Masyarakat Telematika Indonesia mendorong agar program pembangunan menara pemancar telekomunikasi di daerah 3T perlu diteruskan, tetapi pengawasannya ditingkatkan.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Warga menggunakan telepon seluler di dekat menara base transceiver station (BTS) di kawasan Blang Panyang, Lhokseumawe, Aceh, beberapa waktu lalu.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menekankan program pembangunan infrastruktur menara pemancar jaringan 4G untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T tetap diteruskan meskipun pada saat bersamaan terjadi penegakan hukum dugaan korupsi proyek tersebut. Jika proyek tidak diteruskan, masyarakat di wilayah 3T dirugikan karena tidak mendapat akses internet yang optimal.
”Proyek pembangunan menara pemancar (base transceiver station/BTS) 4G untuk daerah 3T adalah bagian dari proyek strategis nasional di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Proyek ini bersifat multiyear,” ujar Pelaksana Tugas Menteri Komunikasi dan Informatika Mahfud MD saat konferensi pers di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Senin (22/5/2023).
Program pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung terdiri dari lima paket yang dikerjakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kemenkominfo pada 2020-2024. Nilai proyeknya Rp 28 triliun. Setelah disetujui pada 2020, pemerintah menurunkan anggaran Rp 10,2 triliun, tetapi dengan catatan proyek selesai pada 2021.
Kemenkominfo meminta perpanjangan waktu penyelesaian sampai Maret 2022 karena alasan pandemi Covid-19. Dari target 4.200 menara BTS, baru 1.200 unit yang dilaporkan terbangun. Namun, setelah dilakukan pengecekan melalui satelit, hasilnya hanya terbangun 985 unit.
Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan, dari total anggaran Rp 10,2 triliun yang keluar, jumlah yang dikorupsi diduga Rp 8,2 triliun (Kompas, 20/5).
”Upaya penegakan hukum akan terus berjalan. Kejaksaan Agung silakan saja jika membutuhkan data informasi tambahan agar kasus itu segera selesai. Kami juga mendengar gosip politik yang turut mewarnai perjalanan kasus, tetapi tidak ikut-ikutan,” kata Mahfud.
Mahfud menambahkan, dirinya telah menggelar rapat dengan sejumlah jajaran eselon I Kemenkominfo. Tujuannya untuk mendengarkan tugas pokok, fungsi masing-masing, dan problem yang sedang dihadapi.
”Memang, besok (Selasa, 23/5/2023) ada pelantikan pejabat eselon I Kemenkominfo, tetapi ini tidak ada kaitannya dengan kasus dugaan korupsi proyek menara BTS 4G untuk wilayah 3T. Proses seleksinya sudah sejak lama, saya tinggal melantik,” kata Mahfud.
Harus transparan
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno mengatakan, program pembangunan infrastruktur telekomunikasi bagi masyarakat di daerah 3T biasanya menggunakan dana pelayanan universal atau universal service obligation (USO).
Dana USO diambil dari 1,25 persen pendapatan kotor penyelenggara infrastruktur dan jasa telekomunikasi. Kemudian, pemerintah menggelontorkan dana APBN untuk memperkuat pendanaan, seperti pada paket 1-5 proyek menara BTS 4G dan pendukung Bakti Kemenkominfo pada 2020-2024.
”Baik program pembangunan menara BTS melalui dana USO maupun APBN harus dilihat sebagai upaya mempercepat akses internet secara inklusif. Maka, kami dorong agar pelaksanaan program dituntaskan. Gangguan leadership system yang terjadi, seperti kasus dugaan korupsi BTS 4G yang belakangan muncul, harus segera diselesaikan sesuai ranah hukum,” ujar Sarwoto.
KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ
Anak-anak usia belasan tahun ini tengah belajar mengoperasikan internet dalam acara Kemah Juara di Kiara Payung, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (5/7). Dalam acara yang diadakan hingga Sabtu (7/7) itu, mereka akan menerapkan secara langsung poelajaran yang selama ini diberikan di bangku sekolah.
Mastel berharap pemerintah serius meneruskan program pembangunan menara BTS 4G untuk daerah 3T, tetapi dengan berbagai macam pembenahan. Partisipasi masyarakat harus dilibatkan supaya mereka ikut mengawasi. Kemudian, tata kelola proyek pembangunan infrastruktur menara pemancar sudah saatnya dikerjakan secara transparan. Pemerintah wajib menata ulang mekanisme proyek supaya akuntabilitasnya jelas.
”Jumlah desa 3T mungkin tersisa sedikit. Desa tersebut perlu jadi fokus penyelesaian seluruh proyek pembangunan menara BTS. Oleh karena itu, Bakti Kemenkominfo tetap diperlukan, termasuk skema dana USO,” kata Sarwoto.
Sarwoto menambahkan, jika pemerataan jaringan akses telekomunikasi di daerah 3T sudah selesai, Mastel setuju apabila Bakti beralih mengelola infrastruktur sistem pemerintahan berbasis elektronik. Pendekatannya menjadi government technology.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center Roy Salam, saat dihubungi terpisah, berpendapat, program pembangunan menara pemancar 4G untuk daerah 3T sebenarnya bertujuan positif karena negara hadir dalam memenuhi hak warga atas layanan telekomunikasi.
Daerah 3T umumnya jauh dari kota dan operator telekomunikasi, dari sisi bisnis, menganggapnya tidak bisa mendatangkan profit. Jadi, negara harus hadir menyediakan infrastruktur jaringan telekomunikasi.
”Namun, tantangannya adalah pelaksanaan pembangunan, yakni apakah dikerjakan oleh pemerintah yang juga berperan sebagai regulator atau diserahkan kepada swasta dengan syarat pemerintah memberikan jaminan risiko,” ujar Roy.
Menurut Roy, skema pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah cenderung disetir oleh kepentingan-kepentingan tertentu.