Diterpa Berbagai Ketidakpastian, Ekonomi Tahun Ini Diprediksi Melambat
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang moderat tidak serta-merta menjadi hal yang buruk untuk saat ini. Dengan ekonomi yang tumbuh pelan dan bertahap, RI bisa fokus menjaga stabilitas dan keberlanjutan ekonomi makro.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Lanskap gedung pencakar langit di Jakarta, Senin (8/5/2023). Di tengah proses pemulihan pascapandemi, pertumbuhan ekonomi RI tumbuh konsisten di atas 5 persen selama enam triwulan berturut-turut sejak triwulan IV tahun 2021.
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diprediksi tidak akan mencapai 5 persen karena faktor ekonomi global yang melambat, berlanjutnya pengetatan fiskal dan moneter, dan ketidakpastian akibat tahun politik. Ekonomi Indonesia diperkirakan baru akan kembali pulih mendekati level prapandemi tahun depan meskipun tidak setinggi target pemerintah.
Laju pertumbuhan ekonomi yang moderat itu tidak serta-merta menjadi hal yang buruk di tengah gejolak perekonomian global akhir-akhir ini. Dengan ekonomi yang tumbuh bertahap, Indonesia justru bisa lebih menjaga stabilitas dan keberlanjutan kondisi ekonomi makro.
Kepala Ekonom HSBC Global Research untuk India dan Indonesia Pranjul Bhandari dalam sesi diskusi dengan media di Jakarta, Jumat (26/5/2023), mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan belum akan kembali seutuhnya ke kondisi prapandemi dalam waktu dekat.
”Pertumbuhan ekonomi tahun ini kemungkinan akan di bawah 5 persen, sedikit melambat. Bisa dikatakan tahun 2023 ini bukan tahun untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi pertumbuhan ekonomi yang bertahap,” kata Pranjul.
Sebelumnya, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2023 akan mencapai 5,3 persen. Target itu dipasang lebih ambisius lagi pada tahun 2024. Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024, pertumbuhan ekonomi disasar di kisaran 5,3-5,7 persen.
Menurut Pranjul, ada empat faktor yang melatarbelakangi melambatnya perekonomian RI. Pertama, kondisi ekonomi global yang saat ini belum kembali stabil. Kedua, berlanjutnya kebijakan pengetatan moneter di negara-negara maju, seperti potensi risiko gagal bayar utang Amerika Serikat.
Ketiga, kebijakan fiskal yang lebih ketat seiring dengan upaya pemerintah menekan utang dan mengembalikan target defisit APBN ke bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Keempat, faktor ketidakpastian politik menjelang Pemilu 2024 yang bisa mendorong keraguan investor.
Pada tahun politik, investor biasanya memilih untuk menunggu sampai ketidakpastian politik berakhir dan pemerintahan yang baru terbentuk. Investor juga akan menanti arah kebijakan ekonomi rezim yang baru sebelum memutuskan untuk menanamkan modal dan mengekspansi bisnisnya.
Dengan ekonomi yang tumbuh bertahap, Indonesia justru bisa lebih menjaga stabilitas dan keberlanjutan kondisi ekonomi makro.
Menjanjikan
Meski melambat, Pranjul menilai investasi tidak akan turun secara dramatis. Langkah reformasi struktural yang dilakukan pemerintah akan membantu meredam dampak ketidakpastian. Indonesia masih memiliki sektor-sektor baru yang menjanjikan, seperti industri logam dasar dan hilirisasi nikel yang diperkirakan akan tetap tumbuh di tengah gejolak ekonomi global.
Kajian HSBC Global Research menunjukkan, program hilirisasi nikel yang dilakukan pemerintah bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga menembus 5,8 persen pada tahun 2028. Kebijakan tersebut dapat mendorong investasi dalam negeri dan memberikan nilai tambah yang pada akhirnya akan mendongkrak kinerja ekspor Indonesia secara lebih stabil untuk jangka panjang.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Aktivitas bongkar muat peti kemas dari dan ke dalam kapal barang di terminal peti kemas New Priok Container Terminal (NPCT) 1, Jakarta Utara, Kamis (4/5/2023). Bank Indonesia (BI) memproyeksi ekonomi Indonesia bakal tumbuh 5 persen pada triwulan I-2023.
Selain efek ketidakpastian akibat pemilu dan ekonomi global, melambatnya kondisi ekonomi tahun ini juga dipengaruhi oleh mengetatnya kebijakan fiskal dan laju penerimaan negara yang menurun akibat berakhirnya tren kenaikan harga komoditas. Kementerian Keuangan mencatat, tanda-tanda melambatnya penerimaan pajak sudah terlihat sejak awal tahun ini.
Penerimaan pajak pada Januari 2023 tumbuh 48,6 persen, kemudian menurun menjadi 40,35 persen pada Februari 2023, 33,78 persen pada Maret 2023, dan menyentuh 21,29 persen pada April 2023.
Di tengah tantangan itu, Pranjul menilai, stabilitas dan keberlanjutan fiskal akan tetap terjaga. Sebab, saat bersamaan dengan menurunnya penerimaan itu, kebutuhan belanja juga berkurang. ”Pemerintah sudah mulai menormalisasi beberapa kebijakan pandemi, jadi tidak perlu terlalu khawatir,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi RI diperkirakan baru akan membaik tahun depan, khususnya setelah tahapan pemilu berakhir dan pemerintahan baru terbentuk. Pranjul mengatakan, kondisi ekonomi global saat itu diperkirakan membaik. Kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral di negara maju juga diperkirakan sudah berakhir.
”Banyak bank sentral yang mulai berpikir memangkas tingkat suku bunganya pada satu titik tertentu tahun ini sehingga saya melihat bahwa tahun depan, ekonomi dunia dan Indonesia secara khusus akan mulai meningkat,” ujar Pranjul.
Meski demikian, pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tidak akan setinggi target pemerintah di kisaran 5,3-5,7 persen. ”Itu adalah lompatan yang terlalu tinggi untuk dicapai hanya dalam satu tahun. Indonesia suatu hari akan mencapai pertumbuhan ekonomi 5,8 persen, tetapi setidaknya itu dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.
Bisa menguntungkan
Laju pertumbuhan ekonomi yang moderat tidak serta-merta menjadi hal yang buruk. Menurut Pranjul, dengan perekonomian yang tumbuh bertahap dan perlahan, Indonesia lebih bisa menjaga stabilitas dan keberlanjutan kondisi ekonomi makro. Misalnya, inflasi terjaga lebih rendah, defisit transaksi berjalan terkendali, dan kondisi fiskal negara juga lebih stabil.
Indonesia suatu hari akan mencapai pertumbuhan ekonomi 5,8 persen, tetapi setidaknya itu dalam lima tahun ke depan.
”Terkadang pertumbuhan ekonomi yang lemah itu ada hikmahnya. Ketika ekonomi tumbuh lebih bertahap, ada kesempatan bagi lini ekonomi lain untuk menyesuaikan diri. Ini lebih baik dibandingkan ekonomi melonjak dalam waktu singkat, permintaan meledak tetapi suplai tidak bisa mengimbangi, lalu inflasi meroket,” katanya.
Setelah bertahun-tahun selalu mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen, Pranjul menilai, dalam waktu 5-7 tahun ke depan, dengan reformasi struktural yang saat ini digenjot, Indonesia bisa menumbuhkan ekonominya ke kisaran 5,8 persen secara stabil. ”Ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi dan sustainable, tapi itu tidak bisa dicapai dalam waktu singkat,” tuturnya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pekerja merampungkan proyek superblok di Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (7/3/2023). Berperan sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia mengajak negara-negara Asia Tenggara menjadikan kawasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia.
Dalam KEM-PPKF tahun anggaran 2024, pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi yang cukup menantang. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, perekonomian Indonesia dalam situasi yang relatif baik meskipun di tengah guncangan global.
Pemerintah melandaskan keyakinannya pada laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2023, yaitu 5,03 persen. Realisasi pertumbuhan ekonomi itu memang berada di atas perkiraan ekonom. Kondisi ekonomi yang relatif baik itu memberi fondasi yang kuat dalam penyusunan RAPBN 2024. Pemerintah pun masih meyakini ekonomi akan tumbuh positif pada triwulan II tahun ini.
Pemerintah juga memasang target yang tinggi mengingat 2024 adalah tahun terakhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo. ”Kita tetap menyadari bahwa tren pelemahan ekonomi global masih terjadi. Inflasi global dan suku bunga yang tinggi masih perlu kita waspadai dampaknya terhadap likuiditas yang ketat. Ini tantangan yang harus kita kelola,” kata Sri Mulyani.