RI Dalami Kerja Sama Teknologi dengan Korea Selatan
Kolaborasi Indonesia dan Korea Selatan telah mendorong pengembangan teknologi lewat pembangunan pabrik baterai Hyundai dan LG. Pabrik baterai itu diperkirakan selesai dibangun pada semester I-2024.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI
Beberapa baterai merek Tianneng dari China mengikuti pameran Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2023 yang dimulai pada Rabu (17/5/2023) di JIExpo, Kemayoran, Jakarta. Perusahaan baterai untuk sepeda/motor listrik ini bekerjasama dengan sejumlah produsen kendaraan listrik.
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku bisnis dan industri Indonesia tengah memperdalam relasi investasi dan perdagangan dengan Korea Selatan, khususnya demi membawa teknologi dari "negeri gingseng"tersebut ke Tanah Air. Teknologi itu akan dimanfaatkan untuk hilirisasi sumber daya alam, pengembangan ekosistem kendaraan berbahan bakar nonfosil, hingga transformasi digital.
Ketua ASEAN Business Advisory Council sekaligus Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid tengah berkunjung ke Korea Selatan, salah satunya untuk memperdalam kerja sama teknologi. “Dalam hilirisasi, kami ingin memanfaatkan teknologi Korea yang menerapkan net zero waste processing. Selain itu, kami juga akan menemui perwakilan chambers (semacam Kadin) di Korea untuk mendengarkan keinginan mereka agar dapat menambah investasi di Indonesia,” tuturnya dalam konferensi pers di Kedutaan Besar RI (KBRI) Seoul, Korea Selatan, yang diadakan secara hibrida, Rabu (7/6/2023).
Menurutnya, teknologi tersebut penting bagi hilirisasi sumber daya mineral kritis yang tengah digencarkan Indonesia dan sejumlah negara berkembang di ASEAN sehingga produk akhirnya makin bernilai tambah. Dia menyebutkan, sejumlah perusahaan telah berminat untuk ikut serta mengembangkan hilirisasi nikel dan bauksit di Tanah Air.
Hilirisasi, lanjut Arsjad, juga berkaitan erat dengan ekosistem kendaraan listrik yang tengah dibangun di tingkat ASEAN. Ekosistem itu meliputi, baterai, kendaraan, stasiun pengisian daya, hingga pengumpulan dan daur ulang baterai. Setiap aspek ekosistem kendaraan listrik tersebut membutuhkan teknologi yang dapat disokong dari Korea Selatan.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid dalam penutupan Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia 2022 di Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-42 yang diselenggarakan pada 10-11 Mei 2023 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, para pemimpin negara mendeklarasikan untuk berkomitmen membangun ekosistem kendaraan listrik di tingkat kawasan. Ekosistem itu dinilai dapat menyokong adopsi penggunaan kendaraan listrik di tiap negara anggota sekaligus membangun ASEAN sebagai hub produksi di kancah mancanegara.
Secara spesifik, Indonesia juga mendapatkan peluang mengembangkan ekosistem kendaraan listrik, termasuk baterai, melalui Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea Selatan (IK-CEPA) yang telah diratifikasi pada Agustus 2022. Perjanjian ini berdampak positif bagi industri otomotif Korea Selatan.
Tak hanya untuk mendukung industri, Arsjad menilai, teknologi dari Korea Selatan dapat membantu transformasi digital yang menjadi salah satu prioritas kunci dalam kepemimpinan Indonesia pada ASEAN-BAC. Teknologi tersebut diharapkan dapat menyokong pembangunan pusat data hingga kerja sama pembayaran menggunakan kode QR (respons cepat) dengan Korea Selatan.
Dalam sesi yang sama, Duta Besar RI untuk Korea Selatan Gandi Sulistiyanto menambahkan, Indonesia tengah melirik potensi kendaraan berbasis energi hidrogen yang tengah dikembangkan Hyundai. “Produksinya sudah mulai di China. Indonesia mungkin akan mengikuti,” ujarnya.
Suasana peletakan batu pertama (ground breaking) pabrik battery system Hyundai Energy Indonesia (HEI) di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (31/5/2023). Fasilitas dengan investasi sebesar 60 juta dollar AS itu akan mendukung Indonesia menjadi hub kendaraan listrik di Asia Tenggara.
Selain itu, dia menilai, Indonesia dan Korea Selatan dapat memperdalam relasi untuk pengembangan industri semikonduktor. Dia berharap, teknologi tingkat tinggi di bidang semikonduktor Korea Selatan dapat masuk ke ASEAN, termasuk Indonesia. Dia menambahkan, pemain industri panel surya Korea Selatan telah memasuki Malaysia dan mungkin setelahnya ke Indonesia.
Dari sisi perdagangan, Kementerian Perdagangan mencatat, Indonesia membukukan surplus sebesar 30 juta dollar AS terhadap Korea Selatan sepanjang triwulan I-2023 atau lebih rendah 76,95 persen secara tahunan. Surplus tersebut terbentuk dari ekspor yang senilai 2,85 miliar dollar AS dan impor sebanyak 2,82 miliar dollar AS.
Data KBRI Seoul menunjukkan, terdapat lebih dari 2.000 perusahaan Korea Selatan yang beroperasi di Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal/Kementerian Investasi mencatat, realisasi investasi pada triwulan I-2023 mencapai 623,4 juta dollar AS atau setara dengan 3.071 proyek.
Saat ini, terdapat kolaborasi antara Indonesia dan Korea Selatan dalam mendorong pengembangan teknologi lewat pembangunan pabrik baterai oleh Hyundai Mobis dan LG ES. Pabrik baterai yang menandakan komitmen investasi Korea Selatan itu diperkirakan selesai dibangun pada semester I-2024.
Sementara itu, Direktur Next Policy yang juga pengamat perdagangan internasional Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, berpendapat, Indonesia jangan hanya memanfaatkan kerja sama dengan Korea Selatan di sektor industri klasik, seperti otomotif dan elektronik. “Manfaatkan juga untuk mengembangkan industri kreatif Tanah Air, seperti perfilman dan musik, karena Korea Selatan terkenal dengan K-Pop maupun perfilmannya,” katanya.
Sebaliknya, dia berpendapat, Korea Selatan berkepentingan menjaga relasi dagang dan investasi demi menjaga akses input produksi dari Indonesia maupun ASEAN. Hal itu penting di tengah tren kesulitan mendapatkan bahan baku dan tenaga kerja yang dialami oleh sejumlah negara maju di Eropa maupun Amerika Serikat.