Besarnya surplus neraca perdagangan bisa dimanfaatkan Bank Indonesia untuk mempertebal cadangan devisa guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia kembali melanjutkan surplus neraca perdagangan pada Juni 2023 atau telah berlangsung 38 bulan sejak Mei 2020. Hal ini dinilai baik untuk membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Juni 2023 tercatat surplus 3,46 miliar dollar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada Mei 2023 yang sebesar 0,43 miliar dollar AS. Surplus ini dikarenakan kinerja ekspor pada Juni 2023 sebesar 20,61 miliar dollar AS, sedangkan impor tercatat 17,15 miliar dollar AS.
Kinerja ekspor Juni sejatinya menurun 5,08 persen dibandingkan dengan Mei 2023 dan lebih rendah 21,18 persen ketimbang Juni 2022. Namun, besaran impor Juni juga menurun, yakni 19,40 persen dibandingkan dengan Mei 2023 dan lebih rendah 18,35 persen ketimbang Mei 2022. Hal inilah yang membuat neraca perdagangan tetap surplus.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan, meningkatnya besaran surplus neraca perdagangan Juni terhadap Mei 2023 merupakan hal positif dalam menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia. Besarnya surplus neraca perdagangan bisa dimanfaatkan BI untuk mempertebal cadangan devisa guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global.
”Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain guna terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pemulihan ekonomi nasional,” ujar Erwin dalam keterangannya, Senin (17/7/2023).
Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, menambahkan, kendati terjadi penurunan ekspor karena harga komoditas yang terus termoderasi, besaran impor pada Juni 2023 menurun. Hal ini membuat neraca perdagangan Indonesia kembali surplus.
Penurunan kinerja ekspor karena harga komoditas minyak dan gas bumi (migas) menurun 18,74 persen secara tahunan. Begitu juga komoditas nonmigas yang menurun 21,33 persen secara tahunan. Harga komoditas yang terus menurun ini membuat kinerja ekspor sepanjang semester I-2023 menurun 8,86 persen secara tahunan.
Namun, besaran impor Indonesia juga menurun. Penurunan impor pada Juni 2023 ini merupakan siklus turunan pasca-berakhirnya periode Lebaran pada April dan Mei lalu. Memasuki Juni, permintaan masyarakat kembali normal seusai melonjak tajam pada April dan Mei 2023.
Kendati melanjutkan surplus neraca perdagangan sejak 38 bulan terakhir, besaran surplus neraca perdagangan ini menyusut. Pada semester pertama tahun ini, surplus neraca perdagangan sebesar 19,03 miliar dollar AS, menciut dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 24,99 miliar dollar AS.
Faisal menjelaskan, surplus neraca perdagangan ini bagus untuk mengumpulkan banyak devisa yang bisa menggulirkan perekonomian. Kondisi surplus ini diharapkan bisa berlanjut. Sebab, mulai 1 Agustus 2023, pemerintah mewajibkan agar devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam disimpan di sistem keuangan dalam negeri. Hal ini diharapkan bisa menambah ketahanan devisa yang bisa digunakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.