Penerimaan Melemah, Utang Ditekan lewat Dana Cadangan
Di tengah tren melambatnya penerimaan negara, dana cadangan yang disisihkan lewat Saldo Anggaran Lebih (SAL) akan digunakan untuk menambal kebutuhan pembiayaan tahun ini dan menekan penerbitan utang baru.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelum mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/7/2023). Sidang dengan agenda terkait Laporan Semester I Pelaksanaan APBN Tahun 2023 dipimpin langsung Presiden Joko Widodo.
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah tren kinerja penerimaan negara yang melambat, pemerintah optimistis dapat menekan penerbitan utang baru hingga 50 persen. Sebagian besar kebutuhan pembiayaan tahun ini akan ditopang oleh dana cadangan lewat Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang sengaja disisihkan tahun lalu untuk mengantisipasi lesunya penerimaan tahun ini.
Tren penerimaan negara yang melambat telah tampak sepanjang semester I tahun 2023 ini. Kementerian Keuangan mencatat, semua pos penerimaan negara, baik perpajakan maupun non-perpajakan, menunjukkan pertumbuhan yang menurun kendati sejauh ini masih bisa mengejar target yang dipasang di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Sebagai gambaran, selama periode Januari-Juni 2023, penerimaan perpajakan tumbuh 5,4 persen mencapai Rp 1.105,6 triliun, turun signifikan dibandingkan pertumbuhan 54,3 persen yang berhasil dicapai pada semester I tahun 2022.
Secara rinci, pertumbuhan penerimaan pajak turun dari 58,2 persen tahun lalu menjadi 9,9 persen, yaitu mencapai Rp 970,2 triliun. Sementara itu, pertumbuhan penerimaan kepabeanan dan cukai mulai terkontraksi 18,8 persen, anjlok dari pertumbuhan 36,5 persen tahun lalu, yakni Rp 135,4 triliun.
Sementara itu, meskipun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terpantau masih tumbuh positif, tren pelambatannya mulai diwaspadai pemerintah. Ini karena realisasi PNBP dari sumber daya alam minyak dan gas bumi sepanjang semester I tahun ini anjlok dari pertumbuhan 87,9 persen tahun lalu menjadi terkontraksi 19,9 persen.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersalaman dengan Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah (tengah) disaksikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) usai mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Adapun PNBP sepanjang semester I masih bisa ditopang oleh pendapatan SDA non-migas yang tumbuh 94,7 persen meski trennya pun menurun dari pertumbuhan 102,8 persen tahun lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (10/7/2023), mengatakan, meski masih terjaga sampai paruh awal tahun ini, tren penerimaan yang melambat akibat perdagangan global yang lesu dan melandainya harga komoditas itu diwaspadai pemerintah.
“Ini kami baca sebagai sebuah pencapaian, tetapi juga kewaspadaan, karena tren mulai dari Juni sampai dengan akhir tahun nanti diperkirakan pertumbuhan (penerimaan) mulai ternormalisasi, bahkan cenderung melemah,” katanya dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Jakarta untuk membahas realisasi dan proyeksi kinerja APBN 2023.
Ini kami baca sebagai sebuah pencapaian, tetapi juga kewaspadaan.
Ditopang SAL
Di tengah tren pelambatan itu, pemerintah tetap meyakini pembiayaan utang tahun ini bisa ditekan. Untuk semester II-2023, pemerintah memperkirakan pembiayaan utang bisa ditekan 41,6 persen dari target, atau sebesar Rp 289,9 triliun dari target APBN sebesar Rp 696,3 triliun.
Adapun sepanjang semester I-2023, pembiayaan utang juga telah berhasil ditekan 15,4 persen sebesar Rp 166,5 triliun, dibandingkan pembiayaan utang pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp 196,9 triliun.
Pada semester II-2023, pemerintah berencana hanya akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 362,9 triliun. Dengan kata lain, penerbitan utang baru lewat SBN bisa ditekan hingga 50,9 persen, dibandingkan target awal di APBN 2023 yang mencapai Rp 712,9 triliun.
“Strategi kita menurunkan pembiayaan utang dan menurunkan penerbitan utang akan menempatkan kita dalam posisi yang relatif aman dan cukup kuat,” kata Sri Mulyani.
Ia meyakini, kebutuhan pembiayaan bisa ditekan karena terbantu adanya dana cadangan dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun 2022 sebesar Rp 156,9 triliun. Secara rinci, Rp 100,9 triliun akan digunakan untuk menambal dan menurunkan kebutuhan pembiayaan utang. Sementara, Rp 56 triliun digunakan untuk membayar berbagai kewajiban pemerintah, seperti melunasi kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH), serta membayar subsidi pupuk dan kompensasi energi.
Akhir tahun lalu, pemerintah memang telah mengantisipasi penerimaan negara yang melesu. Pemerintah saat itu menyisihkan sebagian anggaran untuk mengakumulasi dana cadangan atau cash buffer senilai Rp 478,95 triliun untuk menciptakan ruang fiskal tambahan tahun ini.
Menekan defisit
Dengan utang yang ditekan itu, Kemenkeu memperkirakan, defisit APBN tahun ini bisa ditekan menjadi 2,28 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau senilai Rp 486,4 triliun. Itu lebih rendah dari target awal APBN yakni 2,84 persen dari PDB atau Rp 598,2 triliun.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, kondisi APBN yang masih terkendali sampai hari ini adalah hasil dari pengelolaan fiskal yang antisipatif. Meski harga komoditas turun dan penerimaan melambat, tetapi kinerja penerimaan tidak turun tajam.
Kebutuhan pembiayaan bisa ditekan karena terbantu adanya dana cadangan dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun 2022 sebesar Rp 156,9 triliun.
“Kebetulan kita berhasil mengelola penerimaan dengan baik, dan kita bisa memanfaatkan kondisi pasar yang bagus, sehingga hasilnya kita tidak membutuhkan pembiayaan utang yang terlalu tinggi dibandingkan yang awalnya kita rencanakan di APBN,” katanya.
Ia pun meyakini rasio utang akan berhasil ditekan seiring dengan pembiayaan dan defisit yang lebih rendah. Diperkirakan, rasio utang pada tahun 2023 sekitar 38 persen terhadap PDB, menurun dari rasio utang 2022 sebesar 39,57 persen terhadap PDB. “Karena defisit dan penerbitan surat utang kita lebih rendah, otomatis rasio utang juga lebih rendah,” ujar Febrio.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi keterangan kepada wartawan saat konferensi pers APBN KiTa di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (14/3/2023). APBN mencatatkan surplus sebesar Rp131,8 triliun pada akhir Februari 2023. Surplus ini setara dengan 0,63 persen produk domestik bruto Indonesia.
Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Said Abdullah menilai, risiko menurunnya harga komoditas global mampu dikelola dengan cukup baik oleh pemerintah, sehingga pendapatan negara masih terjaga baik meskipun mengalami pelambatan.
Namun, pemerintah perlu melakukan mitigasi atas kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai yang pada semester I tahun ini telah tumbuh negatif. “Padahal, tahun-tahun sebelumnya, kinerja penerimaan dari bea dan cukai ini bisa menopang pendapatan negara,” katanya.
Ia berharap, kinerja fiskal yang baik itu bisa dipertahankan sampai akhir tahun. Khususnya, untuk menekan kebutuhan pembiayaan yang bersumber dari SBN dan utang lain. “Selain untuk menjaga kesehatan fiskal kita, pemerintah perlu berjaga-jaga karena di tahun politik, (utang) ini kerap kali menjelma menjadi serangan politik,” katanya.