Menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia untuk periode 2023-2028, Perry dihadapkan sejumlah tantangan tak hanya mengendalikan inflasi dan stabilitas nilai tukar, tetapi juga antisipasi tantangan digital.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perry Warjiyo resmi menjabat kembali sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk periode kedua 2023-2028, melanjutkan kepemimpinannya pada 2018-2023. Ia dituntut tak hanya optimal menakhodai BI menjalankan tugas tradisionalnya untuk mengendalikan inflasi dan menjaga nilai tukar rupiah, tetapi juga mengantisipasi tantangan digitalisasi pada sektor moneter.
Sumpah jabatan Perry sebagai Gubernur BI dilakukan di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Rabu (24/5/2023). Sumpah jabatan disampaikan Perry di hadapan Ketua MA Muhammad Syarifuddin.
”Saya bersumpah bahwa saya akan melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Gubernur Bank Indonesia dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab. Saya bersumpah bahwa saya akan setia kepada negara, konstitusi dan haluan negara,” ujar Perry saat mengucapkan sumpah jabatan.
Ketua MA Muhammad Syarifuddin mengatakan, penetapan Perry Warjiyo sebagai Gubernur BI berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 38/P Tahun 2023 tanggal 5 Mei 2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Gubernur Bank Indonesia.
Turut hadir menyaksikan sumpah jabatan itu sejumlah pejabat di bidang perekonomian, antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Purbaya Yudhi Sadewa, dan jajaran dewan gubernur BI. Selain itu, juga hadir pejabat negara lainnya, seperti Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel.
Juga hadir mantan pejabat negara, antara lain Wakil Presiden RI 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla, Gubernur BI 2013-2018 Agus Martowardojo, dan Mantan Pelaksana Tugas Gubernur BI Miranda Goeltom. Dalam sejarah BI, setelah dinasionalisasi dari De Javasche Bank (DJB) tahun 1953, Perry adalah gubernur ke-16.
Dalam akun Instagram pribadinya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengucapkan selamat atas dilantiknya kembali Perry menjadi Gubernur BI. Ia berpesan untuk terus menjaga stabilitas harga, rupiah, dan stabilitas sektor keuangan. Selain itu, Sri Mulyani juga berpesan agar BI terus berkoordinasi dengan otoritas fiskal dan bersama menjaga stabilitas, sustainabilitas, dan kredibilitas kebijakan ekonomi makro Indonesia.
”Bersama pemerintah mendorong pemulihan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja, dan menjaga dari risiko turbulensi dunia,” ujar Mulyani.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, kinerja Perry pada periode pertama cukup bagus. Perry dikenal kerap menelurkan ide dan inovasi instrumen moneter untuk menjawab kebutuhan perekonomian dalam negeri. Menurut dia, kapabilitas Perry dalam urusan moneter dan kebanksentralan sangat mumpuni dan sulit dicari tandingannya di Tanah Air.
Tantangan digital
Kendati memiliki bekal kinerja apik pada periode pertama, menurut Faisal, bukan berarti Perry bisa berpangku tangan. Ia menjelaskan, ke depan, Perry dituntut tak hanya bisa menjalankan secara optimal tugas tradisional bank sentral, yakni mengendalikan inflasi, menjaga kestabilan nilai tukar, dan mengawasi sistem pembayaran. Namun, ia juga harus menjawab tantangan perubahan zaman, secara khusus dari digitalisasi.
Ke depan, lanjut Faisal, Perry dihadapkan pada pengembangan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC) yang akan diinisiasi dalam bentuk rupiah digital untuk mengantisipasi berkembangnya dunia digital dan pasar aset kripto. Ini agar mata uang rupiah bisa tetap berdaulat di dunia digital.
Selain itu, BI perlu terus memanfaatkan digitalisasi untuk mendukung pengembangan sistem pembayaran lintas negara (cross border payment) dengan metode QRIS. Ini untuk mempermudah warga negara Indonesia bertransaksi di luar dengan negeri dengan metode pembayaran lintas batas negara.
BI juga perlu terus-menerus mendorong perluasan kerja sama penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal (local currency transaction/LCT) dengan sejumlah negara. Ini untuk menciptakan diversifikasi penggunaan mata uang selain dollar AS (dedolarisasi) agar tidak terlalu bergantung pada mata uang negara ”Paman Sam” itu. Harapannya bisa menciptakan nilai tukar yang lebih stabil.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, salah satu catatan negatif kinerja Perry pada periode pertama adalah nilai tukar rupiah yang melemah. Pada awal Perry menjabat pertengahan 2018, nilai tukar rupiah di kisaran Rp 13.800- Rp 14.000, kini lima tahun berselang rupiah melemah di kisaran Rp 14.700-Rp 15.000.
Namun, dia juga mencatat sejumlah capaian Perry, seperti mempertebal cadangan devisa. Pada awal Perry menjabat, cadangan devisa Mei 2018 pada posisi 114,8 miliar dollar AS, kini cadangan devisa pada posisi April 2023 pada posisi 144,16 miliar dollar AS.
Jumlah uang beredar
Ke depan, lanjut Tauhid, salah satu pekerjaan rumah Perry adalah mengelola jumlah uang beredar. Saat ini likuiditas berlebih sehingga berisiko melonjakkan inflasi.
”Likuiditas itu perlu disalurkan lebih banyak ke sektor yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi, seperti UMKM,” ujar Tauhid.
Namun, di satu sisi juga perlu diatur supaya bagaimana uang yang beredar ini tidak sampai memicu lonjakan inflasi.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, tantangan BI ke depan adalah agar lebih kreatif menjaga stabilitas rupiah agar tak hanya dengan mengutak-atik suku bunga. Hal itu bisa dilakukan dengan mendorong penggunaan mata uang lokal, meningkatkan arus masuk devisa hasil ekspor (DHE), serta stimulus moneter ke industri berorientasi ekspor.
BI juga diminta untuk tidak dengan mudah membeli surat berharga negara untuk membantu APBN pemerintah atau burden sharing. ”Karena, bisa sebabkan hiper inflasi dan moral hazard,” ujar Bhima.