Insentif Kendaraan Listrik Merugikan dalam Jangka Pendek
Pemberian insentif merupakan tindakan ekstra yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik. Hal itu harus disikapi secara hati-hati meski dapat dimaklumi dan diterima sebagai gebrakan.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pengunjung melihat mobil listrik yang dipamerkan pada Periklindo Electric Vehicle Show 2023 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (19/5/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Insentif yang digelontorkan pemerintah untuk mobil dan sepeda motor listrik dinilai bakal menimbulkan kerugian atau net loss dalam jangka pendek. Namun, kebijakan itu diyakini dapat menciptakan dampak positif dalam jangka panjang, baik secara ekonomi, fiskal, maupun lingkungan. Dukungan fiskal tersebut diharapkan dapat memantik pertumbuhan penggunaan, industri, hingga ketenagakerjaan yang berkaitan dengan ekosistem kendaraan listrik.
Pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7 juta per unit bagi masyarakat yang membeli sepeda motor listrik atau mengonversi dari sepeda motor berbahan bakar minyak (BBM) miiliknya ke sepeda motor listrik. Selain itu, insentif diberikan dalam bentuk pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk pembelian mobil listrik sehingga pembeli hanya perlu membayar PPN 1 persen.
”(Subsidi dan insentif) ini merupakan kebijakan yang berdampak jangka panjang,” ujar Kepala Pusat Kebijakan Anggaran dan Belanja Negara Kementerian Keuangan Wahyu Utomo seusai diskusi panel bertajuk ”Kebijakan Percepatan Adopsi EV guna Mendukung Keberlangsungan Industri Otomotif di Era Transisi Energi” yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Dalam diskusi itu, turut hadir Tenaga Ahli Utama Deputi Bidang I Kantor Staf Presiden Hageng Nugroho; Kepala Subdirektorat Industri Alat Transportasi Darat Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Dodiet Prasetyo; serta Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Gigih Udi Atmo. Selain itu, hadir pula Sekretaris Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari dan Direktur Sarana Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan Danto Restyawan.
Hadir juga Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, Associate and Country Coordinator International Institute for Sustainable Development (IISD) Lucky Lontoh, peneliti International Council on Clean Transportation (ICCT) Tenny Kristiana, serta Managing Director and Senior Partner Boston Consulting Group (BCG) Yulius.
Wahyu menjelaskan, insentif bagi kendaraan listrik bertujuan untuk mencapai skala ekonomi tertentu sehingga pemberiannya hanya sementara dan sesuai target. Pemberian insentif juga telah melalui pertimbangan sisi ekonomi, fiskal, lingkungan, hingga keadilan kebijakan publik. Kendati begitu, ia tidak menerangkan sampai kapan insentif akan digelontorkan.
Pemberian insentif merupakan tindakan ekstra yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik. Hal tersebut harus disikapi secara hati-hati meski dapat dimaklumi dan diterima sebagai upaya gebrakan.
Dalam jangka pendek, pemberian insentif memang menimbulkan kerugian (net loss), tetapi dalam jangka menengah dan panjang akan dirasakan dampak positif (net gain), baik secara ekonomi, fiskal, maupun lingkungan.
Secara spesifik, untuk sepeda motor listrik, merujuk kalkulasi Kemenkeu, sebagaimana disampaikan Wahyu, pengguna akan menghemat Rp 1,1 juta per tahun serta menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 445 kilogram per tahun. Dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga akan ada penghematan Rp 230.000 per tahun. Untuk mobil listrik, ia tidak menerangkan terkait kalkulasi Kemenkeu.
Para pengisi diskusi panel bertajuk Kebijakan Percepatan Adopsi EV guna Mendukung Keberlangsungan Industri Otomotif di Era Transisi Energi di Jakarta, Jumat (31/5/2023).
Pemerintah menargetkan pembelian sepeda motor listrik dapat mencapai 200.000 unit dan konversi sebanyak 50.000 unit hingga akhir 2023. Apabila target tercapai sepenuhnya, pemerintah perlu menggelontorkan dana sebesar Rp 1,75 triliun.
Menurut Lucky Lontoh, pemberian insentif merupakan tindakan ekstra yang bisa dilakukan pemerintah untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik. Hal tersebut harus disikapi secara hati-hati meski dapat dimaklumi dan diterima sebagai upaya gebrakan.
Pemakluman itu didasarkan pada tugas pemerintah untuk mendaftarkan 2 dari 10 mobil listrik baru yang masuk ke Indonesia dan 4 dari 10 sepeda motor listrik baru. Hal ini harus dilakukan konsisten selama enam tahun agar target yang ditetapkan dapat tercapai.
”Dengan begitu, sudah pasti butuh upaya ekstra. Jika tidak dilakukan, publik akan terjebak dengan penggunaan kendaraan BBM yang harganya sangat dipengaruhi kondisi politik global,” ujar Lucky.
Wahyu menerangkan, insentif hanya diberikan bagi kendaraan listrik yang memenuhi syarat, antara lain memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 40 persen. Hal ini mampu mendorong pertumbuhan industri otomotif lokal dan menyerap tenaga kerja yang besar.
Dodiet Prasetyo menyebutkan, insentif diberikan untuk meningkatkan daya saing perusahaan otomotif yang telah berinvestasi di Indonesia. Harapannya skala ekonomi dapat terbentuk dan menumbuhkan industri komponen lokal.
Syarat TKDN tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2022 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai TKDN Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Aspek manufaktur komponen utama kendaraan listrik sebesar 50 persen dari keseluruhan nilai TKDN. Angka itu akan meningkat hingga 58 persen pada 2024.
Selain itu, komponen pendukung sebesar 10 persen, aspek perakitan sebesar 20 persen (meningkat jadi 12 persen pada 2024), dan pengembangan sebesar 20 persen dari keseluruhan nilai TKDN. Dalam hal ini, kebutuhan tenaga kerja lokal tersebar pada seluruh bagian aspek yang dibutuhkan.