Pedoman Penghitungan HET Elpiji 3 Kg untuk Daerah Disiapkan
Selama ini, di sejumlah daerah, harga di tingkat pengguna akhir kerap jauh lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah daerah. Perbedaan harga antardaerah juga kerap terjadi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingginya harga gas subsidi 3 kilogram di tingkat pengguna atau end user masih menjadi masalah di sejumlah daerah. Pemerintah lantas menyiapkan petunjuk teknis penghitungan harga eceran tertinggi elpiji subsidi agar disparitas harga tidak terlalu tinggi.
Problem itu menjadi salah satu bahasan dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII DPR dengan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji dan PT Pertamina (Persero), di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Ramson Siagian, mengatakan, kepentingan masyarakat harus diutamakan dalam penyaluran elpiji 3 kg. Sering kali, operasional penyaluran tersebut menyulitkan masyarakat, terutama untuk mendapatkan harga murah di tempat terdekat.
”Di daerah, mereka kesulitan. Mau mencari yang termudah (didapat), tapi harganya lebih tinggi. (Sebab), sesudah dari agen (distribusi), lalu ke pangkalan, pengecer, dan seterusnya (harga menjadi mahal),” ujar Ramson.
Tutuka, di sela-sela rapat itu, mengakui adanya kendala perbedaan yang terlampau jauh antara harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah daerah dan harga di pengguna akhir. Harga elpiji 3 kg antardaerah, di tingkat pengguna, juga bisa terjadi perbedaan yang besar.
”Berdasarkan peraturan menteri, HET (elpiji 3 kg) ini ditentukan masing-masing pemda. Tapi, yang terjadi adalah end user membeli dengan harga melebihi HET itu. Tahun lalu, kami survei di Kotawaringin (Kalimantan Tengah) harga (di pengguna) bisa sampai Rp 55.000. Jauh sekali dari (HET) Rp 18.000 atau Rp 20.000,” ujarnya.
Tutuka menuturkan, pihaknya juga kerap mengirimi surat sekaligus peringatan kepada daerah-daerah terkait adanya end user yang membeli terlampau mahal. Adapun HET setiap daerah bisa berbeda karena operasional distribusinya juga berbeda. Namun, perbedaan yang terlalu jauh menjadi pertanyaan.
Kementerian ESDM pun menyiapkan petunjuk teknis terkait penghitungan HET. ”Kami akan berikan pedoman, formula umum bagaimana menghitungnya sehingga perbedaannya tak terlalu jauh,” ucapnya.
Sebelumnya, di Lampeuneurut, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Kamis (4/5/2023), operasi pasar elpiji 3 kg digelar pemkab setempat agar terjangkau warga. Sebab, belakangan, elpiji 3 kg kerap langka dan harganya bisa mencapai Rp 30.000 meski HET Rp 18.000 (Kompas.id, 4/5/2023)
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution, dalam RDP, Rabu, mengemukakan, di beberapa lokasi, HET memang tinggi. Oleh karena itu, ke depan, penghitungan HET akan dibuat standar. Artinya, ada beberapa item dalam formula yang berikutnya tinggal ditambahkan dengan kondisi di setiap daerah.
”Jadi, akan kami buat semacam formula yang nanti ditentukan Dirjen (Migas ESDM), yang diusulkan di setiap daerah. (Itu) agar deviasinya tak terlalu tinggi antara daerah satu dan daerah lain,” katanya.
Tepat sasaran
Di samping pengaturan soal HET elpiji 3 kg, pemerintah dan Pertamina juga terus melakukan pendataan siapa saja yang membeli ”gas melon” itu, berbasiskan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Nomor induk kependudukan (NIK) para pembeli elpiji 3 kg didata.
”Harapannya tahun ini bisa selesai. Progresnya cukup bagus. Awalnya kami pakai data DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial), tetapi ada hal-hal yang harus diperbaiki, maka kami juga gunakan P3KE. Yang penting itu updating (pemutakhiran) karena data masyarakat miskin ini bisa bergerak. Kami inginnya hanya satu, tepat sasaran,” kata Tutuka.
Saat ini memang belum ada pembatasan. Namun, nantinya, imbuh Tutuka, akan ada analisis berdasarkan P3KE mana saja kelompok (desil) yang berhak membeli elpiji 3 kg dan yang tidak. Adapun dalam pengawasan, Kementerian ESDM bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Ke depan, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) juga akan dilibatkan.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengemukakan, tahapan pendataan saat ini sekadar untuk memotret (capture) profil pembeli elpiji 3 kg. Hal tersebut bagian dari upaya mendukung pemerintah serta dorongan DPR RI agar penyaluran elpiji subsidi bisa tepat sasaran.
Mengenai kemajuan pendataan pembelian elpiji 3 kg tersebut, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menyampaikan, ”Per hari ini (Rabu, 14/6/2023) sudah 276 kota/kabupaten dan berlaku di semua kecamatan,” katanya. Diharapkan pendataan selesai tahun ini, khususnya pada kabupaten/kota yang sudah ada penyaluran elpiji 3 kg.
Sementara itu, menurut data prognosis Pertamina, penyaluran elpiji 3 kg hingga akhir 2023 akan mencapai 8,22 juta ton atau di atas kuota 2023 yang 8 juta ton. Disparitas harga yang tinggi antara elpiji subsidi dan nonsubsidi membuat konsumen banyak beralih. Per Maret 2023, proporsi, yakni elpiji subsidi 95,6 persen dan elpiji nonsubsidi rumah tangga 4,4 persen.