Dengan nilai pembiayaan berjalan yang mencapai puluhan triliun rupiah dan melibatkan jutaan orang, industri tekfin P2P ”lending” ini sudah tak cocok lagi disebut industri rintisan. Kini saatnya mereka ”tumbuh” dewasa.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
Baru mulai beroperasi dan tercatat di Tanah Air pada 2018, industri teknologi finansial atau tekfin pinjaman antarpihak (peer to peer lending/P2P lending) sering kali dikategorikan sebagai infant industry atau industri yang baru lahir. Pelaku industri ini merupakan perusahaan rintisan yang baru berdiri dan merintis industri dari nol. Namun, lima tahun berselang, industri ini telah berkembang pesat dengan segala kompleksitasnya. Kini sudah saatnya menyejajarkan industri ini dengan industri jasa keuangan lain yang telah lebih dahulu ada.
Seperti kategorinya, infant industry, industri ini ibarat bayi yang perlu dituntun dan dibimbing sebelum bisa berdiri, berlari, dan berkembang. Perlakuan regulator pun beda dengan industri lain yang lebih dahulu ada dan matang. Infant industry biasanya diberi kelonggaran lebih agar bisa menemukan sendiri bentuk, mematangkan model bisnis, dan memperbesar pasarnya.
Hasilnya, industri tekfin P2P Lending mampu tumbuh dan berkembang dengan luar biasa cepat. Mengutip data Statistik Fintech yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akumulasi pembiayaan industri tekfin P2P lending sejak 2018 hingga Maret 2023 mencapai Rp 582,75 triliun. Adapun pembiayaan berjalan (outstanding) industri ini sampai dengan Maret 2023 mencapai Rp 51,02 triliun, tumbuh 36,45 persen dibandingkan Maret 2022 yang tercatat Rp 37,39 triliun.
Dalam waktu lima tahun saja, nilai pembiayaan industri ini sudah setara 11,05 persen dari total pembiayaan berjalan industri perusahaan pembiayaan (multifinance) yang pada Maret 2023 tercatat Rp 461,81 triliun.
Industri ini juga sudah melibatkan jutaan orang. Jumlah akumulasi rekening penerima pinjaman (borrower) sampai Maret 2023 telah mencapai 108,89 juta dengan rekening aktif 17,6 juta. Dari jumlah rekening aktif itu, sebanyak 4,6 juta di antaranya rekening usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) perseorangan. Artinya, industri tekfin P2P lending ikut mendorong perekonomian nasional melalui pembiayaan ke sektor UMKM.
Dari sisi lainnya, jumlah akumulasi rekening pemberi pinjaman (lender) mencapai 1,02 juta dengan rekening aktif sebanyak 142.710. Pemberi pinjaman juga tak hanya perorangan (97,38 persen), tetapi juga lembaga keuangan lain, yakni perbankan, perusahaan keuangan nonbank (IKNB), koperasi, dan badan hukum lain (2,62 persen). Mereka berasal dari dalam dan luar negeri.
Kompleksitas industri ini terus berkembang, termasuk cerita terlambatnya pelunasan dari peminjam. Sampai Maret 2023, Tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP 90) mencapai 2,81 persen. Berkaca dari data-data itu, kapasitas dan lingkup industri ini tak bisa lagi dibilang mini. Predikat infant industry agaknya sudah tidak tepat. Mereka tak bisa lagi dianggap sebagai sekumpulan usaha rintisan yang harus dimaklumi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sinyal bahwa industri ini akan segera disejajarkan dengan perusahaan lain di industri jasa keuangan. Salah satunya tecermin dari terbitnya peraturan yang lebih detail seperti Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. POJK ini mengatur syarat seperti modal awal disetor minimal Rp 25 miliar.
Selain itu, perusahaan harus memiliki ekuitas minimal Rp 12,5 miliar. Adapun tahapan pemenuhan ekuitas minimal Rp 2,5 miliar satu tahun sejak diundangkannya POJK ini, Rp 7,5 miliar dua tahun sejak diundangannya POJK ini, dan Rp 12,5 miliar pada tiga tahun sejak diundangkannya POJK ini.
POJK ini memiliki semangat menguatkan industri ini dari aspek permodalan. Di saat yang sama, POJK ini menunjukkan, perlu modal yang tak sedikit untuk terjun ke industri ini. Dengan demikian, pelaku usaha ini tak bisa lagi sembarangan, seperti perusahaan rintisan dengan kemampuan finansial minim. Pengaturan itu juga ditempuh dalam upaya melindungi konsumen secara lebih optimal. Dengan modal yang lebih besar, perusahaan juga diharapkan tumbuh lebih baik.
Pelaku industri tekfin P2P lending yang ”tidak mau dewasa” dan bertumbuh pasti akan rontok dan gugur sendirinya. Hal ini tecermin dari jumlah perusahaan di industri ini. Jumlahnya sempat mencapai 161 perusahaan pada Maret 2020, tetapi kini jumlahnya 102 perusahaan. Perusahaan yang tutup tak lain karena kesulitan permodalan dan kalah bersaing dengan perusahaan lain.
Pelaku industri ini pun sepakat bahwa regulasi diperlukan untuk penguatan industri. Namun, mereka juga berkeinginan agar regulasi yang diterbitkan tidak kontraproduktif serta mengekang inovasi dan menghambat laju pertumbuhan. Maka, perlu keseimbangan antara mendorong pertumbuhan industri dan inovasi dengan menciptakan regulasi yang mengoptimalkan perlindungan konsumen.
Mengutip sebuah ungkapan pedagogis, yang membedakan dewasa dan anak-anak adalah timbulnya kesadaran sikap dan perilaku. Maka, kini saatnya tekfin ini tumbuh dewasa secara sadar, terus meningkatkan kapasitas modal, dan berinovasi dengan tetap memperhatikan dan melindungi konsumen. Hal ini agar industri bisa terus berkembang mendukung perekonomian nasional.