Bank Indonesia menginisiasi penandatanganan perjanjian induk repo antarbank (Global Master Repo Agreement) di Jakarta, Senin (29/5/2023).
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia mendorong industri perbankan untuk memperluas transaksi dengan perjanjian pembelian kembali atau repo. Tujuannya agar pasar keuangan makin berkembang, efektivitas transmisi kebijakan moneter meningkat, dan sistem keuangan stabil.
Seiring itu, Bank Indonesia (BI) pun menginisiasi penandatanganan perjanjian induk repo antarbank (Global Master Repo Agreement/GMRA) di Jakarta, Senin (29/5/2023). Penandatanganan tersebut diikuti oleh 76 bank, terdiri dari 71 bank konvensional, 4 bank umum syariah, dan 1 unit usaha syariah.
Terdapat total penandatanganan 246 kontrak perjanjian induk repo antarbank. Hal ini termasuk dalam inisiatif pengembangan repo di 2023, yang difokuskan untuk mendukung konsolidasi peserta operasi moneter dan pelaku pasar uang dengan klasifikasi Primary. Penandatanganan simbolis ini disaksikan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dan Kepala Eksekutif Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi.
Destry mengatakan, pasar uang merupakan fondasi dari pendalaman pasar keuangan. Diperlukan adanya pasar repo yang andal untuk menopang pasar keuangan dan pasar obligasi. ”Pengembangan repo tidak hanya memiliki dampak pada pengembangan pasar uang, tetapi juga pasar keuangan secara luas,” ujar Destry.
Transaksi repo merupakan kontrak jual-beli efek (surat berharga yang bernilai seperti surat utang, obligasi, dan saham) dengan janji beli atau jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Dengan pemberlakuan repo, pelaku pasar menjadi tertarik untuk terjun ke pasar keuangan. Sebab, tranksaksinya lebih terjamin dengan adanya perjanjian repo.
Nilai rata-rata harian transaksi repo dan jumlah pelakunya terus bertambah. Sejak awal tahun hingga saat ini (year to date),rata-rata harian transaksi repo mencapai Rp 11,4 triliun, meningkat 57 persen dibandingkan rata-rata harian 2022. Adapun angka rata-rata harian transaksi pada 2020 dan 2021 sebesar Rp 0,5 triliun dan Rp 4,4 triliun.
Angka ini juga jauh dari kondisi sebelum pandemi Covid-19, dengan rata-rata transaksi harian repo hanya berkisar Rp 700 miliar-Rp 800 miliar per hari. Jumlah pelaku pun juga naik dari 12 bank pada 2019 menjadi sekitar 34 bank saat ini.
Destry menambahkan, terdapat tiga urgensi pengembangan repo. Pertama, transaksi repo sebagai sumber pembiayaan ekonomi nasional. Kedua, perlunya implementasi primary dealers Operasi Pasar Terbuka.
Adapun alasan ketiga, menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) terkait kewenangan BI dalam pasar uang.
Senada dengan hal Itu, Inarno mengemukakan dukungan terhadap setiap upaya untuk meningkatkan transaksi di pasar keuangan termasuk transaksi repo. Mengacu pada UU P2SK, transaksi repo berperan penting bagi pasar uang ataupun pasar modal. Penandatanganan GMRA Ini diharapkan dapat mendorong penguatan pasar sekunder.
”Upaya pengembangan pasar merupakan komitmen yang terus dilakukan OJK dan BI serta pemangku kepentingan lainnnya. Harapannya, transaksi repo di Indonesia tidak hanya didukung sisi pengawasan, tetapi juga oleh minat dari pelaku pasar sehingga tercipta pendalaman pasar dan fleksibilitas yang lebih tinggi bagi pelaku jasa keuangan dalam mengelola likuiditas,” ujar Inarno.
Salah satu bank yang terlibat dalam penandatanganan itu adalah Unit Usaha Syariah Maybank. Dalam siaran persnya, Senin, Head of Shariah Banking Maybank Indonesia Romy Buchari menyambut baik pelaksanaan perjanjian repo induk ini. Menurut dia, pengembangan pasar repo dapat menjadi fondasi penting dalam pengembangan pasar keuangan nasional, khususnya keuangan syariah.
Selain itu, perjanjian ini diharapkan dapat mendorong kontribusi yang lebih besar dari pelaku perbankan syariah dalam pembangunan perekonomian berbasis syariah serta mewujudkan sektor keuangan syariah yang resilient sejalan dengan Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2020-2025.