Pengembangan Infrastruktur Digital Dorong Inklusi Keuangan
Pengembangan infrastruktur digital publik diyakini bisa memperluas layanan keuangan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengatasi hambatan geografis untuk mengakses layanan jasa keuangan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan dan pengembangan infrastruktur digital publik diyakini bisa memperluas inklusi keuangan. Dengan infrastruktur itu, hambatan situasi geografis dan problem biaya dapat diatasi sehingga masyarakat di daerah tertinggal bisa mengakses layanan jasa keuangan. Dengan demikian, mereka berpeluang menjadi lebih sejahtera.
Dalam acara Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI), bagian dari kelompok kerja G20 Presidensi G20 India 2023 yang digelar di Nusa Dua, Bali, Sabtu (24/6/2023), Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta mengatakan, terdapat tiga hal penting mengenai pengembangan infrastruktur digital.
Poin pertama, infrastruktur digital dapat meningkatkan produktivitas masyarakat, dampak dari akses layanan jasa keuangan. Adapun poin kedua, melalui infrastruktur digital, negara bisa hadir memberikan layanan keuangan digital kepada seluruh masyarakat secara mudah dan cepat.
Indonesia, lanjut Filianingsih, memiliki potensi besar di sektor ekonomi digital. Riset Google, Bain, dan Temasek menyebutkan, nilai pembelian konsumen (gross merchandise value/GMV) Indonesia pada 2025 mencapai 130 miliar dollar AS dan meningkat menjadi 220–360 miliar dollar AS pada 2030.
Hal itu ditopang oleh jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 270 juta orang yang 70 persen di antaranya adalah warga usia produktif. Selain itu, 74 persen penduduk merupakan pengguna internet. Dengan adanya pembangunan infrastruktur digital, pertumbuhan ekonomi digital diyakini bakal semakin terakselerasi.
Salah satu upaya mewujudkan perluasan inklusi keuangan, lanjut Filianingsih, adalah dengan menyediakan sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, dan bisa diandalkan. Hal ini diwujudkan dengan memperluas penggunaan sistem pembayaran menggunakan kode unik (QRIS).Dengan teknologi itu, masyarakat cukup memindai kode unik menggunakan ponsel dan transaksi pembayaran pun selesai.
Sampai triwulan I-2023, total nilai transaksi QRIS mencapai Rp 40,3 triliun yang berasal dari 400 juta lebih transaksi. Dari nilai tersebut, 82 persen volume transaksi tersebut berasal dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Adapun 90 persen dari total merchant yang sebesar 26 juta adalah UMKM.
Sementara itu, poin ketiga, yang tak kalah penting adalah negara anggota G20 harus mengembangkan literasi keuangan bagi masyarakat sekaliguas memperkuat perlindungan konsumen. Ini termasuk perlindungan data pribadi, pembuatan regulasi, dan penegakan pengawasan transaksi digital.
G20
Pada kesempatan yang sama, Chief General Manager-In-Charge Bank Sentral India Sonali Sen Gupta menyampaikan apresiasinya terhadap kesediaan Indonesia menjadi tuan rumah untuk penyelenggaraan GPFI dan side event terkait infrastruktur publik digital. Sonali menilai, kemajuan inklusi keuangan berpotensi memperluas peluang bagi masyarakat untuk menjadi bagian dari sektor formal.
GPFI menargetkan inklusi keuangan universal dengan mengedepankan visi bersama dari seluruh pemimpin menuju masa depan yang merata. ”Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan PBB adalah memandang inklusi keuangan sebagai faktor kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia,” tutur Sonali.
Dalam naungan Presidensi G20 India, GPFI telah mengidentifikasi pengembangan infrastruktur digital agar diproritaskan untuk meningkatkan inklusi keuangan dan produktivitas.
GPFI telah mengidentifikasi pengembangan infrastruktur digital agar diproritaskan untuk meningkatkan inklusi keuangan dan produktivitas.
Dalam simposium itu, para pakar dan berbagai delegasi G20 berbagi resep serta kisah sukses implementasi infrastruktur digital publik di negaranya. Contohnya adalah Indonesia dengan e-KTP, BI-FAST dan QRIS, sementara Brasil dengan pembayaran cepat PIX dan India dengan UPI.
Hadir sebagai pembicara dalam simposium antara lain Deputi Gubernur Bank Sentral Brasil Mauricio Moura, Co-Lead Digital Public Good Alliance Liv Marte Nordhaug, UNDP Chief Digital Office Keyzom Ngodup Massaly, Advisor Senior Bank Sentral Arab Saudi Haitham Al Ghulaiga, GPFI Lead Ozlem Oktay, serta Co-Founder Sahamati Siddhart Shetty. Berlaku sebagai moderator Advisor Ekonomi Menteri Keuangan India Chanchal Chand Sarkar.