Setelah dilakukan bertahap, penerapan pemindaian kode QR untuk pembelian solar subsidi kini berlaku di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Apabila terdeteksi bahwa kuota harian terpenuhi, akun terkunci.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina Patra Niaga memastikan penerapan skema Full QR Code pada program Subsidi Tepat untuk pembelian solar subsidi berlaku di 514 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Konsumen wajib menunjukkan kode respons cepat atau kode QR saat membelinya. Apabila kuota harian terpenuhi, akun konsumen akan terkunci dan tak bisa membeli tambahan di hari yang sama.
Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra mengatakan, implementasi Full QR Code bertujuan untuk memudahkan masyarakat mengakses solar bersubsidi. Selain itu, untuk menjaga agar BBM bersubsidi itu hanya diterima mereka yang benar-benar berhak.
”Sejak 22 Juni, Subsidi Tepat, khususnya untuk solar subsidi, diberlakukan skema full QR code. Artinya, sudah 100 persen transaksi solar subsidi di seluruh wilayah di Indonesia wajib menunjukkan QR code,” kata Mars Ega, melalui keterangan pers, Minggu (25/6/2023).
Ketentuan pembelian solar bersubsidi atau jenis BBM tertentu (JBT) sebenarnya sudah berjalan tiga tahun. Itu seiring terbitnya Surat Keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020 tentang Pengendalian Penyaluran JBT.
Regulasi itu mengatur jumlah pembelian maksimal solar bersubsidi yang memiliki nama pasar biosolar. Pada kendaraan pribadi roda empat, misalnya, maksimal pembelian 60 liter per hari. Pada angkutan umum orang atau barang roda empat sebanyak 80 liter per hari, dan angkutan umum orang atau barang roda enam sebanyak 200 liter per hari.
Kini, dengan penerapan kode QR, pelaksanaannya dapat dimonitor secara sistem. Artinya, jika kode QR dipindai dan terdeteksi sudah melebihi kuota harian, akun konsumen akan terkunci, tidak bisa membeli kembali di hari yang sama.
Mars Ega menambahkan, utilisasi kode QR sebagai alat verifikasi transaksi solar subsidi adalah tahap lanjutan program Subsidi Tepat Pertamina. Tahap sebelumnya adalah instalasi dan penyiapan infrastruktur digitalisasi serta integrasi platform MyPertamina, yang mencakup server, situs web, aplikasi, dan promosi media sosial.
Ia pun berharap penyaluran solar subsidi dapat lebih transparan. ”Ini adalah tahap sulit karena mengubah sifat atau kebiasaan transaksi. Mudah-mudahan ini menjadi awal yang baik dalam menjaga penyaluran BBM bersubsidi,” ujar Mars Ega.
Ini adalah tahap sulit karena mengubah sifat atau kebiasaan transaksi. Mudah-mudahan ini menjadi awal yang baik dalam menjaga penyaluran BBM bersubsidi.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso mengemukakan, penyaluran BBM bersubsidi terus diupayakan tepat sasaran. Itu tak terlepas dari peran Pertamina sebagai BUMN yang mendapatkan penugasan dalam mengelola BBM bersubsidi.
”Ini upaya kami bersama pemerintah menyalurkan BBM subsidi agar tepat sasaran kepada yang berhak. Kami juga terus mengajak masyarakat yang mampu agar menggunakan BBM nonsubsidi,” ucapnya.
Evaluasi dan pengawasan
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Akmaluddin Rachim, saat dihubungi, Minggu (25/6/2023) berpendapat, penerapan full QR code untuk solar subsidi memerlukan sosialisasi secara masif dan intens. Pertamina juga perlu mengevaluasinya secara bertahap.
”Evaluasi dibutuhkan agar dapat mengukur, memperbaiki, dan mengoptimalkan penerapannya. Berbagai kendala serta masukan dari masyarakat juga perlu didengar,” kata Akmaluddin.
Ia menambahkan, pengawasan serius juga perlu dilakukan, terutama di daerah-daerah yang dianggap rawan terjadi penyalahgunaan solar subsidi, seperti di luar Pulau Jawa. Kendati bisa mengawasi lewat sistem, Pertamina perlu terus meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak dalam pengawasannya.
Bagaimanapun, pemindaian kode QR untuk pembelian solar subsidi menjadi hal positif agar distribusi komoditas itu lebih tepat sasaran. ”Kalaupun ada temuan penyalahgunaannya (mencampur atau menjualbelikan lagi), akan diperlukan laporan bukti permulaan hingga ditindak oleh aparat terkait,” ucap Akmaluddin.