Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 24-25 Juli 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen. Keputusan ini untuk meredam potensi guncangan ketidakpastian global.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Kantor BI, Jakarta, Selasa (25/7/2023), Turut hadir (kiri ke kanan), Deputi Gubernur BI Juda Agung, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, Gubernur BI Perry Warjiyo, Deputi Gubernur BI Doni P Joewono, dan Deputi Gubernur Aida S Budiman.
JAKARTA, KOMPAS — Posisi inflasi Juni 2023 yang sebesar 3,52 persen telah kembali ke rentang target di tahun 2023, yakni 2-4 persen. Ini menjadi salah satu pertimbangan Bank Indonesia mempertahankan tingkat suku bunga acuan pada posisi 5,75 persen. Kendati demikian, keputusan tetap mempertahankan suku bunga acuan ini juga untuk meredam potensi guncangan ketidakpastian global demi menjaga stabilitas nilai tukar.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 24-25 Juli 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen, suku bunga deposit facility sebesar 5,00 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 6,50 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam jumpa pers hasil RDG Juli 2023, di Kantor BI, Jakarta, Selasa (25/7/2023), menjelaskan, keputusan ini konsisten dengan posisi kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran 2-4 persen pada sisa tahun 2023 dan 1,5-3,5 persen pada 2024.
Ia menambahkan, tren inflasi yang terus melandai dan dibarengi pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang masih positif itu jadi pertimbangan untuk melanjutkan suku bunga acuan dengan nilai yang tetap. ”Suku bunga acuan saat ini sudah pas dan konsisten dengan kebijakan BI,” ujarnya.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi umum Juni 2023 sebesar 3,52 persen secara tahunan. Adapun posisi inflasi inti Juni 2023 sebesar 2,58 persen secara tahunan. Keduanya sudah berada di dalam rentang target BI soal pengendalian inflasi tahun ini yang sebesar 2-4 persen. Tingkat inflasi IHK terus menurun jika dibandingkan Januari 2023 yang sebesar 5,28 persen secara tahunan.
Pertumbuhan ekonomi juga masih tercatat positif. Pada triwulan pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,03 persen.
Kendati perekonomian dalam negeri kondusif, pihaknya tetap mewaspadai ketidakpastiaan ekonomi global tetap tinggi. BI memperkirakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), akan menaikkan suku bunganya dua kali lagi, yakni pada Juli 2023 dan September 2023. Kenaikan masing-masing sebesar 25 persen sehingga suku bunga The Fed akan menyentuh angka 5,75 persen.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China lebih rendah sejalan dengan tertahannya konsumsi dan investasi, terutama sektor properti. Tekanan inflasi di negara maju masih relatif tinggi dipengaruhi oleh perekonomian yang lebih kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat.
Hal ini diperkirakan akan mendorong kenaikan lebih lanjut suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk suku bunga The Fed. ”Perkembangan tersebut mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif dan meningkatkan tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global,” kata Perry.
Untuk mengantisipasi hal tersebut dan berupaya menjaga stabilitas nilai tukar, imbuh Perry, pihaknya akan melanjutkan kebijakan intervensi pasar dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Nilai tukar rupiah sejak awal tahun tercatat menguat 3,63 persen, lebih kuat dibandingkan peso Filipina, rupee India, dan baht Thailand yang masing-masing sebesar 1,78 persen, 1,11 persen, dan 0,42 persen.
”Ke depan, dengan akan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, Bank Indonesia memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat ditopang oleh prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang rendah, imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, dan dampak positif dari implementasi kebijakan devisa hasil ekspor sumber daya alam,” tutur Perry.
Situasi mendukung
Peneliti makroekonomi dan pasar keuangan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teuku Riefky, menjelaskan, keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga acuan itu sudah tepat. Sebab, tingkat inflasi terkendali dan kian melandai, disertai pertumbuhan ekonomi yang masih positif.
Indikator lainnya, seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2023 pada posisi 127,1. Level di atas 100 menandakan konsumen dalam zona optimistis bahwa ekonomi akan terus bertumbuh.
Pada saat yang sama, Prompt Manufacturing Index yang jadi indikator dunia usaha pada triwulan II-2023 mencapai 52,39 persen, lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2023 yang ada pada level 50,75 persen. Level indeks di atas angka 50 persen mengindikasikan fase ekspansi pada dunia usaha, sedangkan level indeks di bawah 50 persen mengindikasikan dunia usaha tengah terkontraksi.
Dari sisi eksternal, keputusan The Fed untuk menahan kenaikan suku bunga pada Juni 2023 memberikan Indonesia kesempatan untuk mempertahankan selisih imbal hasil antara obligasi pemerintah dan US Treasury Bonds. Hal tersebut memberikan dampak yang positif ditandai dengan adanya aliran dana masuk ke Indonesia serta kinerja rupiah yang kuat dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya.
”Mempertimbangkan hal tersebut, kami melihat bahwa BI harus mempertahankan suku bunga kebijakannya pada 5,75 persen untuk menjaga stabilitas rupiah sembari mencermati keputusan The Fed pada pertemuan mendatang,” ucap Riefky.
Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, menambahkan, suku bunga acuan tetap bertahan hingga triwulan ketiga tahun ini. Inflasi diperkirakan akan menurun, khususnya pada September 2023, karena efek perhitungan perbandingan tinggi (high based effect) pada September 2022. Pada September tahun lalu, pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), kini dampaknya kian menurun.
Sementara itu, ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Irman Faiz, berpendapat, keputusan BI mempertahankan suku bunga mengindikasikan optimistis akan perekonomian domestik. Namun, di sisi lain, BI tetap berhati-hati pada ketidakpastian risiko global.