulan.
Baca Juga:
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, Selasa (25/7/2023), mengatakan, kebijakan itu sebenarnya sudah melewati momentumnya, mengingat tahun ini harga komoditas dunia sudah melandai dan kinerja perdagangan internasional juga melambat. Kebijakan ini idealnya sudah berlaku sejak tahun 2022 ketika surplus neraca perdagangan sedang melejit.
Menurut dia, jika kebijakan wajib parkir DHE itu diterapkan tahun lalu saat kinerja ekspor sedang tinggi-tingginya akibat kenaikan harga komoditas, devisa yang berpotensi dikantongi negara bisa mencapai 2 miliar dollar AS per bulan.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Kapal tunda membantu kapal barang untuk meningalkan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, usai melakukan bongkar muat peti kemas, Kamis (20/7/2023).
Respons dari eksportir juga dinilai bisa lebih positif tahun lalu ketika keuntungan yang didapat pelaku usaha sedang meningkat.
”Tahun lalu profit sedang tinggi, sementara sekarang ini posisinya harga komoditas lagi turun, ekspor turun, profit margin turun sehingga kerugiannya lebih besar bagi eksportir jika harus memarkir DHE di dalam negeri,” ujar Josua.
Kendati demikian, ia menilai kebijakan wajib parkir DHE itu tetap dibutuhkan untuk menjaga cadangan devisa dan menstabilkan nilai tukar rupiah. Potensi devisa yang bisa diraup negara juga cukup besar, yakni 1 miliar-1,7 miliar dollar AS per bulan.
Kebijakan ini menyulitkan perusahaan dalam mengatur arus kas untuk berbagai kebutuhan mendesak.
Proyeksi itu didapat dengan mengacu pada rata-rata kinerja ekspor selama paruh pertama tahun 2023 ini serta berkaca pada kinerja ekspor di kondisi normal sebelum ledakan harga komoditas (periode tahun 2015-2019).
”
Potensi devisa yang bisa kita dapatkan tetap positif. Harapannya, dengan lebih banyak pasokan dollar AS di dalam negeri, likuiditas valuta asing meningkat dan rupiah bisa lebih stabil,” katanya.
Membebani eksportir
Meski menguntungkan secara makro, wajib parkir DHE berpotensi merugikan secara mikro bagi eksportir SDA. Oleh karena itu, untung-rugi itu perlu diseimbangkan dengan memberikan insentif dan relaksasi bagi pelaku ekspor yang patuh menyimpan DHE di dalam negeri. Hal itu bisa diatur dalam peraturan turunan yang kini sedang disusun pemerintah.
”The devil is in the details. Jadi, detail aturan pelaksana ini sangat penting untuk memberi keringanan bagi pelaku usaha agar mereka mendukung kebijakan ini, khususnya untuk sektor perikanan yang kenaikan harga dari produknya tidak setinggi tambang,” ujar Josua.
Salah satunya, kebijakan itu juga bisa dibuat fleksibel. Artinya, kewajiban nominal setor dan tenor minimal disesuaikan dengan pergerakan harga komoditas.
”Jadi, bukan harga mati, pemerintah bisa mendengar pelaku usaha dan pelaku usaha juga mendengar pemerintah. Toh, kalau rupiah kita kuat, yang akan untung juga pelaku usaha,” katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Pandu Sjahrir mengatakan, pengusaha sebenarnya mendukung penguatan cadangan valas nasional. Namun, kewajiban penempatan DHE di tengah kondisi saat ini akan menambah beban perusahaan di tengah penurunan harga komoditas dan meningkatnya beban biaya operasional perusahaan.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Petugas menyiapkan uang di tempat penyimpanan uang Bank Mandiri di Plaza Mandiri, Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Sejak semester II-2022, tren harga batubara menurun tajam, sementara biaya operasional pertambangan batubara tahun ini meningkat 20-25 persen akibat kenaikan biaya bahan bakar serta stripping ratio (perbandingan volume massa batuan yang dibongkar dengan batubara yang diambil) yang semakin besar hingga mendorong biaya penambangan lebih tinggi.
Di sisi lain, ada pula tambahan beban biaya akibat kenaikan tarif royalti bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP). Profit margin eksportir batubara kini tergerus di bawah 30 persen. Ia berharap pemerintah membuka ruang konsultasi dengan pelaku usaha untuk membahas peraturan turunan dari PP No 36/2023.
Harapannya, dengan lebih banyak pasokan dollar AS di dalam negeri, likuiditas valuta asing meningkat dan rupiah bisa lebih stabil.
”
Kebijakan ini menyulitkan perusahaan dalam mengatur arus kas untuk berbagai kebutuhan mendesak, termasuk pembayaran ke kontraktor, para vendor, dan lain-lain,” ujar Pandu.
Sebelumnya, eksportir perikanan juga sempat mengeluhkan hal serupa. Ketua Umum Asosiasi Produsen, Pengolahan, dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo menilai, eksportir perikanan butuh DHE untuk membeli ikan dan bahan bakar guna diolah dan diekspor kembali. Kewajiban mengendapkan DHE bisa menggerus modal hingga hanya tersisa 70 persen.
Mengakomodasi
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya akan mengumumkan instrumen yang bisa mengakomodasi eksportir SDA untuk memenuhi kewajiban parkir DHE tersebut.
”
Instrumennya apa? Sabar, nanti akan diumumkan bersama. Namun, ini tidak akan bertentangan dengan devisa bebas. Penempatan instrumen itu sejalan dengan PP No 36/2023 dan digunakan untuk dalam negeri, sesuai dengan semangatnya,” ujar Perry.
Sebelumnya, untuk mendukung mengendapnya DHE SDA, BI sudah mengeluarkan instrumen term deposit (TD) valas DHE yang mulai diberlakukan 1 Maret 2023. Agar eksportir SDA mau menaruh DHE di dalam negeri ketimbang di luar negeri, BI memberikan rangsangan besaran bunga simpanan yang kompetitif dibandingkan dengan bunga simpanan bank di luar negeri.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, sejak awal diberlakukan 1 Maret 2023, TD valas DHE ini secara kumulatif telah menyerap DHE sebesar 1,3 miliar dollar AS. Adapun lama simpanan itu mulai dari 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan. Saat ini simpanan berjalan (outstanding) mencapai 443 juta dollar AS.