Dalam PP Nomor 25 Tahun 2023 disebutkan salah satu Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) adalah mineral radioaktif. Mineral radioaktif merupakan mineral sebagai bahan dasar untuk pembuatan bahan bakar nuklir.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengatur wilayah izin usaha pertambangan mineral radioaktif, yang juga bahan dasar bahan bakar nuklir, lewat peraturan pemerintah. Hal itu guna mengamankan sumber daya bahan baku untuk nuklir sebagai energi rendah emisi menuju era energi bersih di masa mendatang.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan yang diundangkan pada 5 Mei 2023, disebutkan salah satu Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) adalah mineral radioaktif. Luas dan batas WIUP mineral radioaktif ditetapkan oleh menteri berdasarkan usulan instansi pemerintahan di bidang ketenaganukliran.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, di Jakarta, Jumat (26/5/2023), mengatakan, sumber mineral bahan baku nuklir memang perlu diamankan. ”Energi dari radioaktif ini untuk kepentingan energi ke depan. Kalau tidak diamankan, akan habis dan kita impor barang jadi,” katanya.
Tahun lalu juga terbit PP No 52/2022 tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir. Regulasi itu, antara lain, mengatur aspek pada seluruh tahapan pertambangan galian nuklir, meliputi keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, serta manajemennya.
Mineral radioaktif adalah mineral sebagai bahan dasar untuk pembuatan bahan bakar nuklir. Itu dihasilkan sebagai produk utama kegiatan pertambangan bahan galian nuklir.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif menambahkan, dengan adanya pengaturan terkait WIUP mineral radioaktif, perlu ada pengajuan oleh pelaku usaha. ”Kira-kira begitu. Harus mengajukan WIUP,” katanya.
Adapun lokasi penambangan untuk bahan baku nuklir, imbuh Irwandy, yakni di Kalimantan Barat. ”Mungkin di Bangka juga. Kalau di Bangka, nanti di dalam (mineral) monasitnya ada torium (salah satu bahan bakar nuklir),” lanjut Irwandy.
Sementara itu, mengenai aspek keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), Arifin mengatakan, saat ini teknologi sudah berkembang, termasuk desain baru yang terapung (floating). Ia mencontohkan sejumlah negara yang mengembangkannya, seperti Rusia, Turki, dan Bangladesh.
Indonesia pun sudah merencanakan itu. ”Kita harus balapan untuk bisa mengurangi emisi, karena takut pemberlakuan pajak karbon (dan) kita ketinggalan. Barang kita tidak kompetitif,” ucap Arifin.
Energi nuklir juga sudah dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) dan dikategorikan sebagai energi baru. Pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU EBET saat ini masih dalam proses pembahasan antara pemerintah dan DPR RI.
Sebelumnya, Kepala Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syaiful Bakhri, Selasa (20/12/2022), menjelaskan, selama ini penyelidikan umum eksplorasi uranium dan torium hanya dilakukan Batan.
Ia menambahkan, sumber daya uranium sebesar 82.638 ton U3O8 dengan berbagai kategori. Sementara torium sebesar 143.234 ton Th. Jumlah itu menunjukkan Indonesia memiliki sumber daya cukup untuk menjamin kesinambungan pemanfaatn energi nuklir. Namun, masih diperlukan perhatian khusus untuk inventarisasi sumber daya sehingga menjadi cadangan yang dapat dimanfaatkan.